Search This Blog

Tuesday, April 28, 2020

Conqeror Chocolate 41









Sebuah kata mungkin mampu menjadi penyambung dalam nada. Ada lirik dan instrumen menjadikan kalimat menjadi sebuah lagu yang indah. Dalam hidup, lirik seakan menggambarkan rangkaian setiap ungkapan, dan nada bisa dikatakan sebuah suara yang diciptakan. Bukan hanya tawa, ataupun tangis, jerit pun bisa menggantikan nada yang tersumbang. 

Kadang kala, manusia berpikir sebuah lagu mampu menggantikan kegusaran menjadi ketenangan. Tapi terkadang mereka lupa, lagu juga mampu menggantikan tawa menjadi sebuah kesedihan. 

Pria ini mungkin adalah sebagian dari mereka yang menganggap lagu itu menenangkan. Terbukti dari kencangnya musik yang mengalun dan deru mesin mobil yang menemaninya membelah malam. Tak terdengar nyanyian para burung, kecuali hanya sesekali klakson-klakson mobil yang masih bersahutan. Jelas, seoul bukan kota tidur di waktu malam. Jalanan akan tetap di lintasi meski malam lebih dari larut. 

Mobil ini berwarna hitam mengkilat. Luxury Bentley, tentu saja pemiliknya adalah seorang yang kaya raya. Ia berpakaian dengan jas lengkap yang juga bermerk, rambut tak tertata dengan rapi namun wajahnya masih menunjukkan kelas yang begitu tinggi. Pria ini membelok kemudi, memasuki pelataran bagunan yang megah. memelankan laju mobil, lalu berhenti tepat di depan teras yang besar. Sebelum akhirnya menghembuskan nafas sejenak, dan keluar setelah seorang pria muda berdiri di balik pintu kemudinya. 

"Apa hari ini istriku meninggalkan rumah?" tanyanya.  

Pertanyaan ini selalu menjadi awal kedatangannya dalam satu minggu ini. Dan pria yang menjadi target pertanyaan menggeleng sembari menjawab dengan sigap. Ia jelas hanyalah seorang penjaga yang berdiri di bagian dalam halaman rumah. 

Sementara pria ini mengangguk dengan dingin. "Pindahkan mobilku!" Perintahnya. Masih dengan nada tegas yang serupa, pria ini juga melempar kunci lalu melangkah begitu saja. 

Ia terkenal begitu dingin, jadi hal biasa bagi sang penjaga jika mendapat perintah yang ditinggal begitu saja. Tidak perlu lama baginya, ia segera memasuki mobil dan mulai menjalankan perlahan menuju garasi yang terletak sedikit jauh di bagian kiri halaman rumah.

Di lain sisi pria ini terus memasuki rumah, sesekali menggangguk menjawab sapaan para pelayan yang masih terbangun. Bukan karena kerja rodi, melainkan para pelayan memiliki kebiasan tidur setelah seluruh penghuni tiba di dalam rumah. 

Pria ini terus melangkah, memasuki kamarnya dan tersenyum ketika mendapati sebuah tubuh meringkuk lucu di bawah dekapan selimut yang tebal. Ini pukul sebelas lewat empat puluh lima menit. Meski cukup kecewa, pria ini paham wanitanya itu pasti begitu lelah menunggu. 

Melepas jas dan meletakannya di atas sofa, ia lalu perlahan memasuki kamar mandi. Mungkin cukup dingin mandi di tengah malam yang beku, tapi jangan lupakan ia adalah salah satu pria yang masuk dalam daftar pria metroseksual yang menyukai kebersihan. Dan ia lebih suka mempersiapkan diri, karena  terkadang di tengah malam sang adik akan terbangun dan meminta jatah malamnya. Dan pria ini takkan pernah mau menyentuh istrinya dalam keadaan kotor atau belum mandi. 

gemericik air samar-samar secara sayup memberikan sebuah nada. Wanita ini terusik, mata yang merekat perlahan dicoba untuk dibuka. Di luar masih terdengar nyanyian burung malam, dan wanita ini tahu gelap belum berubah tergantikan pagi. Bergerak perlahan, meski mata masih terlalu sepat untuk tersadar ia tetap mencoba untuk duduk bersandar. Air dalam kamar mandi masih terus terdengar. Ia bukan wanita penakut, dan meski tidak melihat, wanita ini yakin sang suami lah yang berada di balik sana. 

"Kau baru pulang bum-ah?" 

Dua puluh menit pria ini menikmati kesunyian,dan ia sedikit terlonjak ketika sebuah suara menyapa pendengarannya. Malam seperti ini tak akan ada ghost women atau semacamnya. Dunia horor juga bukan sesuatu yang di sukai. Jadi cukup berpikir logis ia tahu siapa yang menyapanya.

