Langit secara perlahan berubah menjadi jingga. Menghantarkan udara dingin menyapa permukaan kulit sensitif. Aroma chocolate memeuhi ruangan, aroma terapi bagi gadis yang masih tergeletak dalam lelapnya.
Kimbum memilih membawa soeun kembali ke hotel. Memastikan keamanan berada dalam kungkungan pengawasannya.
Rumah sakit cukup berbahaya jika pria tua itu kembali menghampiri gadisnya. Bukan karena soeun namun demi pria tua itu sendiri. Karena kimbum dapat pastikan pria itu tidak akan selamat jika saja manik matanya melihat pria itu di dekatnya. Tak ada ampun bagi siapaun yang melukai belahan jiwanya.
Appa? jika ia seorang appa lalu kenapa ia tega mendorong keras tubuh putrinya. Kenapa raut dingin mendominasi setiap alunan nadanya? Inikah asli kehidupan seorang kim so eun? Inikah alasan sang wo dan sahee begitu melindunginya? Lalu apa arti kehadirannya? Bahkan dirinya tak mampu melindingi gadis yang kini begitu dicintai.
Cinta?
Kimbum mengangguk kecil. Ia mengakuinya. Ia benar-benar jatuh cinta pada sosok mungil si pengusik hati. Lelah menolak rasa, mengegoiskan hati hanya untuk seorang gadis yang bahkan tak pernah kembali. Soeun berhasil meraih semua sisi dalam hatinya. Dan kimbum menyesal, mengakui ketika soeun telah begitu memendam luka.
Lagi kimbum menghela nafas, mengacak rambutnya sedikt kasar, memberi gambaran aneh pada wajah tampannya. Ini pertama kali dirinya frustasi, takut dan cemas. Sekalipun kekasihnya pergi dulu ia hanya merasa kecewa dan tidak terima. Itu berbeda dengan keadaan saat ini. Pucat wajah soeun benar-benar menyesakkan saluran pernapasannya. Membuat kimbum sulit untuk menikmati oksigen di udara yang mendingin.
"Dia tertekan tuan." Dokter dush mendekat, ia salah satu dokter kepercayaan keluarga kimbum di perancis. Pria tua dengan usia sekitaran 58 tahun.
"What? Why?" tanya kimbum. Raut wajah anehnya kini justru berubah menjadi menyeramkan. Geraman dan lukisan rahang keras kimbum cepat menakuti dokter dush.
"Saya tidak tahu. Yang jelas istri anda sedikit depresi." jawab dush. Ia cukup mengenal sifat kimbum, pria tampan itu juga sering melaksanakan temu bisnis di kota ini. Dan menggunakan jasanya ketika kelelahan, meminta suntikan vitamin dan doping untuk kesegaran. Matanya meredup menangkap tingkat kecemasan di mata kimbum. Dush tersenyum menyadari kimbum mencintai gadis mungil bertubuh putih bersih itu. Bukan tak mengetahui, ia termasuk salah seorang kepercayaan yang merawat jung so ketika pria itu kritis karena ulah kimbum. Jadi dush mengetahui segalanya, dan cukup tak percaya gadis mungil itu dengan cepat merebut hati pria dingin nan tampan itu.
"Baiklah terimakasih." jawab kimbum. Ia menghembuskan nafasnya rendah, menatap rileks dush yang masih tersenyum tipis. Lalu beranjak mengantarkan sang dokter ke depan pintu kamar hotelnya. Kimbum menyadari dush mengetahui perasaanya, itu lebih baik karena memang ia tidak ingin lagi mendusta.
Langkah kakinya terhenti ketika isakan kembali terdengar, tidak ada waktu untuk berpikir karena ia mengenali suara yang menyapa. Kimbum belari kecil memasuki kamarnya, mendekati tubuh lelap soeun namun mengeluarkan isakan yang menyayat.
"Ada apa dengan mu? Bangunlah, katakan padaku. Aku berjanji akan melindungi mu." ucap kimbum lirih. Ia mengecup lembut kepala soeun mengusap sayang dahi berkeringat sang istri. Mungkin ini pertama kalinya ia bersikap lembut. Ia Ingin menangis namun harus menahannya ketika soeun menjerit igau dalam tidurnya.
"Appa... Appa bogoshipo." igau soeun.
