Semilir angin yang sejuk ia hirup dan menyadarkannya dari alam mimpi buruk yang lalu. Mengingatkan setiap detik perjalanan hidup yang sungguh berharga. Tentu saja untuk kali ini pria ini sangat menghargai dirinya sendiri, lebih memikirkan kemauan dirinya sendiri ketimbang urusan orang lain yang kasat mata. Memang benar ia adalah salah satu dari makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan masih membutuhkan orang lain, hanya saja sekarang pria ini—— kimbum, tidak terlalu mengutamakan orang lain lagi karena suatu peristiwa yang terjadi dahulu. Dari pengalaman hidup sebelumnya, ia lebih bisa belajar untuk memporsikan setiap urusan pribadi maupun orang lain. Yang sebagaimana sudah terjadi pada masa lalunya yang sungguh menyedihkan.
Sedikit cerita, dulu kimbum begitu sering melalaikan urusannya hanya untuk mengutamakan orang lain, atau katakanlah sesosok gadis yang telah mencuri hatinya. Segalanya ia lakukan untuk mencari dan mempertahankan harta yang menurutnya begitu berharga, hanya demi sesosok manusia cantik yang membuat kehidupan dan cara berpikirnya berubah hanya dalam satu hari.
Kimbum tidak pernah bayangkan sebelumnya jika dalam kehidupannya wanita itu akan sangat berpengaruh. Hingga suatu ketika pria ini harus menerima kenyataan bahwa kebaikan, cinta dan kasih sayangnya di salah-gunakan oleh oknum tertentu yang membuatnya jatuh terhempas begitu jauh.
Terdiam pada masa itu, kimbum memejamkan matanya sesaat. Betapa bodohnya dirinya jika berpikir kembali ke masa lalu. Masa yang selalu mengingatkannya untuk tidak melihat ke belakang lagi dan cepat-cepat ingin menutup semuanya di sebuah kotak terkunci, berharap tidak ada kunci yang cocok untuk membukanya kembali.
Sampai saat dimana akhirnya Tuhan kembali membawakan hati yang baru. Membuat pria ini berhasil memahami arti hidup yang sebenarnya, hidup yang tak berjalan mulus mengalir dan tidak seindah pada masa anak-anak saat itu. Peristiwa hidup sangat sulit untuk ditebak, karena itu semua terjadi spontan tanpa ada bentuk kesengajaan dan skenario ceritanya.
Jika saja kimbum bisa membuat skenario cerita hidupnya sendiri, mungkin yang ia terima dari sekian banyak warna hanya satu warna kebahagiaan saja dan tidak mengenal sekian banyak warna lain. Pria ini bukanlah seorang sutradara yang dengan gampang membuat dan menghapus skenario. Ia-— kimbum, hanya seorang pria muda yang sedang memaknai sebuah skenario dari Sang Pencipta.
Tersadar kini, ia telah mencapai level lumayan tinggi dalam pembagian peran dalam skenario cerita kehidupannya dari rasa kesedihan, hingga kini rasa kebahagiaan yang sudah hampir nampak terlukis nyata dan bukan lagi bayangan semu. Kimbum merasa sudah berjalan cukup jauh untuk meninggalkan seberkas kisah masa lalunya.
Memulai sesuatu yang baru sebenarnya sedikit sulit untuk dilakukan, tapi kimbum bisa menjalaninya. Kehadiran soeun di dalam hidupnya memiliki pengaruh besar dalam setiap perubahan sikapnya. Pola musim yang berubah-ubah hingga tetesan hujan yang menggema selalu dapat membuatnya merasakan hidup di setiap hembusan nafasnya. Ada rasa takut tercipta di dalam hati dan pikirannya. Sesuatu yang bahkan sejak dulu ia jarang rasakan meski terus bersama cinta pertamanya,gyuri.
Setiap hari dalam satuan menit kimbum selalu merasa seperti bayangan semu yang tak kasat mata. Dimanapun ia berdiri bersisian bersama gyuri, ia selalu seperti tidak terlihat. Dan kini semua kenangan itu bagai bayangan kelam yang mengerikan.
Kimbum menarik nafasnya, menggeser laptop sembari memijit lembut kepalanya yang begitu terasa berat. Pagi ini suasana sedikit memburuk. Cuaca tidak terlalu mengintimidasi tapi kepergiannya mungkin akan menjadi sebuah masalah kecil.
Ini terjadi setelah kepulangannya dari menemui gyuri. Soeun tiba-tiba menjadi pemurung. Wanita itu lebih banyak diam dan tidak berbicara hingga pagi ini. Apapun yang kimbum tanyakan soeun selalu memilih bungkam dan tidak mau menjawabnya. Dan sumpah demi apapun itu membuat kimbum frustasi.
