Search This Blog

Monday, April 27, 2020

Conqeror Chocolate 21










Kimbum melangkah memasuki pelataran kediamannya. Mengangguk singkat saat beberapa pelayan menyapa kedatangannya yang sedikit lebih cepat. Pria ini tampak lain, meski tetap tampan dengan balutan kemeja putih yang telah tergulung asal lengannya. Jas telah terlepas, namun kancing teratas juga telah terbuka. Jika dapat digambarkan, pria itu tak nampak seperti seorang eksekutif muda, kimbum lebih nampak seperti orang stress yang baru kehilangan harta kekayaan. 

Well, tingkat emosi jangan ditanyakan. Pria ini bahkan berharap dapat membakar satu ruangan untuk menyalurkan kekesalannya. Mempunyai satu orang istri justru terasa seperti memiliki 3 madu yang sukar diberi pengarahan. Apa yang harus dilakukannya? Memarahi soeun? Mengetuk otak gila gadis itu? Atau menghukum tubuh si mungil semalaman dalam kenikmatan? Yang ketiga lebih menggiurkan"

Terus kimbum melangkah tanpa memperhatikan apapun. Langkahnya mantap dengan raut wajah bak dewa kematian. Membuat sahee yang bersantai di ruang utama mengernyit aneh melihat tingkah kurang ajar sang putra. Udara dingin, namun kimbum seolah menyimpan api di raut tampannya. 

Dan lagi di mana putrinya? Sepengetahuannya soeun bersama pria itu. "Di mana putriku?." wanita ini bertanya dengan mata yang bergerak lincah mencari soeun. Mungkin saja gadis itu tertinggal di belakang dan akan masuk sendirian. Korea tengah bersalju, jadi tidak mungkin kimbum meninggalkannya di jalanan hanya karena telah mengetahui penyakit itu.

Kimbum menghentikan langkahnya yang hampir tiba di sudut tangga, mendesah lirih lalu berbalik mendekati sang eomma. Sahee akan banyak bertanya jika dirinya hanya mengabaikan. Jangan pernah lupa sahee dan soeun memiliki sifat menyebalkan yang sama.

"Gadismu meninggalkanku. Apa kalian menyembunyikan sesuatu?"

Nada itu lirih. Berbeda dengan yang ia pikirkan. Sahee berpikir kimbum akan menghardik atau menyumpahinya. Tapi tidak, bahkan sang putra belum mengetahui kenyataan yang ada. 

Wanita ini menghela nafasnya. Ia mengerti kesedihan pria tampan ini. Sahee mengusap surai hitam sang putra, mengacak sayang kepala yang berisikan ratusan kecerdasan. Jika saja ia tidak terikat janji, sahee bersumpah akan mengungkapkan. Jangan tanyakan hatinya, karena wanita ini bahkan sejak dulu ingin mengungkapkan kebenaran. Tapi sekali lagi, senyum cantik itu mengalahkan segalanya.

"Kau membiarkan soeun pergi? Salju tengah turun, gadis itu akan membeku di luar sana."

"Aku mengejarnya. Saat dia tiba, aku pasti menghukumnya." 

Sahee tersenyum, menepuk lembut pundak kekar sang putra. Kimbum di sisinya, menutup mata dengan punggung yang bersender pada sandaran lembut sofa. Nampak begitu lelah, namun tetap tegas pada lantunan suaranya. 

Pria itu  luar biasa tampan, wajahnya bahkan tidak kalah dengan para artis di luaran sana. Soeun memang sedikit keterlaluan, namun wanita ini juga sadar, gadis itu hanya belum siap jika kimbum membencinya. Terlalu banyak beban yang ditanggungnya, bahkan sahee yakin ia tidak akan pernah sanggup hidup jika beban itu dirinya yang menanggung.

"Gadis itu akan menangis."

"Aku ingin melihatnya menangis." pria ini membuka matanya, menegakkan tubuh lalu mengecup sayang pipi sang eomma. Membuat sahee tersenyum lebih lebar. Hey, ini pertama kalinya. Pria ini telah seutuhnya kembali seperti dulu, hangat dan menyenangkan.

"Mandi dan istirahatlah." teriaknya. 

Sahee terkekeh saat kimbum hanya membalas suaranya dengan anggukan kepala. Angin di luar berhembus dengan kencang. 

Meski waktu masih menunjukkan pukul 15.00, tapi ia sadar putranya itu lelah. Bukan lelah karena pekerjaan, namun lelah karena keusilan menantu cantiknya. Entah apa yang akan terjadi ketika si mungil itu tiba. Sahee meraih teh jepang hangatnya, yang jelas putranya tidak akan membiarkan gadis itu lolos dari hukuman begitu saja.


No comments:

Post a Comment