"Kenapa bangun?" Tanya kimbum. Ia tersenyum menatap sang istri yang telah terduduk manis merekat punggung pada dasbor ranjang. Nampaknya wanita itu cukup lama terbangun, terlihat jelas dari matanya yang kini begitu segar. 

"Bermain air jangan terlalu riang. Bahkan semut pun akan terbangun." 

Ada kekehan dari bibirnya. Kimbum mendekat dan segera memeluk erat tubuh soeun. Meletakkan kepalanya di atas kepala sang istri dan sesekali mengecup lembut pucuk kepalanya. Wanita ini selalu cantik setiap saat. Terkadang kimbum bahkan berpikir mungkin saja soeun selalu berhias setiap menit. Tapi tidak, bahkan ketika tertidur ataupun bangun dari tidur wanita itu selalu mempesona. Jangan lupakan ia akan selalu mampu membangunkan adik kecil kimbum meski hanya dengan sebuah alunan.

"Mianhe."

Maaf akan selalu menjadi penghubung keterikatan. Soeun tersenyum, lalu merangsek masuk mendekati ceruk leher sang suami." Apa kau sudah makan?" Kali ini ia yang bertanya. Kimbum selalu pulang larut malam, dan tentu dirinya tak bisa memastikan keteraturan jadwal makan pria tersebut. Jangan sampai pria ini sakit, soeun bisa menangis sehari penuh jika saja itu terjadi.

"Gemuk akan menjadi penyakit." 

Pria ini mencoba memberi sedikit alasan. Malam hanya akan berguna saat tidur. Dan makan? Oh ia tidak berniat menimbun kalori. Sakitnya soeun menyita banyak waktunya, dan setelah itu ia sibuk mengerjakan puluhan pekerjaan yang sempat terbengkalai. Bogem hanya wakil tolol yang berbibir bebek. Memberinya tambahan pekerjaan hanya seperti mencebloskan bocah pada riak air kotor. Pria itu justru menikmati hari dengan menggoda para resepcionist di lantai bawah. 

"Dan kau akan mati karena kelaparan."

Lagi pria ini terkekeh. Soeun lebih cerewet beberapa hari ini. Wajahnya semakin chuby dan tubuhnya sedikit berisi. Mungkin hormon kesal yang terpendam.

Satu minggu ini juga kimbum melarangnya beraktifitas di luar rumah. Ini akibat dari sakitnya dua minggu yang lalu. Telat makan, dan ia jatuh pingsan ketika pemotretan. Membuat Kimbum dengan sukarela melayangkan dua kali tinju pada rahang lembut jilguk. 

"Aku merindukanmu." 

Kimbum mengabaikan cubitan kecil soeun pada pinggangnya. Hanya seperti sengatan semut, ia lebih memilih menarik wanita itu lebih masuk dalam dekapannya. Kepala soeun begitu wangi. Tidak perlu mencium bibirnya, kimbum kini bahkan telah mulai terangsang sendiri.

"Hmmm. Aku jauh lebih merindukanmu." Ini jujur. 

Satu minggu ini ia hanya diam tanpa bekerja. Sakit membuat kimbum lebih tegas dan kejam dalam melarangnya. Jilguk bahkan di perintahkan cuti dan pergi berlibur. Tapi bukan benar-benar berlibur, pria pendek itu kini menjabat sebagai asisten dadakan kimbum. Lebih jelasnya ia di hukum menjadi asissten suaminya itu. 

Setiap hari soeun hanya bermain bersama sang woo dan sahee. Jika dilanda kebosanan, maka makan adalah pilihan terbaiknya. Sejujurnya wanita ini sadar tubuh itu mengemuk, tapi biarlah saat bekerja ia akan mengurus dengan sendirinya. Terlebih Kmbum tidak akan mengetahui apa yang dirinya makan bukan? Pria itu melarangnya memakan chocolate, tapi tahukah sahee dan sang woo justru selalu memberikannya secara diam-diam. Mereka memang sangat lucu.

"Tidak, adikku lebih merindukanmu."

"Mesum!"

Lihat betapa cepat rona itu membayang. Pria ini terkekeh lalu dengan cepat meraup bibir merah muda yang menggoda. Mencecapnya sedikit kasar sembari meremas lembut tubuh Soeun dari balik kaos yang tipis. "Tidak ada hukum yang melarang." Candanya riang. Pria ini bertingkah seperti anak kecil yang nakal, dan soeun melayangkan pukulan satu kali. Sinting! Kimbum lebih vulgar dari biasanya. Mungkin para pelayan sudah terlelap, tapi tetap saja membahas si kecil di bawah sana terdengar mengganggu di telinganya.