Masalah yang muncul dalam hidupnya datang silih berganti. Baru dua hari yang lalu ia merasa tenang karena menyelesaikan salah satu masalahanya. Kini ketika ia bersiap fokus memikirkan kesehatan soeun, masalah baru justru hadir menghampirinya.
Mencoba berpikiran tenang kimbum memejamkan matanya kembali. Setengah jam lagi ia akan melakukan pertemuan dan ia tidak ingin semua rencananya gagal hanya karena masalah ini. Semua bawahannya telah diberi perintah untuk tidak mengusiknya, kecuali panggilan saat rapat tiba. Jadi untuk sejenak kimbum ingin melepaskan letihnya dengan menempelkan punggungnya pada sandaran kursi dan mengatur nafasnya secara halus.
Tapi baru saja ia merasa tenang kimbum lagi-lagi harus mengumpat ketika katupan pintu terbuka secara tiba-tiba. Pria ini bersiap untuk menghardik, tapi sekali lagi ia justru terkejut, ketika melihat siapa orang yang telah berani mengusiknya ketenangannya.
"Bum-ah, kenapa meninggalkanku?"
Kimbum masih terdiam, meski suara si empunya telah mengalun mewarnai suhu hangat ruangan. Manik mata pria ini berkedepi tiga kali seolah tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ada soeun di muka pintu dan wanita itu melangkah mendekati dengan terlebih dahulu melemparkan coatnya pada sofa.
Bibir wanita itu sedikit merekahkan senyum ketika mendapati suaminya menatapnya dengan wajah lucu. Kimbum sangat luar biasa tampan. Setelan jas mewahnya selalu mampu membuat soeun terpesona dan jatuh jauh lebih dalam. Bahkan meski kini pria itu menatap dengan pandangan bodoh, kimbum tetap luar biasa menawan.
"Kau kemari? Sendiri?"
Dan sesaat setelah sebuah benda hangat dan lembut menempel di paha kekarnya, kimbum dapat mengembalikan kesadarannya yang mendadak menghilang. Ia memang akan selalu menjadi tolol, jika wanita ini hadir dan mengusik. Kewarasan otaknya selalu saja hancur ketika soeun muncul dengan segala pakaiannya yang begitu terkutuk.
Pagi ini telah jauh sedikit berbeda. Tumpukan-tumpukan salju telah memudar dan tergantikan pucuk-pucuk hijau yang mulai muncul di beberapa batang. Kimbum menghela nafasnya ketika lensa mata menangkap putih yang menggiurkan. Soeun memang sangat menyebalkan, tapi menegur cara berpakaiannya hanya akan membuat wanita mungil itu semakin keras kepala.
Sementara soeun bersikap santai. "Tidak. Jilguk berada di bawah." jawabnya riang. Membuat kimbum terkekeh melihat pias wajahnya yang cantik. Wanita itu begitu lucu, terutama ketika ia menggelengkan kepalanya dengan sorot manik mata yang polos. Benar-benar terlihat menggemaskan. Bahkan di saat seperti ini saja, pandangan matanya telah menggoda kimbum untuk mencecap kelembutan tubuhnya. Jika saja saat ini ia tidak tengah di nanti rapat, sudah dipastikan tangan pria ini akan segera menutup pintu dan akan kimbum nikmati si cantik yang menggemaskan ini.
"Bukankah sudah ku katakan jangan keluar rumah, jika tidak bersamaku?"
Kimbum menyapukan telapak tangannya menyampirkan rambut soeun yang tergerai ke balik telinga. Soeun begitu malas untuk mengkuncir rambutnya dan itu adalah kebiasaan yang sangat di benci kimbum.
Wanita itu akan selalu membiarkan geraian rambutnya berkibas indah, dan membuat semua mata pria tertuju memuja pada kecantikannya. Sial! Kimbum mendengus dalam hati ketika membayangkan para pria di luaran sana telah lebih dahulu menikmati kecantikan istrinya serta lekuk tubuh menggoda soeun yang berbalut sabrina dress setengah paha.
Sejak kehadiranya dalam beberapa bulan ini, soeun telah memberikan ketakutan yang baru. Kimbum selalu takut seseorang mengambil miliknya. Soeun begitu berharga baginya. Tatapan mata dan sikap manja wanita ini adalah magnet tersendiri yang tak mampu membuat kimbum berpaling. Lihat, bahkan hanya dengan untaian kata teguran nan lembut, bibir soeun telah mengerucut seolah memancing kimbum untuk menciumnya.