"Soeun, buka matamu." panggil kimbum. Ia menepuk-nepuk lembut pipi soeun. Membalur aroma terapi pada kedua tangannya lalu kembali menangkup wajah sang istri.
"Joon bogoshipo. Hiks, jeongmal bogoshipo."
"Mwoo??" jerit kimbum. Ia menatap kesal sang istri sambil mendengus dalam hati. Haruskah ia kini menyiram soeun dengan seember air? Bagaimana bisa gadis itu memimpikan pria lain di saat tengah berbulan madu?
"Ku mohon jangan tinggalkan aku lagi joon. Aku takut, ku mohon bawa aku." igau soeun. Kepalanya menggelang kuat mengiringi racauan tak sadarnya. Dahinya basah dan nafasnya semakin memburu.
"Kim so eun apa yang kau katakan?! Buka matamu dan lihat aku!!" rutuk kimbum. Ia mencoba menahan emosi, bersikap waras menyadari soeun hanya sedang mengigau. Kembali tangannya meraih kepala soeun, menepuk lembut pipi chuby soeun. Itu lebih baik dibanding tersiram seember air membekukan.
"Dia membenciku joon. Semua orang membenciku. Ku mohon bawa aku." lagi dan soeun semakin menggila dalam racauannya. Matanya mulai terbuka namun tetap tak dalam keadaan sadar yang seutuhnya.
"Berhenti memanggil nama pria lain dihadapanku! Kau menyakitiku."
Kimbum menarik kasar tubuh soeun, mendekapnya erat menahan gemuruh detak jantungnya. Sial! Cemburu pada seseorang yang tak terlihat begitu terasa menyakitkan dan memalukkan.
"Andwe joon ak____"
Alunan terhenti dihentikan soeun. Ia melotot tetap tanpa kesadaran sepenuhnya. Menatap kaget pria yang kini tengah berada tepat dihadapannya. Soeun menghembuskan nafas sedikit-sedikit, mengatur ritme detak jantungnya dan mencoba menyadarkan otak bodohnya.
Detakan jam mendetak alam. Jerit para burung seolah mengabarkan telah siapnya malam. Room service terus berteriak memanggil sang tuan besar, menunggu tanpa mengetahui kisah romansa sedang terjadi.
Kimbum tersenyum mencemooh keidiotan otaknya, namun tidak menghentikan aksi gilanya. Bibirnya terus mencecap dan melumat kasar bibir bungkam soeun. Mengabaikan sang istri yang masih dalam tahap pengembalian kesadaran pada tempatnya.
Kimbum menggeralkan tangannya melepas kaos ketat seoun yang belum tergantikan, menikmati kelembutan kulit soeun yang sangat menggoda. Hembusan panas napas dari hidung soeun menghilangkan kecerdasannya. Sekali hentakan dan tubuh mungil itu terbaring bodoh di bawah kungkungan tubuh kekarnya.
Kimbum merunduk, menjejal lidah pada leher dan dada putih soeun. Mencicipi kehalusan tubuh yang sempat ditolaknya. Sial! Tubuh soeun begitu kencang namun bertekstur lembut, tidak ada lapisan lemak ataupun cacat benar-benar, milik seorang model. Kimbum menyumpah dalam otaknya, diluar sana semua pria menatap kagum wajah cantik istrinya, dan ia justru dengan bodohnya menolak kesempurnaan yang tuhan berikan hanya padanya.
Soeun mendesah saat kesadaran telah sampai pada otaknya bersamaan ketika kimbum mendaratkan hisapan lembut bibir Kimbum. Membuat kesadaran yang baru diraih kembali menghilang terganti gairah yang tak tertahankan. Sorot mata soeun meredup dan bibirnya kembali mendesis merasakan gerakan tangan dan lidah kimbum begitu panas menjalari tubuhnya yang polos. Entah kapan dan bagimana kimbum dapat dengan cepat melepas semua pakaiannya. Dan soeun menjerit sakit ketika kesensitifan itu menerima sapaan.
Kimbum menghentikan aksinya, menormalkan detak jantungnya yang terus menggila. Ia menahan tubuhnya diatas siku, mengusap lembut air mata soeun dan menatapnya bahagia.
Mungkinkah ini waktu untuk menyembuhkan si luka?
No comments:
Post a Comment