Search This Blog

Thursday, April 30, 2020

Conqeror Chocolate 49







.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bisa jadi diam adalah tidak.



Aku mencintaimu lebih dari yang dunia pikirkan. Pertemuan kita bukan seperti pasangan layaknya. Ada perbedaan yang kentara, dimana kau tidak mengharapkan kehadiranku. Tatapan matamu kala itu menyadarkanku bahwa kau sama seperti mereka, tidak menginginkanku. Seiring waktu yang berjalan tuhan hadirkan 'YA' untuk kita, dan kau ada meski hanya sebuah tatapan mata. Kata itu adalah bukti bahwa kau mencintaiku. Tapi untuk kali ini sayang, ku mohon beri aku kesempatan. Karena jika memang waktu tak berpihak, setidaknya kau tersenyum dan semua akan baik-baik saja_ 



***πππ****




Katanya cinta itu abadi. Katanya cinta itu saling mempercayai. Tapi ia tidak tahu, ketika cerita masa lalu tidak juga dapat dimengerti wanita ini bisu dan merasa mati. Kenangan mungkin kisah usang yang tiada berarti, tapi hati bukan bingkai tanpa perasaan. 

Wanita ini manusia biasa, seperti hal lumrah jika hatinya menuntut rasa seperti tahun-tahun yang menghilang. Tahun dimana dirinya memiliki cinta yang begitu besarnya. Sosok bukan lagi hanya bayang semu. Seperti gundukan pasir begitu juga buncahan rasa rindu. 

Awan juga masih berarakan dan air juga masih beriak tenang. Kerikil yang menembus celah yang terluka juga bukan alasan untuk tidak bertahan. Ia sudah begitu lama menantikan hal ini. Mencari selama rasa itu masih melekat, dan menunggu meski bibir itu telah berkhianat. Karena cinta itu setia dan setia itu adalah bertahan. 

Terkadang kesetiaan itu juga diuji. Seberapa kuat iman manusia menahannya, seberapa kuat manusia tidak tergoda untuk tidak berkhianat. Karena sejatinya manusia memang memiliki dosa sejak lahir, atau katakan saja dosa asal. 

Siapapun yang bernafas pasti pernah melakukan sebuah kesalahan. Baik atau buruk, tidak selamanya hanya berbuat baik saja. Seperti halnya singa, ia dapat menjadi jinak pada penjaganya. Tapi akan ada saatnya ketika ia lapar dan marah maka ia juga dapat memangsanya. Kesadaran saat melakukan terkadang hilang. Lalu membuat manusia kehilangan akal dan pertahanan. 

Bukan hanya melukai, manusia bahkan juga membunuh layaknya seekor singa yang lapar. Darah hanya bagaikan air yang tidak berarti, dan manusia yang tak dapat menghargai setes darah seharusnya tidak dibiarkan tinggal dan bertahan. Dua tahun yang lalu wanita ini juga adalah seekor singa yang kejam. Ia melukai, ia juga mengkhianati serta menghancurkan kehidupan sebuah keluarga. Membuat salah seorang diantaranya terluka yang bahkan tak mampu untuk diobati. 

Tapi secercah kesadaran itu muncul. Ketika ia menyadari bahwa cinta itu utuh, wanita ini mengerang dalam luka dan mencoba untuk kembali. Mengais kembali pecahan yang terubur. Mengumpulkannya dan menyusunnya seperti sedia kala. Berharap bahwa ia dapat mengembalikan cinta yang telah hilang. 

Katakanlah bahwa ia hina. Seberapa banyak pun dirinya menangis, semua juga tidak merubah keadaan. Semuanya masih akan sama. Ia masih terbaring dan hanya udara yang setia menemaninya. Ruangan ini senyap, tidak ada suara dentingan atau alaunan yang mampu menenangkan kecamuk di dalam hatinya. 

Gemuruh jantung serta sesak hanya itu yang dapat wanita ini dengarkan diiringi desiran angin di sudut telinganya. Dua hari tubuhnya terbaring seperti pesakitan yang tidak berguna, tapi pria itu tidak juga hadir. Seolah tidak perduli meski pada dirinya yang terluka. Pria itu tidak ada di sini. Tidak menemaninya meski hanya diam atau lima menit saja. Mungkin pria itu sibuk, atau mungkin ia memang tidak berharga di matanya.