Kecuali pada soeun. Dengan kecerdasannya yang minim itu, soeun menyumpah secara diam-diam. "Kenapa tidak memasungku saja?" gerutunya kemudian. Kimbum memang luar biasa menjengkelkan dan soeun memalingkan wajah memandang pintu yang terkatup.
Membuat kimbum lagi-lagi tersenyum lalu dengan lembut mengecup kecil dadanya yang tidak tertutupi pakaian. "Aku tidak setega itu." soeun jauh lebih sensitif dari beberapa minggu yang lalu. Kehamilan sialan itu membuat istrinya yang imut ini lebih sering merengek serta merajuk lucu.
Wanita ini juga sulit menerima asupan, dan semua sikapnya yang selalu memberontak selalu membuat kimnum frustasi dan tak berdaya. Terlebih dengan perubahan kesehatanya yang semakin hari terlihat semakin menurun. Dokter mengatakan bahwa usia kandungan itu telah memasuki usia empat bulan. Tapi entahlah? Soeun akan selalu muntah di pagi hari, dan di malam hari ia akan pucat dan tak bersemangat.
"Lagi pula kenapa kau meninggalkanku?"
Wanita ini masih menggerutu dengan manja. Hatinya masih cukup emosi karena tingkah laku suaminya yang keterlaluan itu. Bayangkan, disaat matanya terbuka dan ia berharap sosok kimbum lah yang dilihatnya, pria itu justru tidak ada. Setiap waktu kimbum hanya terus mengutamakan berkas-berkas sampahnya dibanding dirinya yang membutuhkan sebuah belaian. Itu benar-benar pukulan telak di dalam hatinya.
"Siapa yang mengabaikanku semalaman?" jawab kimbum cepat. Dan jawaban itu membuat soeun semakin dalam mengerucut kan bibirnya.
"Itu karena kau tidak pernah menemaniku tidur." sengitnya. Ia mendelik dengan marah lalu memuciskan bibirnya dengan keras.
Membuat kimbum lagi-lagi terkekeh. "Baiklah, aku minta maaf." wanita ini adalah segalanya untuknya. Menghabiskan hari bersama-sama membuat cinta itu tertanam begitu kuat. Wangi tubuh soeun menggodanya untuk selalu mencecapnya. Pria ini menangkup wajah soeun, mengecup bibir yang merah, lalu melumatnya sebentar.
"Apa kau masih marah." lanjut nya setelah melepaskan tautannya. Bibir soeun begitu lembut ketika lidahnya menjilatnya dengan lembut, dan kimbum tersenyum ketika soeun menggeleng dengan rona malu di kedua pipinya.
"Aku tidak marah bum-ah."
Sebening apa sebenarnya air hujan? Mungkin seperti kaca yang tipis. Begitu ringkih dan indah. Soeun menggigit bibirnya tersembunyi ketika kimbum menatapnya dengan sayang. Pria itu begitu baik tapi bagaimana bisa ia tega menipu nya begitu lama? Soeun ingin menangis ketika mengingat kembali perjalanan cintanya. Semua terasa begitu ambigu dan soeun tidak mampu memahami apa arti di balik semua rencana tuhan.
Sementara kimbum hanya diam. Ia masih menangkup wajah soeun dalam kedua telapak tangannya. "Kau bahkan mengabaikanku dan tidak bicara." lirihnya kemudian. Pria ini menerawang kaca pembatas dalam diam. Senyum miris bibirnya ukir ketika ingatannya berputar pada kejadian malam hari. Dimana ia pulang dan soeun sama sekali tidak mengacuhkan kehadirannya. Wanita itu seutuhnya mengabaikannya. Soeun tidak memeluknya dan semua itu membuat pikirannya memburuk selama dua hari ini.
"Maaf. Aku hanya mengira kau mencoba untuk menghindariku." tapi itu benar. Soeun menundukkan kepalanya untuk menutupi air mata yang siap merembes. Kimbum terus-menerus pulang di saat orang lain telah terlelap. Dan satu hari yang lalu pria itu tidur seorang diri bersama berkas-berkas sialannya. Soeun benci kimbum yang mengabaikannya. Kehamilan membuat moodnya selalu berubah-ubah, dan wanita ini ingin kimbum mengerti dan selalu ada ketika ia membutuhkannya.
"Apa maksudmu sayang?" dan demi apapun kimbum justru merasa tolol saat ini. Ia sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan soeun. Menghindari? Siapa yang menghindari? Bukankah sudah jelas soeunlah yang terus menerus menghindarinya?
