Search This Blog

Wednesday, April 29, 2020

Conqeror Chocolate 47








***Conqeror Chocolate***

Kata adalah ungkapan.

"Kau akan langsung pulang?" Tanya kimbum. 

Langit masih sama seperti ketika wanita ini menghampirinya. Cerah, dan gedung-gedung pencakar langit lainnya masih menjadi lukisan alam yang mempesona. Pria ini mengangkat tangan, mengusap pipi lembut sang istri, lalu tersenyum ketika manik mata yang semula memandang layar laptopnya kini beralih menatap wajahnya.

"Ne, kepalaku sedikit pusing bum-ah." 

Soeun menganggukan kecil kepalanya. Kimbum berdiri tepat di sisinya dengan kedua sebelah tangan menopang pada meja. Namun manik matanya telah perlahan berubah tajam, membuat soeun sedikit meringis sembari menyumpah sesal di dalam hati. Sepertinya ia salah langkah, dan soeun yakin pria dihadapannya ini tak akan melepaskannya begitu saja.

"Inilah mengapa aku tidak suka, jika kau terlambat makan." Dan tepat seperti dugaannya. Wanita ini menghembuskan nafas lirih mendengar lontaran murka sang suami. Berbahaya memang, tapi mau bagaimana lagi, jilguk bahkan sudah berulang kali memaksanya, tapi nihil. Soeun tidak bohong, jangankan menyentuh makanan, menatapnya saja wanita ini merasa akan mati karena mual yang mendera. 

Entah apa yang sebenarnya terjadi, wanita mungil ini tidak tahu. Sejak empat hari yang lalu ia sudah mencoba menutupi dari semua orang. Tapi ternyata hari ini soeun harus berlapang dada menerima semua suapan kimbum, setelah sebelumnya pria itu meminta para office boy mengantarkan makanan ke ruangannya. Bahkan sisa Bibimbap dan air putih masih bersisa di meja sofanya. 

"Mianhae." Well, kata ini mungkin terdengar menyebalkan, tapi hanya ini kalimat yang dapat soeun utarakan. Kepalanya benar-benar terasa akan remuk, seperti ratusan orang tengah melempari menggunakan batu yang runcing. 

"Apa masih pusing?" 

Kimbum mencoba lebih mendekat. Tangan yang digunakan menopang tubuh pada meja kini beralih menarik sang istri ke dalam pelukannya. Pria ini menarik nafasnya panjang, lalu mengeluarkannya kasar. 

Ada sapuan sakit yang tak terlihat, dan wajah soeun yang memucat membuktikan bahwa wanita itu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Lagi pria ini menghela nafasnya lebih kasar, meski kedua tangannya mengusap sayang kepala belakang soeun, namun debaran yang dihasilkan tidak dapat menutupi getar akan ketakutan. Dokter sudah mengatakan soeun mengidap maag akut, yang mungkin terdengar biasa, tapi bagi pria ini itu adalah adalah awal dari kematiannya.

"Hmm sedikit." Gumam soeun. Nafasnya mulai terasa sesak, dan tungkai kakinya perlahan mulai melemas. Wanita ini menggigit kecil bibir bawahnya guna menahan pusing yang semakin menghantam kuat. Namun keringat yang mengalir dari setiap pori-porinya justru semakin membuat kimbum khawatir, dan pria ini semakin memperat pelukannya.

"Kita kerumah sakit saja. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu." 

Di masa lalu pria ini ingat ia ditinggalkan. Menangis seorang diri dan tak ada yang mau mengerti. Luka yang diterima jauh lebih sakit dari sebuah pukulan. Dan ketika ia membuka mata, pancaran pagi lebih terasa seperti sengatan listrik penghenti detak. Hingga ketika soeun mengusik tatanan hati. Seperti padi yang membutuhkan air, seperti bayi yang membutuhkan asi, seperti itu pula kimbum membutuhkan soeun. Orang dapat menganggapnya idiot, tolol, ataupun sinting, tapi kimbum tidak akan lagi perduli. Ada nada perintah tegas yang sarat akan luka, tapi soeun segera menggelengkan kepalanya dengan keras.

"Tidak,tidak. Aku hanya butuh istarahat bum-ah." jawab Soeun. 

Membuat kimbum kembali mengerang. "Kenapa kau sangat keras kepala?" Hardiknya emosi. 

Kimbum melepaskan pelukannya, membuat soeun meringis, lalu mengalihkan tatapan pada manik merah sang suami. Pria ini jika sedang emosi benar-benar buruk. Bibirnya akan berubah setajam pisau dan tingkahya akan melebihi iblis pencabut nyawa. Tapi bukan hardikan kimbum yang membuatnya kesal, melainkan kedua tangan yang mencengkram kedua pundaknya ini yang membuatnya ingin mencekik kimbum.

"Aish, kau sangat cerewet. Pergilah, aku akan langsung menemui jilguk di ruangan bogem." gerutu soeun. 


Ia memuciskan bibirnya kesal, lalu dengan dua kali tepisan jemarinya berhasil mengusir tangan kimbum yang benar-benar ingin ia amputasi. Satu minggu ini emosinya cukup sulit dikendalikan, tapi kini justru kimbum yang seolah lupa pada perubahan mood istri cantiknya sendiri. 

Dan kali ini pria inilah yang menyumpah kesal di dalam hati. Kimbum merasa tolol setelah soeun menepis keras kedua tangannya. Terlalu lepas kendali, ia justru melupakan perubahan mengerikan sang istri cantik. Jangan sampai wanita mungil ini murka, karena kimbum akan susah jika sampai hal itu terjadi. 

Menarik nafasnya dan mengembuskan dengan lirih, kimbum mencoba melembutkan pandangan. "Kau yakin?" Tanyanya. Meski soeun hanya bersidekap tangan dengan pandangan marah, tapi kimbum tahu wanitanya itu hanya sedang berpura-pura. Hampir dua bulan ia mengenal, dan kimbum tahu bagaimana soeun jika sedang bertaktik untuk menipu dirinya. Jelas sekali jika wanita ini tak ingin menginjakkan kakinya di sebuah rumah sakit.

Sementara soeun, ia hanya mengangguk tak acuh. Pandangannya dilempar menatap kaca pembatas, dan bersikap seperti sedang menjadi bisu. Membuat kimbum lagi-lagi mengulas senyum, lalu dengan satu gerakan menarik tubuh mungil itu lebih mendekat. Soeun sangat menggemaskan, dan kimbum akan selalu jatuh ketika wanita ini bertingkah lucu dihadapannya.

"Baiklah. Hubungi aku jika sudah tiba. Arrasseo?" Ucap kimbum. Dan satu kecupan mendarat lama di pucuk kepalanya. Membuat bibir soeun mengembang senyum, dan kimbum kembali memperdalam pelukan hangatnya. Biar saja seperti ini. Biar saja hanya dirinya yang mengetahui. Dan kimbum akan buktikan, apapun yang terjadi soeun akan selalu berada di sisinya. Baik itu sekarang, nanti, atau selamanya.




***Conqeror Chocolate***




No comments:

Post a Comment