Search This Blog

Monday, April 27, 2020

Conqeror Chocolate 25








Jeju meniupkan angin yang cukup membekukan. Ada deburan-deburan kecil saat air menghantam kaki indah seorang gadis. Cahaya masih terang, meski gelap perlahan mulai muncul menyelimuti sang awan. Suhu masih sama, dingin, dan hujan akan segera turun. 

Terletak di Selat Korea, sebelah barat daya Provinsi Jeolla Selatan, membuat topografi Pulau Jeju terbentuk sekitar 2 juta tahun lalu oleh aktivitas vulkanis. Di tengah-tengah pulau muncul Hallasan (Gunung Halla), gunung tertinggi di seluruh Korea. Pulau ini memang bercuaca hangat sepanjang tahun dan pada musim dingin meski angin mampu membekukan, namun pulau ini jarang turun salju.

Banyak tanaman subtropis tumbuh, deburan ombak menyapa indah pendengaran, namun tetap berdampak buruk pada seorang pria pendek yang terus disibukkan oleh gerutu tolol tak bermakna jelas. Hawa menusuk, tapi bibirnya jauh lebih menusuk. 

Pria ini melangkah lebih mendekat lagi pada sang gadis, kemeja kotak-kotaknya turut berkibar manakala angin menghempas tubuhnya dengan sapuan kencang. Ia hanya memakai jeans pada bagian bawah, tidak nampak kekar, namun begitu bermode dalam berpenampilan. 

"Noona, kau akan membeku!" jelas itu adalah gerutuan. Pria ini menarik kecil sang gadis dan membawanya melangkah menuju batang pohon tanpa perduli sang gadis akan murka dengan tingkahnya. Pria ini terlalu kesal, otaknya panas ketika menyadari tubuh sang gadis sedikit membeku. 

"Kau berniat membunuhku ya? Lebih baik lempar aku dari jurang!" 

Lagi pria ini menggerutu kesal. Wajahnya bertekuk, namun lambaian rambut klimisnya mau tidak mau membuat sang gadis tersenyum. Hari terang, awan cukup mendung dan hati itu sedikit menghangat.

"Kau tersenyum? Kau memang sudah gila." 

Kembali sang gadis tersenyum, lalu terkikik dan beranjak memeluk tubuh pendek pria dihadapannya. Setidaknya ia tersenyum, setidaknya gusar itu menghilang, setidaknya rasa takut telah ikut musnah. 

Tapi berbeda pada sang pria, jilguk menghembuskan nafasnya lirih. Tubuhnya telah telanjang dengan hanya berbalut jeans, kemeja telah berpindah menutupi tubuh mungil sang gadis yang adalah soeun. Pria ini tidak mengerti, otaknya tumpul dan soeun tidak mau bicara. 

Tiga hari, dan soeun hanya selalu diam, berdiam diri di bawah langit dan menenggelamkan kaki di sapuan air laut. Jilguk bahkan harus terus ekstra sigap ketika soeun tiba-tiba menghilang. 

Pria ini harus mencari meski harus membekukan seluruh tubuhnya. Entah apa yang terjadi, namun apapun yang terjadi ia harus terus menjaga soeun hingga mereka tiba di soeul. Mereka telah lima hari berada di pulau ini, menjalani hari memenuhi keprofesionalan pekerjaan soeun sebagai model berkelas. 

"Apa kau tidak kedinginan?"

Alunan soeun menyapa, namun jilguk mendengus ketika mendengarnya. Hembusannya sedikit mengacak surai hitam soeun yang masih bertahan memeluknya. "Setidaknya nyawaku akan aman." jawabnya.

Dan lagi-lagi soeun tak mampu menahan tawa. Ia terkekeh begitu lembut. Jilguk sangat lucu, gadis ini sadar pria itu takut pada sang suami yang jelas memiliki tanduk iblis di kepalanya. Tapi hatinya kacau, Tiga hari ini kimbum benar-benar tidak pernah bisa dirinya hubungi, dan soeun teramat frustasi karenanya.

"Kau berlebihan. Kaja pulang, aku tidak ingin adikku ini sakit." 


Kali ini bibir itu tersenyum, kepalanya mengangguk dan jilguk segera menyeret lembut soeun dari terpaan angin laut yang begitu dingin. Pria ini senang soeun menyebutnya seorang adik, meski apa yang dikatakan memanglah benar, adik sepupu ipar! 

Jilguk sadar, wanita itu hanya merindu, tapi demi apapun ia juga telah berusaha menghubungi kimbum, namun terakhir kali seorang gadislah yang mengangkat panggilannya. Dan jilguk bersumpah tidak akan menghubungi kembali, pria ini mengatakan kimbum hanya tidak bisa dihubungi, dan beruntung ketika soeun mencoba menghubungi nomor itu benar-benar mati dan tidak bisa dihubungi.

No comments:

Post a Comment