"Janin ini, aku__" soeun menghentikan untaian ucapannya. Jantungnya bergemuruh mana kala ia mengingat kembali semua ucapan kimbum saat itu.
Di sisi lain kimbum menghela nafasnya berat. "Kau berpikir aku menghindar karena janin ini?" tanyanya lembut, namun soeun diam saja. Kimbum tahu wanita itu menangis jadi ia memeluknya dengan lembut. Sikap soeun yang seperti ini benar-benar membuatnya merasa tertekan dan buruk. Rasa sesal begitu cepat merayapinya dan membuat sebagian paru-parunya berhenti memasok udara. Ia tidak bermaksud menghindari istrinya, hanya saja sebuah misi yang direncanakannya menuntutnya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya, agar setelahnya ia bisa dengan leluasa menjalankan semua keinginannya.
"Apa kau tidak mempercayaiku lagi?" hal lain yang begitu kimbum takuti ialah soeun tak lagi mempercayainya. Dan bungkamnya bibir ranum itu semakin menyakiti perasaannya. Membuat debaran jantung kimbum yang semua normal mulai berdetak tidak karuan. Kimbum mengecup pucuk kepala soeun, wanita itu berada di atas pangkuannya tapi justru kimbum merasa soeun perlahan menjauh.
"Aku memang tidak mengharapkannya sayang, tapi menghindarimu? Ku rasa aku pasti sudah gila jika melakukannya." ya itu benar. Pria ini memang tidak mengingkan janin itu. Tapi menghindari soeun? Bagaimana mungkin ia dapat melakukannya jika kebungkaman soeun saja telah membuat kimbum hampir gila.
"Kau tidak berbicara saja itu sudah membuatku sesak. Lalu bagaimana caraku untuk menghindarimu?" tambah kimbum. Pria ini mengeratkan dekapannya untuk menghentikan tangisan kecil itu. Soeun tidak boleh tertekan, karena itu akan membuat tubuh mungil itu menjadi lemah dan ia akan mudah sakit. Satu hal lain yang juga membuat kimbum membuka matanya lebar. Keegoisan pria ini hilang saat dokter menyatakan chocolate adalah asupan utama istrinya itu. Kimbum tidak lagi melarang wanitanya itu mengkonsumsi chocolate, melainkan kini kimbum selalu pastikan soeun mengkonsumsinya sesaat dan setelah ia selesai makan.
"Benarkah?" soeun mengangkat tubuhnya lalu menatap kimbum intens. Tangisannya mendadak berhenti dan ia merasa secercah harapan datang menghampirinya.
"Aku tidak akan pernah menghindarimu sayang." dan jawaban itu membuat soeun mengukir senyum di hatinya. Soeun kembali memeluk kimbum erat. Ada buncahan bahagia yang coba ia bagikan pada debaran jantung kimbum yang menghentak dengan keras. Soeun dapat merasakannya, kedua jantung mereka bergerak bersamaan menciptakan debuman yang indah.
"Jadi kau menerimanya?" tanya soeun kemudian. Ia terus menahan diri untuk tidak meloncat dari pangkuan kimbum hanya untuk menyalurkan uforia kebahagiaannya. Soeun menyungging senyum yang lebar di balik dekapan kimbum. Ia bersumpah, selama apapun ia harus menunggu, soeun akan menunggu jika itu memang mampu membuat kimbum menerima keadaanya. Tuhan memang tak terlihat tapi soeun yakin ia mendengar segala keinginannya.
"Tidak!" dan sekali lagi wanita mungil ini menahan sakit dalam diam. Hilang sudah sinar harapannya. Kini semua akan sulit untuk ia hadapi seorang diri. Tapi kimbum juga hanya manusia biasa yang hanya membutuhkan kehadiran istrinya. Pria ini tidak membutuhkan bayi jika itu harus merenggut soeun dari sisinya. Kimbum menurunkan soeun dengan lembut, lalu melangkah mendekati dinding kaca yang luas. Pikirannya dalam sekejap berkecamuk dan ia tidak ingin memukul soeun hanya karena amarahnya yang perlahan terpancing.
"Bum-ah."
Soeun tidak ingin menyerah begitu cepat. Ia tahu bahwa tuhan itu adil. Bahkan batang tua yang telah mati bisa saja hidup kembali jika memang Tuhan menghendakinya. Lalu kenapa ia tidak? Ia bahkan masih hidup dan belum sekarat. Sekalipun kelak ia harus sekarat, soeun akan menjalaninya dengan tulus. Soeun berjanji ia tidak akan merengek, tapi- walau bagaimanapun ia tetap membutukan kimbum di sisinya.
