Kau menangis, namun hatiku yang terluka.
Apa ini ?
Kau merubah segalanya, menanamkan sesuatu yang berusaha selalu ku tolak.
—Kim Sang Bum
.
.
.
Suhu di Tokyo pada bulan september di pagi atau malam hari berkisar 18 hingga 28° celcius. Meski berkemungkinan mendatangkan angin topan, namun udara di pastikan masih tetap menyegarkan. Musim gugur di jepang adalah saat paling baik menikmati perubahan warna bunga menjadi daun musim gugur yang berwarna kemerahan atau biasa disebut momiji.
Tapi itu tidak berarti bagi Siwon, ia mengernyit ketika melihat sang istri meringkuk sendu di atas sofa. Diam dan bergetar, membuat pria yang baru saja tiba ini mengernyit melihat tingkah aneh sang istri. Jhin Ae tampak berbeda sejak kehamilannya. Wanita bermarga asli Kang itu lebih banyak terdiam dan berpikir. Berbeda dengan sifat asli yang biasa di lihatnya. Sosok Jhin Ae yang seperti ini terkadang membuat Siwon cemas dan khawatir pada kesehatan sang istri. Ibu hamil sangat dilarang untuk frustasi atau terlalu banyak berfikir. Itu bayi pertama meraka, dan Siwon cukup mengharapkan kehadirannya setelah tiga tahun pernikahan.
"Ada apa? Kau tampak buruk." ucapnya. Ia mencoba mendekat, duduk di sisi kiri sang istri yang masih tertunduk menatap ponsel dalam genggaman. Waktu menunjukkan pukul 23.00 pm. Cukup malam bagi seorang wanita hamil menikmati kegelapan.
Siwon mendesah dalam hati, seharusnya ia masih akan lembur, namun panggilan yang dilakukan Jhin Ae merubah semua keputusannya. Dan di sinilah Siwon, ruang keluarga yang menyimpan aroma lavender menyegarkan.
"Soeun berada di Paris, dan dia melihat appa." lirih Jhin Ae. Tubuh wanita itu kembali bergetar kuat saat menatap manik mata Siwon. Rasa kalut menyelimuti perasaan sensitifnya. Minjae membenci Soeun dan pria tua itu tidak akan pernah mau menemui Soeun.
Siwon menegang.
"Kau serius?" tanyanya panik. Ia menarik Jhin Ae ke dalam pelukannya. Mencoba untuk menenangkan, meski pada kenyataannya, hatinya pun turut merasa pilu, ketika mengetahui kenyataan yang baru saja istrinya itu sampaikan.
"Eottoke? Dia tidak boleh menemui appa."
Bayangan kehisterisan Soeun kembali merayapi pikirannya. Membuat Jhin Ae mengisak pilu di balik dada kekar Siwon. Gadis mungil itu tidak stabil. Soeun masih terguncang. Akan sangat berbahaya jika sang ayah kembali melukai perasaan adik kecilnya itu.
"Tenanglah. Kita akan menyusulnya."
Jhin Ae mengangguk. Mengeratkan pelukannya semakin ke dalam. Mengisak lebih kencang guna menenangkan kecemasannya. Perutnya juga mendadak terasa keram ketika jantungnya berdetak di luar batas kecepatan. Jhin Ae tak ingin terjadi pendarahan hanya karena sebuah tekanan. Namun kondisi kejiwaan Soeun sungguh tak mampu diabaikannya begitu saja.
Di tempat duduknya, Siwon mendesah sesal. Entah apa lagi yang akan terjadi jika sampai Soeun menemukan Minjae di Paris. Ini semua kesalahannya. Pria ini merasa begitu ceroboh tak menyadari sang ayah mertua masih bertahan sedikit lebih lama. Pekerjaan yang menumpuk membuatnya melupakan banyak hal.
Kembali Siwon mendesah batin. Jika rafalan doa bermanfaat, maka ia akan dengan senang hati merafal sepanjang malam untuk keselamatan Soeun. Namun mengingat sifat asli Minjae, Siwon kembali memasrahkan pada sang ilahi.
Siwon meraih ponselnya, mengetik pesan singkat pada asistennya yang mungkin saja telah tertidur lelap. Lalu beranjak dengan membawa Jhin Ae dalam gendongannya.
Wanita itu harus beristirahat. Perjalanan panjang mungkin akan sedikit menyusahkan kenyamanannya. Dan lelap adalah hal terbaik untuk mempersiapkan stamina dalam hal menghadapi kekeraskepalaan seorang Kim So Eun.
No comments:
Post a Comment