Dulu pria itu tidak akan seperti ini, karena ia akan selalu ada. Tidak perduli hujan atau sibuk, pria itu tidak akan membiarkan dirinya rapuh seorang diri. 

Jejak hujan sudah tak terlihat. Sapuan angin meniupnya dan mengeringkan basah air yang menyamar. Wanita ini membungkam, merasakan hembusan angin yang menyibak helaian rambutnya. 

Hari ini masih siang dan matahari hanya berupa cahaya tanpa rasa sengat yang menyakitkan. Dalam setiap tarikan nafas, sorot matanya hanya terpaku pada kaca di sisi kiri ranjang. Menatap awan yang cerah dengan katupan bibir yang rekat. Tidak ada yang perlu ia bicarakan, karena diam jauh lebih baik. Diam adalah keputusan, dan meski sekalipun diam bukan berarti kepastian. 

Silam yang terlewati bukanlah waktu-waktu yang singkat. Ada banyak rasa sakit yang ia coba sembunyikan, dan hanya ia sendiri yang mengetahuinya. Kala ketika ia harus menerima bahwa penghianatan yang dirinya lakukan meluluh lantakkan perasaan seseorang, wanita ini begitu menyesal. 

Dalam setiap isak kepedihannya wanita ini hanya berharap dapat bertemu dan meminta maaf atas semua perbuatannya. Ia sadar dirinya begitu picik dan egois. Tapi ia juga hanya seorang manusia yang penuh dengan dosa. Cinta buta yang dirasakannya hanya sebuah rasa yang tidak bertujuan. 

Kala itu, pria itu bukanlah sosok yang dewasa dan wanita ini mengidamkan cinta yang dewasa. Hingga sosok lain itu hadir, memberinya perhatian dan rasa yang begitu diinginkannya. Sebuah perhatian dari seorang lelaki dewasa. Jika saja pria itu dulu memiliki sifat itu, mungkin wanita ini tidak akan pernah berpaling. Tapi semua telah terjadi. Hutan yang dulu ia pijaki bersama pria itu tidak ada lagi. Pria itu telah dan membangun sebuah hotel yang megah. Menyedihkan! Itulah yang wanita ini rasakan.

Tapi berbeda dengan wanita bersurai pendek ini. Masuknya ia tanpa suara membuat angin seolah berbisik dan menyerang hatinya dengan cepat. Membuatnya mengepalkan tangan untuk menahan perih yang merayapi. 

Melangkah perlahan, ia mencoba mendekat. Setiap langkah yang dirinya patrikan, wanita ini berharap tuhan cepat menyembuhkan gadis kecil dihadapannya ini. Ia tidak sanggup jika lebih lama lagi. Gadis kecil itu sudah terlalu lama menderita dan wanita ini ingin ia bahagia meski hanya beberapa saat saja. Setelah semua yang berlalu, setelah tembok tinggi yang wanita itu siapkan ia hancurkan, wanita ini berharap semua akan kembali seperti sedia kala.

"Sayang, jangan melamun." ia menegur dengan suara yang lembut sembari mengusap kecil rambut yang berantakan. Tidak ada angin di ruangan ini, tapi rambut wanita itu jelas berantakan. Entah apa yang membuatnya begitu kacau dan lusuh, tapi sejak dua hari yang lalu putrinya itu memang hanya selalu diam bagaikan seonggok patung. 

Hanna tahu apa yang dipikirkan wanita ini. Sesuatu yang sulit, yang tidak bisa ia uraikan dengan kasih sayangnya. Ada banyak kisah seperti film yang berputar, tapi pemeran hanya diperankan oleh tiga tokoh yang keras kepala. Gambaran yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Terkesan bodoh tapi juga menyedihkan. Lebih-lebih ketika yang ketigalah yang terluka begitu parah.

Terkadang hanna bertanya pada udara, kenapa harus ada tiga? Kenapa tidak hanya dua? Dan kenapa harus putrinya? Tuhan benar-benar tidak adil. Seperti apapun ia melihatnya, semua terlihat tidak adil ketika harus wanita ini yang menderita. 