"Waeyo?"

Berpura-pura kesal, kimbum menatap dengan sengit. Matanya menyipit, namun bola mata terarah ke kiri. Sesekali pria ini ingin menghabiskan malam dengan bermain panas. Menyentuh setiap inci tubuh putih soeun adalah kenikmatan. Pahanya, dadanya, bibirnya, perutnya, bahunya, Damn! Semua membuat kimbum benar-benar ingin menerjangnya saat ini juga. Kaos dan hotpants wanita ini sungguh membangkitkan semua gairahnya. Belum lagi aroma tubuhnya, shit! Pria ini menginginkan cairan itu lumer di dalam bibirnya.

"Kepalaku sedikit pusing."

Dan semua keinginan itu lenyap di telan keterkejutan. Dalam satu loncatan kimbum bahkan telah duduk tegap dihadapan istrinya. Wajah yang tegang karena rangsangan kini lebih menegang karena kekhawatiran. Bola mata bukan lagi menyipit melainkan membulat dengan sempurna. Deru nafas kasar jelas terasa, dan soeun sedikit menyesal mengungkapkan rasa sakitnya.

Berbeda dengan kimbum, kedua tangannya telah mengarahkan wajah soeun tepat ke depan wajahnya. "Apa kau makan teratur?"

Pertanyan ini jelas terdengar keras. Bukan pada volume, tapi pada kalimat yang terangkai. Soeun memilih mengangguk. Membalas tatapan dengan tatapan mata memelas. Ia tidak berbohong, denyutan-denyutan kecil membuat kepalanya seperti ditikam ribuan jarum.

Sakit ini sudah soeun rasakan sejak makan malam, dan ia juga sudah beberapa kali memuntahkan makanan yang di berikan oleh sahee. Mulai dari memuntahkan cairan air, makanan dan air liur, soeun merasa lemas tak tertahankan. Wanita ini juga lebih cepat tidur karena obat tidur yang di berikan sahee. Soeun jelas tidak memberitahukan kimbum, karena ketika ia pingsan dua minggu yang lalu kimbum meradang dengan menghardik semua orang, dan soeun tak ingin kejadian itu terulang lagi.

"Aku akan panggil dokter jung." Ucap kimbum. 

Pria ini beranjak cepat dan segera melangkah pergi. Wajah soeun begitu pucat, dahinya juga mulai merembeskan keringat. Ia harus segera menghubungi dokter, kimbum tidak ingin soeun pingsan seperti dua minggu yang lalu. Namun baru beberapa langkah kakinya mendekati pintu pria ini terhenti karena sebuah pelukan hangat. 

"Tidak. Peluk aku." 

"Kenapa kau selalu keras kepala sayang?!"

Alih-alih mengerang kimbum justru berteriak keras. Emosinya mendadak meluap mendengar ucapan soeun. Wanita itu memeluknya dengan erat, tapi demi apapun kimbum tidak membutuhkannya. 

Soeun selalu seperti ini, jika telah berhubungan dengan dokter maka wanita itu selalu memberi alasan untuk menahannya. Bukan hanya satu-dua kali, tapi berkali-kali dan pria ini yakin ada yang di sembunyikan. Entah itu penyakit kronis ataupun tidak, kimbum tidak lagi mampu mempercayai setiap ucapan istrinya itu. 

"Aku tidak butuh dokter bum-ah. Aku hanya membutuhkanmu."

"Kau bicara seolah aku adalah dewa."

"Itu benar, kimbum adalah dewa kehidupaku."

"Tolol!" 

Pria ini mencebik lalu melangkah kembali mendekati ranjang. Soeun tetap di sisinya, hanya kedua tangan kimbum menutun dengan merangkul mesra pinggang ramping itu.

Meski sedikit tersenyum, Kimbum mengumpati lirih pujian tolol wanita kesayangannya itu. Pria ini masih mengunakan handuk kimono, rambutnya masih teracak, dan ia belum berniat memperbaiki penampilan. Barat menyukai tidur bertelanjang, namun asia masih waras untuk menikmati kehangatan. Setidaknya meski seks terkendala, kimbum masih bisa memeluk istrinya dengan erat. Dan ya, ia juga masih bisa mencicipi manis aroma itu.

"Bisakah kau bercerita bum-ah?" 

"Kau ingin aku mendongeng?"

