Aku melihatmu, tetapi kau bersembunyi_ Carrenpamela
.
.
.
.
.
.
.
Aku mencoba untuk terus mengingatnya, tapi tidak ada satu hal pun yang bisa menjelaskan mengapa kehidupanku menjadi seperti ini.
Dimulai sejak tiga hari yang lalu, aku merasa jika seseorang terus-menerus memperhatikanku. Entah itu saat aku menikmati terik di ruang keluarga, ketika aku menjemur pakaian, ketika aku makan siang, ketika aku tidur, atau ketika aku mandi. Aku selalu merasa seseorang memperhatikan dari kejauhan. Bahkan terkadang ketika aku tidur dan mandi, seseorang akan menggedor pintu rumahku dengan brutal. Lalu ketika aku keluar, yang ku dapati hanyalah kesunyian.
Dan itu semua membuatku depresi. Aku menceritakan hal ini kepada suamiku dan membujuknya untuk tidak bekerja selama beberapa hari, sehingga pada akhirnya dia memilih melaporkannya kepada pihak keamanan. Namun karena aku tidak memiliki bukti yang cukup kuat, mereka tidak mempercayaiku, dan mengatakan jika aku hanya berhalusinasi.
Tidak.
Aku yakin aku tidak sedang berhalusinasi, karena aku tahu jika perasaanku tidak pernah salah. Kemarin dari balik dinding kaca, aku bisa melihat bayangan seseorang yang seolah tengah bersembunyi di balik batang pohon yang rimbun. Kala itu aku mencoba untuk tidak perduli, karena bayangan itu hilang dalam sepuluh menit. Mungkin saja seseorang sedang berteduh dari teriknya matahari, atau mungkin menunggu seorang teman; mengingat batang pohon itu mememiliki ranting-ranting yang kokoh serta dedaunan yang rimbun, bisa dikatakan di sana adalah tempat berteduh yang terbaik.
Dan memikirkan segala kemungkinan, siang itu rasa kantuk menyerang dengan begitu hebat membuat aku tertidur begitu saja, dan bangun ketika sang surya telah menghilang, digantikan cahaya bulan.
Namun, bayangan itu kembali. Kali ini di kegelapan malam. Aku merutuk khawatir. Karena kebodohanku, aku belum sempat menghidupkan lampu rumahku. Di saat tubuhku hendak beranjak meraih saklar terdekat, tanpa sengaja aku melihat sepasang mata.
Sepasang mata yang selama ini selalu menghantui hidupku. Mata yang sama. Tatapan tajam sarat akan kejahatan.
************************************
Soeun menarik napasanya dalam. Hari ini terasa berat, karena ibunya mendadak memberi kabar akan tiba besok. Dan itu adalah kabar paling buruk baginya; mengingat ibunya adalah satu dari sebagian banyak ibu-ibu cerewet yang akan mengomentari setiap sudut rumahnya.
Pintu kulkas terlalu banyak ornamen, dinding berdebu, sofa terlihat kusam, kamar mandi terlalu licin, dan macam-macam lainnya. Jadi sebelum besok ibunya berceramah panjang lebar lalu meminta suaminya menyediakan pembantu, Soeun memilih membersihkan semuanya. Oh Soeun benci asisten rumah tangga. Itu hanya akan membuat kenyamanannya dan sang suami menghilang. Soeu tidak suka orang yang bukan keluarga tinggal satu atap dengannya.
Maka dari itu Soeun selalu berusaha membuktikan kepada suaminya jika dia bisa melakukan semuanya sendiri.
Tapi jika ibunya mendapati sesuatu hal yang bisa ia persalahkan, maka sudah dengan sangat pasti ibunya akan segera melaporkan hal itu kepada suaminya, dengan tidak lupa menambahkan alasan-alasan lain yang bisa membuat prianya itu dalam sepulu menit menghardirkan lima asisten di rumah ini, seperti ;
"Nak, kau tidak melihat Soeun begitu kurus?"
"Soeun terlihat lelah."
"Jangan dengarkan Soeun. Lihat, rumah ini bahkan memiliki debu di setiap sisi. Soeun tidak membersihkannya dengan benar, dan itu buruk untuk pernapasannya. Kau tahu bukan Soeun memiliki riwayat sesak napas?"
Oh dan masih banyak alasan lainnya, yang bisa Soeun pastikan membuat suaminya tidak akan mendengarkan penjelasannya lagi.
"Aku lebih mencintaimu dibanding seluruh hartaku. Gray, siapkan asisten rumah tangga saat ini juga."
Tidak.