Di dalam sebuah kehidupan seharusnya hanya terdapat dua pasang manusia yang saling mencintai. Tapi di sini ada tiga diantaranya dan mereka sama-sama memiliki cinta yang egois. Bagaimana cara ia memahaminya disaat justru putrinya lah yang menjadi ketiga? Ia merawatnya selama bertahun-tahun. Ia mendidiknya hingga wanita itu menjadi wanita cantik yang berkelas, tapi- tuhan benar-benar begitu kejam. Ia menghancurkan wanita itu hanya dengan satu kali sentuhan. Hanna mencoba menelisik maksud jauh lebih dalam. Tapi seberapa jauh pun ia melangkah mendekati, hanya kosong yang ia dapatkan. 

Wanita ini ingin berteriak menguapkan rasa sakitnya. Wanita kecil itu menatapnya sendu. Ada genangan yang siap merembes di pelupuk matanya. Dunia ini memang begitu kejam dan hanna mengutuknya. Mereka tidak memilih siapa yang akan hancur dan siapa yang lebih baik dihancurkan. 

Putrinya itu terbiasa memainkan lidah, tertawa ceria dan bertingkah manja. Tapi kini semua berubah, ia lebih diam dari yang lalu. Matanya yang indah meredup disertai pias wajah yang menyakitkan. Sangat begitu mengiris hati hanna. Jika saja bisa, wanita ini ingin menggantikan posisi putrinya yang terluka. Biar saja ia mati karena rasa sakit. Asal jangan wanita kecil ini,— jangan gyuri; jangan putrinya ini. Hanna terlalu menyayangi gyuri. 

Wanita kecil itu bagai mutiara yang begitu berharga untuknya. Untuk mendapatkan gyuri ia tidak begitu mudah. Banyak hal yang ia lakukan untuk mendapatkan gadis berwajah lucu itu. Menginjakkan kaki di jepang, memohon dengan bersujud, juga menangis dengan pilu. Semua hanna lakukan hanya untuk mendapatkan gyuri. Jadi jika hanya kerena seorang janin ia harus kehilangan gyuri, maka meski harus mati hanna tidak akan biarkan gyuri pergi meninggalkannya.

"Aku harus bagaimana eomma? Tolong aku." Bukan ego ketika wanita kecil ini akhirnya terpuruk. Ia hanya bingung dan tak bermaksud mengusik jalinan cinta dan hanna tahu itu. Gyuri bukan wanita jahat. Ia tidak seperti yang orang-orang pikirkan. Wanita tua ini memeluk putrinya, mengusap punggung yang bergetar, lalu mengecup sayang pucuk kepalanya. 

Wanita kecil nan cantik ini ia lah yang menjaganya. Hanna tahu apa dan bagaimana sikap gyuri. Dulu gyuri juga lah yang memohon pada miunso agar soeun kembali ke jepang. Gyuri begitu menyayangi soeun. Ia bahkan akan dengan nekat memberikan semua yang dimilikinya hanya untuk membahagiakan hati wanita iblis itu. Hanna begitu mengingatnya, ketika hari ulang tahun gyuri yang ke delapan tahun, gyuri memakaikan soeun dengan gaun mewah berwarna merah pemberian dari dirinya. Membuatnya memaki soeun hingga putrinya menangis keras. Dan akhirmya setelah semua terkendali, ia hanya bisa pasrah membiarkan soeun ikut merayakan ulang tahun putrinya itu. Soeun memang berengsek. Sejak dulu, sejak mata almond itu mentapanya, hanna tahu soeun akan menghancurkan kehidupannya. Dan itu juga alasan di balik kebencinya pada anaknya itu.

Menarik nafasnya, hanna kembali mengecup pucuk kepala gyuri. Wanita itu masih mengisak. Cengkraman tangan gyuri pada pakaiannya membuat hanna memejamkan matanya sejenak lalu membukanya dan menatap hamparan udara yang tak terlihat. 

Ruangan ini di dominasi warna putih yang bersih, nakas yang dipenuhi buah dan roti, juga ranjang khas orang pesakitan. Gyuri masih terus mengisak meski hanna terus mengusap sayang kepala belakangnya. Di punggung tangannya tertusuk jarum yang dalam, tapi bagi wanita ini tak ada rasa sakit yang tercipta selain di dalam hatinya. Di tempat ini juga operasi bedah pun tak akan terasa menyakitkan untuknya, karena bagaimanapun luka itu, luka di hatinya lah yang terasa begitu membunuh. Kimbum memang jahat. Dingin sifat pria itu kembali seperti dulu mereka pertama kali melemparkan pandangan. Seperti makhluk angkuh, tapi itu juga yang mampu meruntuhkannya. Gyuri mencintainya. Dari pertama kali mereka bertatapan, hingga kini cinta itu tak bersambut, rasa itu belum juga hilang. 