Soeun melangkah semakin mendekati lalu memeluk kimbum erat. Punggung kimbum begitu kokoh dan soeun merasa nyaman ketika mendekapnya. Entah berapa lama lagi ia mampu merasakannya? Setiap detik yang berdetak, soeun selalu merasa akan segera tiba waktunya meninggalkan pria ini. Jadi untuk menebus kepergiannya, soeun ingin meninggalkan sesuatu yang mengikat mereka jauh lebih rekat. Soeun ingin kimbum bersedia menerima janin serta merawatnya dengan tulus. Janin itu tidak memiliki kesalahan apapun dan soeun tidak ingin kimbum membencinya karena karena sebuah penyakit sialan.
Namun dalam kenyataan pria ini juga sama terlukanya. Kimbum memutar tubuhnya, mengusap pipi soeun sebentar lalu memeluk wanita itu sekali lagi. "Jangan paksa aku sayang. Aku sudah menuruti keinginanmu, jadi ku mohon jangan paksa aku." jika boleh jujur kimbum begitu ingin menangis. Ia masih merasa seperti ayah kejam yang buruk. Tapi apapun itu dia hanya takut soeun hilang dari pandangan manik matanya. Ia membutuhkan soeun untuk dapat tetap bernafas. Tiap detik yang ia lewati, sosok soeun telah menjerumuskannya ke dalam pusara cinta yang membara. Kimbum tidak sanggup jika harus kehilangan Soeun. Ia sudah pernah kehilangan dan kimbum tidak ingin merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya. Cukup satu kali ia hancur ketika gyuri pergi meninggalkannya. Kini, jika soeun sampai ikut pergi meninggalkannya, kimbum yakin ia akan gila.
Soeun sumber kewarasannya. Wanita itu telah meruntuhkan dinding beku yang dibangunnya selama dua tahun, membuatnya dapat bersikap hangat kembali. Jadi jika soeun tidak ada, tidak ada pula alasan kimbum untuk mempertahankan kewarasannya.
"Kau masih berniat membunuhnya?"
Soeun melepaskan pelukan kimbum lalu menatapnya dengan memohon. Pria itu menatapnya tidak lagi dengan cinta. Ada sorot marah yang lensa kimbum pantulkan dan soeun menyesal telah mengusik hati suaminya itu. Ia paham akan setiap kalimat kimbum, tapi tidak adakah harapan untuk kimbum menerima janinnya?
"Jika itu melukaimu lagi, aku akan membunuhnya." jawab kimbum cepat. Dan itu lah kebenarannya. Kimbum akan hancurkan siapa saja orang yang berani menjauhkan soeun dari pandangannya. Tidak perduli itu orang tuanya atau benihnya sendiri. Pria ini begitu mencintai soeun lebih dari apapun. Hadirnya soeun dihadapannya saat ini saja telah membuat pikirannya yang kacau menjadi baik dan waras. Lalu, bagaimana bisa ia membiarkan soeun hilang dari pandangannya?
"Jangan membencinya bum-ah. Aku yang menginginkannya." tapi mereka memang sama sama egois. Soeun menangkup wajah kimbum, menatapnya lembut berharap pria itu mau melembutkan sedikit hatinya yang mengeras. Itu buah cinta mereka dan mereka sendirilah yang menghancurkannya.
Namun kimbum mendesah kasar."Terserah. Aku tidak ingin berdebat." jawabnya kemudian dengan begitu dingin. Ia menepis jemari soeun kasar lalu memilih duduk di atas kursi. Wanita itu memang mengerikan. Hanya dengan pandangan redupnya saja, kimbum merasa sepeti tengah berada dalam sidang kematian. Jantungnya kembali bergemuruh kuat. Hembusan nafas soeun selalu saja membuat kesadarannya menghilang, dan- hampir saja ia mengatakan IYA.
"Aku mencintaimu." di sisi lain soeun tersenyum sembari kembali menaiki paha kimbum yang panas. Wanita ini menyadari bahwa suaminya itu hanyalah tengah emosi. Dari sorot matanya yang melembut, soeun tahu kimbum hampir mewujudkan keinginannya. Dan soeun akan pastikan itu. Cepat atau lambat kimbum akan menerima janin nya itu.
Tapi kimbum bukanlah orang yang bodoh. Pria ini tahu soeun sedang mencoba merayu hatinya. "Kau sudah makan?" jadi sebelum istrinya itu semakin jauh menggoda dengan segala tingkah yang aneh, kimbum segera mengalihkan topik pembicaraan mereka. Pria ini sangat begitu hapal bagaimana tingkah nakal istri mungil nya itu. Soeun tidak akan pernah berhenti kecuali ia mengatakan YA! Tapi tidak, kimbum masih membutuhkan waktu untuk menenangkan hatinya. Ia mungkin terlihat biasa di luar, tapi di hatinya? Seseorang harus mengetahui jika ia hancur di setiap kedipan matanya.
