Sahee mengernyit ketika ketukan sepatu terpantul mendekat secara lambat ke arah tempat duduknya. Dahinya yang berkerut semakin berlipat manakala tubuh kekar sang putra memental ringan ke arah sofa, dan mendarat kasar di samping kiri tubuhnya.
Pria ini aneh, masih berlapis jas namun dengan penampilan ala pria bar-bar yang tolol. Bau alkohol jelas menebar di udara. Kemeja bukan lagi pakaian rapi, kimbum nampak seperti orang gila dibanding eksekutive tampan pemilik Goldshion Corp. Lengan kemeja bahkan sebelah tergulung dan sebelah lagi dibiarkan memanjang. Kancing terbuka dua di bagian atas, dan dasi longgar berantakan. Astaga, jika saja soeun melihat ini, sahee yakin gadis itu akan tertawa terpingkal-pingkal.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat buruk." cibir sang woo, ia juga menikmati secangkir kopi di sana. Hanya, kimbum bersikap kurang ajar dengan menempatkan diri teridur di tengah-tengah di antara ia dan sang istri.
"Apa soeun menghubungi eomma?" tanya kimbum. Ia sengaja tidak menjawab cibiran sang ayah demi membalaskan rasa kesalnya.
Membuat sang woo semakin jengah dan segera melemparkan sepotong jeruk pada wajah tampan sang putra. Kimbum meringis, ia tidak membuka matanya namun tangannya cepat melempar kembali sang ayah, dan ia segera mendekat pada sang ibu.
"Tidak, eomma sudah menghubungi jilguk, tapi kedua ponsel mereka sama-sama tidak bisa dihubungi." ucap sahee. Wanita tua ini lebih memilih menjawab dibanding turut ricuh dalam pertarungan tidak bermutu sang suami dan sang putra. Sahee hanya mengusap lembut dahi kimbum dan mengecup sayang dahi berkeringat pria tampan itu.
"Si brengsek itu, aku akan mengirimnya ke neraka jika terjadi sesuatu pada istriku!"
Kimbum membuka matanya, lalu mengepalkan jemarinya emosi. Saat mereka kembali, kimbum bersumpah akan memecat pria bodoh itu dan membuatnya menjadi Office boy Goldshion.
"Appa, tidak bisakah rapat itu diundur? Aku harus menemui soeun." lanjut kimbum sendu.
"Tidak bisa. Mr. Cho terlalu sibuk, dan kita membutuhkan tanda tangan kerjasama darinya." jawab sang woo.
"Shit! Aku akan gila." desis kimbum frustasi. Ia mengacak kasar rambut berantakannya, lalu kembali menutup mata dan menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menghilangkan kekesalanya.
"Bersabarlah." bisik sahee lembut. Wanita ini kembali mengusap sayang bahu sang putra.
"Bagaimana bisa aku bersabar eomma. Istriku jauh di sana, dan di sini gyuri terus saja mengusik pekerjaanku."
"Gadis itu belum lelah?" kini sang woo yang terkejut. Ia tidak menyangka gadis bernama gyuri itu akan terus mengejar sang putra.
"Ini semua karena appa! Bogem bahkan menuduhku berselingkuh." desis kimbum dingin. Ia tetap pada posisi duduknya, namun menatap tajam manik sang ayah dengan sendu yang tersirat.
Membuat sang woo merasa bersalah dan menghela nafasnya secara lirih. Ia hanya terpaksa. Tidak ada jalan lain. Otaknya buntu dan hanya cara bodoh ini yang bisa dirinya pikirkan. Meski akan membuat soeun bersedih, namun sang woo yakin itu nanti akan membuat gadis itu bahagia.
"Teruskan saja permainan ini nak. Kau harus mendapatkan bukti-bukti yang diperlukan." gumam sang woo. Tidak ada pilihan. Mereka terlanjur memulai, dan berhenti hanya akan mengacaukan segalanya.
"Kau tahu appa, aku sangat merindukan istriku. "
Sahee tertegun, ia diam menatap sang putra yang mulai beranjak, lalu melangkah terhuyung menuju lantai atas di mana kamarnya berada. Tidak ada niat membantu, untaian kalimat kimbum jelas menampar lubuk hatinya. Apa yang dilakukannya? Ia bahkan membuat putranya tampak buruk dihadapan sahabatnya?
Tapi apa yang bisa dirinya lakukan? Gyuri muncul dan tengah berusaha menjatuhkan sang menantu. Jika dirinya hanya diam, soeun akan mendekam dalam luka dan kimbum akan kembali hanyut dalam cinta buta tololnya. Tidak, sahee bersumpah tidak akan membiarkan itu terjadi.
Wanita tua ini mendekat pada sang woo, memeluk dan terisak pada dada sang suami, mengabaikan udara yang terasa mencemooh. Jika dulu ia membiarkan keluarganya dihancurkan, kini sahee tidak akan membiarkan soeun dihancurkan oleh gadis licik yang sama.
****©©©****
Kimbum mendorong kasar pintu kamarnya. Isak tangis sahee masih terdengar dari bawah sana, tapi kimbum menghempaskan tubuh lelahnya secara kasar. Ranjang terasa lembut, namun ia menutup kepala dengan menggunakan bantal tanpa melepaskan sepatu yang masih terpasang pada kedua kakinya. Kepalanya terasa berat, ia pusing dan tak berniat menyegarkan tubuh atau sekedar menyalakan lampu. Untuk apa? Tidak ada soeun yang akan menggerutu sebal karena gelap malam, ataupun karena tingkah malasnya. Dirinya tidur hanya seorang diri, dan tubuh mungil itu begitu sangat dirindukannya.
"Chagiya, apa yang kau lakukan? Aku merindukanmu." gumam kimbum. Matanya tertutup dengan kesadaran yang hampir menghilang. Pekat di luar begitu mencekam, namun kimbum tetap tidak beranjak untuk menyalakan saklar lampu.
"Pulanglah, aku sangat merindukanmu." kembali bibirnya bergumam lirih, namun mata telah sepenuhnya tertutup.
Di sudut terujung, setetes air mata mengalir mewakili keresahan dan kerinduannya. Bukan bogem si pengusik yang melukainya, tapi kimbum benar-benar merindukan sosok sang istri. Jantung bahkan terasa melambat dalam setiap detakan, selalu ada sayatan ketika harum tubuh soeun mengingatkannya pada si mungil. Ruangan ini selalu membuatnya sesak, aroma wangi soeun tersisa dan selalu menelusup sembunyi-sembunyi ke dalam rongga pernapasannya.
Jika saja gyuri tidak muncul, jika saja gadis itu tidak berulah, mungkin saat ini dirinya bisa menemui soeun dan menumpahkan segala rasa di hatinya, mengucapkan ribuan kata cinta yang membuatnya yakin soeun tidak akan pernah pergi meninggalakannya. Tapi sekali lagi, itu hanya seandainya!!!
.
No comments:
Post a Comment