Sekalipun dulu ia berlari menyongsong jong si, rasa itu tidak pernah berubah. Sejak dulu hanya kimbum yang gyuri inginkan. Tidak perduli harus menipu, wanita ini hanya ingin pria bermata tajam itu menatapanya. Dan ketika semua keinginan ia dapatkan, ada sesuatu yang memaksanya berbelok dan berkhianat pada pujaanya itu. Tapi kimbum tidak mengerti dan justru mengkhianatinya dengan menikahi wanita lain. Itu sangat menyakitkan bagi wanita ini. Dengan begitu lamanya waktu yang ia butuhkan untuk memperbaiki dirinya, kimbum justru meninggalkannya tanpa memberi kesempatan kedua. 

Jadi siapa yang bersalah? Kenapa hanya dirinya yang dihina sementara kimbum juga melukainya. Pria itu juga sama brengseknya! Pria itu jelas menyentuh dan merenggut mahkotanya. Lalu, kini harus bagaimana dirinya?

"Jangan menangis nak. Semua akan baik-baik saja." lirih hanna. 

Ia menenggelamkan wajah rentanya pada helaian rambut kusut gyuri, lalu menangis dengan diam-diam. Di dunia ini tidak ada ibu yang ingin anaknya terluka. Tidak ada ibu yang bisa menerima anaknya dicampakkan begitu saja. Begitu juga dengan dirinya. 

Gyuri adalah putrinya, dan sejak dulu apapun akan ia lakukan untuk membahagiakan wanita cantik itu. Wanita ini menangis lebih sakit serta mengepalkan sebelah tangannya ketika luka yang dinikmati sang putri merembes hingga ke lubuk hatinya. Merobek secara perlahan dan menyisakan serpihan-serpihan kecil kebencian.

Gyuri menggeleng. "Tidak eomma. Aku sama seperti jalang. Aku,—— Aku kotor." Isaknya seperti jerit kegetiran. Membuat hanna meringis, dan membungkam bibir menahan cacian yang bersiap untuk terlontar. Ini benar-benar menyakitkan! Setiap untaian yang putrinya itu lontarkan seperti pisau yang meyayat dinding-dinding dihatinya. langit memang masih cerah tanpa awan, tapi rintik telah terjatuh mengiringi air mata kesendihannya.

"Anio. Kau putri eomma sayang. Kau bukan jalang." jawabnya lembut. Kedua tangannya naik mengelus surai hitam gyuri. Mrski dunia mencomooh tangisannya, hanna tidak perduli. Karena gyuri adalah putri kesayangannya. 

"Tapi dia tidak akan mengakuinya eomma. Eomma akan malu." isak gyuri. Ia semakin memperdalam pelukannya. Semua jerit yang ia lontarkan bukanlah permainan kata semata. Dokter telah memastikan kehamilannya, dan demi tuhan wanita ini hancur sehancur-hancurnya. Seperti apa sebenarnya kisah masa lalu gyuri juga tidak tahu. 

Dulu kimbum mencintainya yang bahkan seperti akan mati bila sehari saja mereka tidak bertemu. Pria itu akan selalu merengek jika saja dalam satu hari ia tidak menghubungi. Tapi kini, semua seolah hanya kepalsuan. Pria itu telah menyentuhnya, merenggut mahkota tersucinya. Lalu kini—— gyuri menahan isakannya ketika membayangkan kimbum akan membuangnya. Pria itu beristri dan begitu mencintai istrinya. 

Lalu bagaimana bisa gyuri meminta pertanggung jawabannya?! Kim so eun adalah kakaknya. Kakak perempuannya yang begitu ia sayangi. Demi tuhan, ia tidak akan tega jika harus mempertaruhakan wanita mungil itu. Seberapa benci pun keluarganya pada sosok soeun, tetap saja hanya wanita itu lah yang sejak dulu selalu mendukung semua keinginannya. 