"Ya." ketus soeun. Ia sadar kimbum mengelak dari rayuannya. Dasar pria tampan sialan! Soeun menyumpah sesal dihatinya sembari memandang kimbum dengan kejam. Oh, harusnya ia tidak merayu pria beku berstatus suami kesayangannya itu.
Kimbum tak mampu lagi menahan rekahan lebar di bibirnya. Ia tersenyum bahagia melihat kekesalan istrinya tersebut. Lalu dengan masih mempertahan senyumannnya kimbum mengecup bibir soeun yang memucis lucu dengan lembut. Ah, bibir itu selalu manis. Sensasi kelembutannya selalu saja membuat kimbum tidak dapat mengontrol gairahnya. Kimbum menarik tengkuk soeun, menahannya dengan tangan kirinya, lalu memperdalam ciumannya semakin bernafsu.
Terlebih soeun membalas lumatannya jauh lebih lembut. Bibir mungil itu begitu lihai membelai bibirnya yang tebal. Minyak dari lip balm soeun yang manis dan licin semakin membuat ciuman keduanya melupakan dimana kini mereka tengah berada. Bahkan ketika pintu berderit dan memunculkan seorang pria dengan manik bola mata yang membulat serta bibir yang menganga, soeun maupun kimbum tidak sama sekali menyadarinya. Mereka terlihat begitu asik memadu cinta, seolah ingin menunjukkan bahwa mereka begitu saling mencintai. Kimbum bahkan terus saja menghujami bibir soeun dengan cumbuan mematikannya disertai dengan usapan lembut di bagian punggung yang semakin membuat soeun semakin tidak tahan untuk mendesah.
"Ahh."
"Ah, kalian memang tidak tahu malu!!" ketika akhirnya desahan itu meluncur dengan bebas, jilguk-— pria yang berdiri di ambang pintu itu menggerutu dengan kesal. Dia melangkah lebar menuju sofa, lalu menjatuhkan tubuhnya dengan begitu kasar. Sial!
Pria ini mengumpat berkali-kali dalam hatinya mengutuki kemesuman kimbum dan soeun. Bisa-bisanya kedua manusia itu menikmati cumbuan di dalam ruangan, yang jelas-jelas bahkan waktu bekerja belum berakhir. Bagaimana jika salah seorang bawahan kimbum yang masuk dan melihatnya? Oh astaga, kimbum memang sudah gila! Mungkin jika hanya soeun yang menikmatinya itu tidak akan jadi masalah, karena biar bagaimanapun jilguk tahu kakak iparnya yang cantik itu tengah menghadapi ujian hidup yang begitu berat. Tekanan yang soeun rasakan mungkin membuat wanita mungil itu ingin menyalurkan rasa frustasinya dengan mencium kimbum.
Tapi yang terjadi? Jelas-jelas jilguk melihat kimbumlah yang paling bernafsu. Pria itu seperti kerasukan iblis mesum dan percayalah jilguk merinding melihatnya. Pria ini bahkan yakin kini wajahnya telah memerah karena malu. Hey, dia jarang berciuman dengan wanita, dan melihat adegan foreplay beberapa saat yang lalu jelas-jelas membuatnya shock dan mati kutu. Dia kalah telak dari seorang Kim sang bum.
Bagaimana dengan tokoh utama perbuatan mesum? Tolong lihat sendiri, karena jilguk bahkan tidak berani memalingkan wajahnya menatap kimbum. "Apa kau tidak bisa mengetuk menggunakan tanganmu?!" dan hardikan kemurkaan yang mengudara membuat jantung pria kecil ini semakin berdetak tak terkendali. Jilguk mengangkat wajahnya, dengan segera menatap kimbum dengan gelisah. Jangan harap ia akan selamat jika terus bertahan menundukkan wajah.
"Aku terburu-buru. Jangan menatapku seperti itu hyung." ayolah, ia hanya tidak sengaja. Demi tuhan selama setengah jam ia panik karena soeun menghilang dari pandangannya. Wanita itu meninggalkannya bersama dua bodyguard bodoh yang di sewa kimbum ketika sedang singgah di sebuah restoran siap saji. Siapa tadi yang mengatakan lapar dan ingin spaghetti? Aish, jilguk mendesis ketika di ujung sana soeun terkikik dalam pangkuan kimbum. Wanita itu jelas tidak merasa bersalah. Jangan merasa bersalah dan minta maaf, tersipu malu karena tertangkap tengah bercumbu pun tidak. Dasar si mungil yang menyebalkan! Caci jilguk membatin. Lihat saja nanti, ia pasti akan membalas soeun.