Soeun tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia menggelengkan kepalanya kuat, mengusir pikiran liar yang dengan seenaknya mencemarkan daya khayalnya. Jangan sampai hal yang ia pikirkan benar-benar terjadi besok, atau ia akan menyesal.
Setelah memastikan semua pintu terkunci rapat, Soeun membaringkan tubuhnya di atas sofa, dan menutup matanya rapat. Tidur satu atau dua jam sepertinya tidak masalah. Karena itu akan membuatnya segar kembali, dan ia akan kembali membersihkan lantai dua rumahnya.
*************************************
Setidaknya itulah yang beberapa jam lalu wanita ini harapkan. Sayang, tidak segala sesuatu akan sama seperti yang kita inginkan.
Soeun mengusap kasar air matanya. Lalu duduk dengan tergesa, sembari berkali-kali mengulang dan memperhatikan sekitar. Guci, lemari, ruang kosong, televisi, sofa, meja makan. Tidak ada, bayangan itu tidak ada. Sementara beberapa menit yang lalu, ketika ia terbangun karena suara gongongan anjing tetangga, Soeun dengan jelas melihat seseorang memperhatikannya dari balik kaca.
Tapi lagi-lagi sosok itu menghilang bagai uap di perapian. Seolah mereka adalah pengusa yang sebenarnya. Dan hal tak kasat mata itu bisa keluar dan masuk ke dalam rumah ini dengan sesuka hati.
"Hiks," Soeun mengigit bibirnya, lalu Menangis lirih. Bahunya bergetar hebat, begitu ketakutan.
Hal ini terjadi lagi, dan ia benci dirinya yang begitu penakut. Soeun ingin berlari keluar, tapi kenekatannya hilang ketika mengingat dua tetangga di kiri dan kanannya tengah berlibur keluar negeri, sehingga dua kediaman itu kosong tanpa penghuni.
Jika ia memilih keluar, Soeun takut sosok itu bisa saja menariknya dan menangkapnya. Tapi duduk diam dan menangis juga bukan hal yang membantu. Suasana gelap rumahnya juga semakin membuatnya ketakutan. Tidur ketika matahari bersinar terik dan bangun ketika bulan beranjak adalah hal paling bodoh. Soeun benar-benar menyesal tidak pernah menuruti perintah suaminya untuk memasang alarm.
Sekarang apa yang bisa ia lakukan ditengah kegelapan malam?
Hannya menangis seperti orang bodoh. Dengan detak jantung yang tidak karuan Soeun berusaha meraih ponsel dari sisinya, lalu menangis tergugu. Kesunyian malam sekali lagi merenggut seluruh kepercayaannya.
"Ada apa sayang?" dari ujung sambungan seseorang menyambut dengan lembut. Membuat Soeun semakin menangis keras.
"Kimbum," jeritnya. Soeun meremas kuat roknya, sembari menatap garang setiap sudut ruangan. Takut-takut sosok itu akan datang kembali, terlebih tidak ada satupun penerangan kecuali dari lampu taman tetangga di sebelah kirinya. Itu pun begitu jauh dan redup.
Dan isakan Soeun semakin menyayat manakala suara bariton di seberang sana menyahut penuh kekhawatiran.
"Aku melihatnya lagi. Ku mohon segera kembali. Aku takut,"
Detik semakin terasa melambat kala suara di seberang sana semakin terasa menjauh. Entah karena apa. Secara perlahan suara-suara itu tidak bisa Soeun dengarkan.
"Kimbum, kau masih di sana?" tanya Soeun. Air matanya tidak berhenti menetes.
Soeun meremas ponselnya kuat. Sekali lagi sekelebat bayangan melintas dari balik dinding kaca.
"Kimbum," dan Soeun semakin panik mana kala ia tidak bisa mendengar sedikit pun suara Kimbum. Panggilan itu tidak terputus. Hanya saja Kimbum tidak sama sekali bersuara.
"Kimbum, jawab aku." lirih Soeun.
Dan,
Mati.
Panggilan itu terputus. Soeun menjerit keras tepat ketika seseorang menggedor brutal pintu rumahnya, sebelum akhirnya Soeun berlari memasuki kamarnya.
Tidak perduli tubuhnya berkali-kali membentur sesuatu. Ia dengan cepat mengunci setiap sudut, kemudian menyelinap ke dalam lemari, lalu kembali menangis dan terus memanggil nama suaminya. Berharap Kimbum segera pulang, dan Soeun ingin pindah.
.
.
.
.
________________________
TBC
No comments:
Post a Comment