Kali ini hanna yang menggeleng keras. Ia menangkup wajah gyuri dan mengarahkannya tepat ke depan wajahnya. "Eomma akan pastikan janinmu mendapatkan pengakuan dari ayahnya." ucap hanna. Suara wanita tua itu begitu tegas dan gyuri percaya ibunya tidak main-main dengan ucapannya. Dari mata wanita tua itu gyuri juga bisa melihat kilat kemarahan tercipta di sana. Membuatnya menangis lebih keras, lalu memeluk ibunya dengan erat. 

Hanya di sini tempat yang aman untuknya. Dalam pelukan hanna, gyuri merasa tak takut menghadapi hari yang kejam. Dan sekali lagi hanna mengisak dalam kebungkaman. Gyuri begitu rapuh dan ia tak dapat melakukan apapaun untuk mengurangi sesak putrinya itu. Tak ada satu orang ibu pun di dunia ini yang sanggup melihat anaknya terluka. Ia yang membesarkan wanita ini, ia yang selalu hadir di setiap tawanya. Ada banyak cinta yang telah ia curahkan dan demi apapun wanita ini tak akan biarkan Soeun melukai gyuri lebih dari ini.

Dulu wanita ini ingat ia harus kehilangan putranya karena kecerobohan soeun. Ia harus mendekap pilu bertahun-tahun hanya untuk menghilangkan rasa frustasinya. Hingga ketika gyuri datang, secercah harapan itu bangkit dari hatinya. Ia hidup karena tawa gyuri, dan jika kini putrinya itu harus hancur layaknya putranya yang dulu, maka wanita ini siap mengotori tangannya dan mengirim soeun ke neraka. 

Lagi pula siapa soeun? Wanita ini tidak pernah mengakui kehadiran wanita kecil itu sebagai putrinya. Baginya meski soeun putri dari suaminya, wanita itu tetap hanya seonggok sampah yang tidak berguna. Ratusan orang menyebut wanita itu sebagai putrinya, tapi tidak,—— bagi hanna hanya gyuri lah putri satu-satunya. 

Masa lalu menyimpan ratusan cerita yang tak bisa ia ungkap. Ada cerita yang tak akan pernah bisa orang lain pahami. Soeun bukan seperti wanita yang orang pikirkan. Ia bukan makhluk manis seperti yang selama ini orang bayangkan. Wanita ini tahu banyak yang hal tersembunyi. Siapa soeun, dan bagaimana sifat aslinya. Bertahun tahun ia juga merawat wanita itu. Dari mengganti popok hingga memeberi susu semua ia lakukan. 

Hanna ingat ia membenci namun tetap memelihara manusia kotor yang bukan hasil dari kandungannya itu. Jika saja saat itu tidak terjadi, jika saja soeun tidak pernah lahir, jika saja miunso tak berbuat bodoh dengan mempertahankan soeun, maka soeun tak akan pernah melukai putrinya dengan merebut kimbum. 

Titik-titik putih yang membayang membawanya masuk mengingat masa dimana dirinya memaksa soeun menikah. Ia juga memang bodoh. Jika saja dulu ia mengetahui kimbum adalah cinta pertama gyuri, maka hanna tidak akan pernah mengizinkan soeun menikah dengan pria itu. Lagu mungkin pengantar tidur yang indah, tapi isak juga salah satunya. Hanna tersenyum miris ketika nada tidak lagi mengalun. Ia masih tetap diam, memandang hujan yang perlahan semakin membesar.

Di sana langit juga meredup, dan matahari tidak lagi nampak berpijar. Angin menggoyangkan ranting yang lemah serta menghembuskan udara kekosongan. Mata redup itu telah menutup, hembusan nafasnya yang menyesak juga terdengar berat. Membuat hanna semakin menyimpan isaknya tersembunyi. Wanita dalam pelukannya ini lebih kurus dari beberapa waktu yang lalu. Terjalnya perjalanan cintanya membuat segala keceriaan gyuri hilang dari wajahnya. Memeluk dengan erat, wanita ini berharap dapat sedikit meringankan sakit yang mendera gyuri. Kelak, setelah hari ini, wanita ini bersumpah akan mengembalikan kimbum pada gyuri. Tidak akan ada soeun yang bahagia, karena kebahagiaan hanya milik putrinya seorang.


No comments:

Post a Comment