"Kenapa kau membawanya keluar." tapi tidak semudah itu juga jilguk lolos dari ancaman kimbum. Kimbum mengeraskan rahangnya lalu menatap adik sepupunya itu tidak suka. Pria ini benci perusuh, dan jilguk adalah setan perusuh yang menjengkelkan. Kimbum tidak sama sekali malu karena pria tengil itu mendapatinya tengah bercumbu dengan istrinya, tapi yang kimbum kutuk ialah kehadiran jilguk yang menggagalkan cumbuan panas yang diberikan soeun untuknya.
Untung saja pria setengah tinggi itu masuk sebelum ia menjalarkan tangannya pada area payudara soeun. Jika saja jilguk masuk di saat yang tidak tepat, kimbum bersumpah akan mencongkel matanya keluar, karena sudah kurang ajar menonton adegan percintaannya yang begitu panas dan menggoda. Terlebih soeun sangat seksi ketika merintih dan mendesah, dan demi rusa bertelinga singa ia tidak akan terima jika jilguk sampai mendengarnya.
Sementara di tempatnya duduk jilguk mengerang kesal melihat soeun yang dengan santainya menempelkan kepala di dada kimbum, bersikap seolah-olah tidak akan terjadi apapun. "Nona yang memaksaku." gerutunya lagi. Kepercayaan diri pria ini telah hilang saat kimbum menatapnya dengan bringas. Jilguk merasa tidak akan lama lagi kimbum akan memangsanya dan meremukkan tulang-tulangnya. Oh jika jilguk dapat bayangkan, kimbum terlihat seperti manusia srigala yang menakutkan. Pria tampan itu hanya tinggal diberi taring dan ia akan sempurna menyerupai makhluk buas yang tampan.
"Dan kau menurutinya? Bodoh!" maki kimbum. Jilguk terlihat tolol dimatanya. Sudah jelas-jelas sejak soeun terbaring sakit ia memerintahkan pria kecil itu untuk menjaga wanita itu, agar soeun full melakukan rehat dan tidak pergi ke mana pun tanpa ada dia di sampingnya, namun jilguk memang manusia bebal. Kimbum menghela nafasnya kecil. Beberapa menit lagi rapat akan segera dimulai dan ia tidak memiliki banyak waktu untuk meladeni kalimat-kalimat bodoh jilguk. "Antarkan istriku pulang." titahnya tegas. Namun belum sempat jilguk melontarkan jawabannya, soeun sudah lebih dahulu menghentikannya.
"Shireo!" tolak wanita keras. Membuat kimbum harus berkali-kali menahan kesabarannya. Kesehatan dan mood soeun tidak stabil. Wanita itu akan selalu melawan selama ia memiliki kekuatan. Ini semua juga kesalahan jilguk! Pria itu- nanti kimbum pasti akan menghukumnya. Sekarang yang harus terlebih dahulu ia selesaikan adalah istri cantiknya yang menolak untuk pulang.
Kimbum menangkup pipi gempal soeun yang putih, lalu mengarahkannya pada lensa matanya." Ayolah sayang, aku tidak bisa menemanimu." bujuknya halus. Kimbum tidak ingin soeun menangis karena merasa ia mengusirnya. Pria ini ingin soeun pulang dengan bahagia agar kelak soeun tidak lagi mengabaikannya.
Soeun menggeleng. "Jilguk akan menemaniku." jawabnya mantap. Ia tersenyum dengan manis dan menatap kimbum dengan sayang. Wanita ini tidak sama sekali takut kimbum akan memurkainya. Pria itu bahkan berada dekat dengannya, hanya terpisah celah hidung yang membuatnya merasakan hawa panas nafas suaminya itu.
Kimbum memejamkan matanya sesaat. Soeun sangat keras kepala. Bagaimana caranya agar wanita itu mau pulang? Mengalihkan tatapannya, kimbum memandang jilguk memohon bantuan. Tapi nihil, jilguk hanya mengendik bahu menolak. Ya bagaimana pun juga kimbum tahu sekalipun ia memaksanya, jilguk tak akan mau berurusan dengan kakak iparnya itu.
"Rapat akan berlangsung selama satu jam. Apa kau bisa menunggu huh?" sekali lagi kimbum mencoba bernegoisasi dengan lembut. Alunan nadanya bahkan membuat soeun tersenyum senang dan mengangguk dengan ringan.