Kembali pria ini sedikit mengernyit memperhatikan. Ranjang mereka besar dan berpelukan di malam hari cukup untuk menghangatkan. Namun soeun menggeleng, ia memandang redup manik mata kimbum. Tidur menyamping menjadi kesukaaan pria itu, dan soeun suka masuk ke dalam pelukannya. Seperti, ia berada dalam sebuah penjagaan. Hangat dan begitu terlindungi. Kimbum masih diam. Kerutan di dahi itu semakin mengecil, dan soeun tahu suaminya itu dilanda kebingungan. 

"Lalu?" 

"Masa lalumu. Aku ingin mendengar cerita cinta pertamamu."

Hembusan angin terasa tak bergerak, begitu pula kimbum. Pria ini diam, sedikit terkejut mendengar permintaan soeun. Ada gemuruh menyentuh detak jantungnya. Soeun berada dalam dekapannya, dan mata almond itu hanya berjarak 5 centi di bawah wajahnya. Kimbum merasa ada yang berbeda, rasa takut juga kembali menyergapnya. Apa soeun menyadari sesuatu? Apa soeun menyembunyikan hubungan persaudaraannya. 

Sekali lagi kimbum mengingatnya. Dan ya, ia ingat soeun mengatakan tidak mengenali gyuri. Jadi apa yang sebenarnya terjadi. Siapa yang jujur dan siapa yang berdusta? Pria ini mengumpat diam-diam. Ia seperti manusia tolol yang tengah mengumpulkan sebuah puzzle dan merangkainya menjadi satu. Soeun, minjae, gyuri, sial! Semua membuatnya menjadi kacau. Nafas kimbum tidak lagi berhembus normal, kepalanya mendadak migren dalam waktu sepersekian detik.

"Apa kau keberatan?" tidak mendapat jawaban soeun memilih kembali bertanya. Membuat kimbum terkejut dan segera mengulas senyum menyadari kediamannya. Pria ini mengeratkan pelukannya, lalu mencium bibir istrinya singkat. Bibir itu selalu menggodanya, dan mencecapnya sedikit tidak akan membuat pria ini merasa puas. 

"Apapun untuk istriku." 

Kimbum ingat setiap kata kalimat minjae. Perceraian! Ia seperti berada dalam vonis hukuman mati. Menyakitkan, sangat-sangat menyakitkan. Waktu dimana kita dituntut memilih, dan hati justru tak mampu memilih. Bisakah ia di beri waktu? Setitik air mata terjatuh ketika pria ini kembali mendekap erat istrinya. Nafas itu lemah, kimbum hampir sesak membayangkan jika nafas itu tidak lagi terdengar. "Dan berjanjilah kau akan segera tidur." Lanjutnya.

"Ne." Jawab soeun. Ia mengangguk di balik pelukan kekar tangan kimbum. Ada senyum terlukis tak terlihat, air mata juga menetes meski ia tak mengerti apa yang terjadi. Hari terus berlalu, waktu terus berputar, dan soeun selalu merasa ada kalanya semua akan lenyap. 

Masa depan seolah terlukis di kedua bola mata. Kepergian kimbum, jelas wanita ini tahu ada yang akan terjadi. Ia berbeda, soeun menyadari dirinya lain dan tidak lagi sama. Ia pembohong yang begitu keji. Ia berdusta sejak awal kedatangannya, terus menutupi dan hingga kini kimbum terus hidup dalam dusta bibirnya.

Tidak, ia benar-benar mencintai, tapi suatu saat ia justru akan pergi. Satu kali, terus wanita ini meyakini. Satu kali saja ia ingin mendengar kisah cinta yang indah itu. Siapa wanita yang beruntung itu, dan apa yang membuatnya meninggalkan kimbum? Soeun ingin tahu. Meski akan terluka ia harus segera mengetahuinya. Karena kelak, jika waktu itu habis, soeun harus mencarinya, berteman dengannya dan memintanya untuk kembali menggantikan posisi itu! Posisi yang seharusnya memang ia tempati. Bukan soeun, karena ia hanya seorang penipu busuk.

"Baiklah, dengarkan." 

Soeun menutup matanya. Mencoba mendengar meski sayup-sayup terdengar serak yang mengiringi. Pria itu menahannya, menahan luka di tenggorakannya. 

Menyedihkan! Ada cinta, dan ia justru mencoba menggantikan. Seperti kata kimbum, soeun merangkainya dalam ingatan. Salju, beku, putih, chocolate dan balon. Romantis, hanya itu yang dapat wanita ini tangkap. Seperti, wanita ini mengerang diam-diam. Ada bayang, dan mata itu terpejam. Bisu dan semua hanyalah gelap, gelap, dan gelap. Semua kembali, kembali pada masa yang terpendam.

To be continue...

*****Conqeror Chocolate*****

No comments:

Post a Comment