"Hemm." gumamnya manja. Namun jawaban itu adalah jawaban paling salah yang ia lontarkan. Karena selanjutnya manik mata kimbum yang lembut berubah menjadi manik tajam yang harus segera di awasi soeun.
"Kau yakin? Soeun cobalah untuk tidak membangkang." dan selanjutnya nada yang melembut turut berubah menjadi nada kemarahan yang menakutkan. Tapi tetap saja soeun menggeleng.
"Aku tidak mau."
"Hahh." kimbum menghela nafasnya kasar. Tatapan matanya tetap terarah tajam pada wanita yang duduk dengan tenang di atas pangkuannya sembari menebarkan senyuman polos. "Baiklah, tapi jika sampai nanti malam kau merengek karena sakit,— aku benar-benar akan memasungmu." Tidak ada gunanya ia berdebat dengan istri mungilnya itu. Soeun keras kepala dan kekerasan kepala gadis itu melebihi batu besar di jurang terjal. Jika ia tetap memaksakan keinginannya bisa jadi soeun menangis dan terbaring seperti beberapa hari yang lalu. Oh kimbum akan gila jika itu terjadi. Kimbum mengusap kepala soeun ketika wanita itu mengangguk dengan bahagia. Selalu seperti ini, ia akan selalu saja kalah pada alunan manja dan menggemaskan itu.
Mengalihkan lensa matanya, kimbum memandang jilguk dengan sorot mata tajam. "Jaga dia dan pastikan istriku tidak kelaparan." perintahnya dingin. Kimbum lalu membantu soeun berdiri kemudian menuntunnya berjalan mendekati jilguk. Waktu rapat telah tiba dan dia harus segera bersiap. Setelah mencium kecil bibir istrinya kimbum berlalu mendekati kembali meja kerjanya, lalu mengambil sekotak chocolate dan memberikannya pada soeun sembari tak lupa terus melemparkan tatapan membunuh pada sosok jilguk yang juga memandangnya takut.
Jilguk yang menyadari kimbum menunggu jawaban darinya, memucis dengan cemas. "Arraso hyung. Kau semakin menakutkan." gerutunya. Kimbum sangat menakutkan. Apa salahnya sepupu tampannya itu mengatakan jika menanti sebuah jawaban? Dari pada ia menatap dengan tatapan iblisnya.
Dasar makhluk beku! Caci jilguk dalam hati saat kimbum dengan masa bodohnya melengos begitu saja. Sementara soeun terkikik pelan sembari menikmati chocolatenya. Ah ini manis. Kimbum memang sangat romantis. Pria itu tidak lagi melarangnya mengkonsumsi chocolate, melainkan cenderung lebih memanjakannya dengan puluhan chocolate mahal. Bila soeun hitung-hitung, mungkin sudah ada seratus chocolate yang kimbum berikan setelah pria itu mengetahui penyakitnya. Tapi biar saja, setidaknya dengan begini sedikit sesal dihati soeun berkurang dan terobati.
Lain halnya dengan kimbum. Langkah kaki pria ini terdengar pasti dan bernada. Jasnya masih tertata rapi, dan rambutnya tidak sama sekali berantakan meski soeun telah merusuhinya sesaat tadi. Ada senyum di bibirnya ketika beberapa orang bawahan menyapa kehadirannya. Seorang pria bertubuh tinggi juga telah berjalan mendampingi, juga ada seorang sekertaris tua yang masih mempertahankan kecantikannya bersama enam bodyguard berbadan kekar.
Mereka menaiki lift khusus para petinggi hingga tiba di salah satu lantai teratas. Lorong yang panjang membawa mereka terus menuju ke sebuah pintu besar berwarna putih bersih. Bogem- pria yang sejak tadi berjalan berdampingan dengan sang pemimpin utama memberi isyarat pada empat orang penjaga untuk membukakan pintu. Tepat ketika pintu terbuka lebar dan rombongan berjalan masuk, angin terhenti bersamaan kimbum yang terdiam. Rencana tuhan tidak pernah manusia ketahui. Dan pria ini juga mengetahui bahwa cepat atau lambat semua akan menjadi kenyataan seperti semua yang dipikirkannya. Kejadian buruk akan segera memorak-porandakan pernikahannya. Shit! Pria ini menggeram emosi dalam diam. Dia mengepalkan tangannya bersamaan dengan bogem yang bergerak maju mendekati sebuah kursi di sisi kiri sembari menatap dengan sorot mata murka.
"Selamat siang tuan kim."
To be continue...
No comments:
Post a Comment