****Conqeror Chocolate****
Lebih dari diam, beku ataupun angin tak bermakna dalam kisah. Bukan seperti rintik, hutan jauh lebih indah ketika semi menyapa mata. Detik masih sama juga menit masih menggantikan, ia di sana tatapan mata hanya tertuju pada titik satu arah yang tak pernah berubah.
Ruangan begitu sesak, penghangat tidak terasa menyentuh kulit tapi panas justru lebih membakar. Secangkir teh menemaninya, kertas-kertas bernilai terasa memuakkan ketika detak dan irama bernada sumbang. Bukan hari yang menentukan, jantung juga bukan yang menantikan.
Tapi lagi-lagi pria ini menghela nafas. Baru kemarin nafasnya terasa ringan, baru kemarin detak terasa normal, dan kini semua kembali tak dimengerti.
"Selalu diam, kau seperti mayat yang menjijikkan."
Rintik itu terlihat, desau angin jauh dari gelitik pendengaran, namun pria ini mengerang tersembunyi. Hembusan nafas jauh dari kenormalan. "Bersikaplah wajar. Kau tahu aku tidak bersembunyi." Lantunanya seperti kembali menggema, datar namun mengandung kelembutan yang tersembunyi. Sama seperti tiga tahun yang lalu dimana pria ini mencinta dengan sepenuh kepercayaan.
"Ya, kau benar. Tapi konsekuensi bukan hal yang baik bagi diriku."
Dan ia terkekeh, wanita dihadapannya benar-benar menguras kecerdasan juga emosi yang berlebihan. Pria ini tidak ingin menggunakan tangan untuk melukai, namun hati berteriak nyaring meminta kembali. Serpihan itu meminta waktu untuk memulai dan menggantikan nama oleh awal.
"Apa kini kau bukan lagi pemain?"
Sesuatu yang jelas seharusnya tak perlu diperjelas. Kekaburan ataupun ketidakpercayaan bukan hal yang harusnya ditakuti. Berapa lama mereka saling mengenal? Pria ini tahu empat belas tahun adalah waktu yang berharga.
Jadi bukan hal muda baginya untuk melupakan kisah, dan wanita itu tak mudah digeser menjauh. Rasa yang tercipta di masa lalu jauh dari kata kebencian yang terucap. Kisah mereka bukan seperti abg labil yang menjijkkan. Mereka saling mencintai, kecuali ketika seorang pria menarik hati dan membuat kekacauan rasa sang wanita.
Tapi wanita ini mencecap, mengecup lembut menikmati bibir indah yang dipandang kedua bola matanya. Ini belum berguna, dulu ia bebas melakukan apapun termasuk mencecap dada kekar di balik jas silver yang membalut. Dongeng mereka begitu indah. Ia selalu menjadi yang utama dan seluruh keinginan terpenuhi, seperti dirinya memiliki seorang malaikat pengabul doa.
"Kau tahu oppa, aku masih selalu sama."
Wanita ini tahu ia terlambat. Waktu yang terlewati tak mungkin dapat di ulangi. Tapi pria ini juga harus mengetahui, anjing setia pada tuannya dan begitupun ia seharusnya.
Dalam kisah, kimbum mencintai dirinya dengan begitu luar biasa, dan gyuri ingat pria itu bahkan sealu siap bertekuk lutut hanya untuk sebuah kata maaf, meski ia tidak bersalah. Yang akan menangis bila suara tak juga terbalas kata.
Jangan diam. Oppa mohon.
Selalu kalimat itu berputar, dan pikiran akan menampik. Tapi semua adalah kejujuran. Ia masih mencecapnya meski kimbum hanya diam. Setidaknya pria tampan itu tak menolak lumatannya.
Gyuri rindu, buncahan yang tak terlihat itu membuat wanita ini semakin berani hingga salah satu tangannya turun membelai lembut benda di bawah sana. Sesuatu yang begitu dirindukannya lebih dari sekedar ciuman. Namun hanya sesaat, karena wanita ini harus mendengus keras ketika tangan kekar pria itu justru menepis kasar jemari lembutnya.
Seperti tangannya terlalu kotor hanya sekedar untuk mengusap.
"Jadi apa yang kau takutkan? Kau terlihat idiot, kau tahu?"
Gyuri menatap kimbum, membiarkan senyumnya membentuk kesinisan. Pria ini angkuh, dan begitu busuk di matanya.
Katakan dari mana letak kesalahannya? Bukankah pria itu pernah menyentuh setiap lekuk ditubuhya? Pernah mengecup mesra puncak tertinggi payudaranya, Lalu kenapa dia diperlakukan seperti jalang yang murahan?
Sialan! Gyuri menghardik dalam hati. Ia kembali menyerang kimbum yang masih diam."Terserah. Aku tidak terlalu perduli." Ucapnya.
Persetan denga kimbum akan membalasnya atau tidak. Karena lambat laun batu pun akan hancur terkikis oleh ombak. Begitu juga kimbum, gyuri tahu pria ini akan kalah oleh kuatnya cinta masa lalu. Dan demi sebuah rasa, gyuri mampu pastikan ia akan merebut segalanya. Hati itu akan kembali. Biar saja soeun menikmati pelukan, tapi dia akan mendapatkan seutuhnya. Bukankah yang pertama selalu yang terindah?
"Aku tidak suka penghianatan. Ingat itu oppa." Lanjutnya lirih.
Membuat kimbum terus menahan diri dibalik kebungkamannya. Pintu di sana tidak terkunci, cctv jelas merekam segalanya. Tapi pria ini tidak lagi mampu perduli, awal kisahnya memperumit segalanya. Gyuri hadir seperti makhluk tak kasat mata, dan ia tolol karena justru tidak mampu menolak rasa.
Minjae benar, dia memang bajingan. Menolak gyuri tapi juga mengingkannya. Sinting! Sang woo mungkin akan melemparnya ke neraka. Tapi lembut basah yang menyerang jauh dari kata pertahanan.
Musik jantung tetap berirama, waktu membuat semua terasa benar. Ia melukis kenyataan, ada gyuri di atas pangkuan, ada tangan kekar melindunginya. Kimbum tidak membalas, tidak juga menolak, dan iblis berbuat lebih dari kejam. Ketukan nada menjadi awal dari mula. Di ujung sana, di ujung pintu loby utama, ada cerita lain yang juga terdapat sang pemeran utama. Terus melangkah, menapak lembut tanpa sedikit rasa mengganjal.
Dan di tempat ini, di detik yang berganti menjadi menit, pria ini perlahan membalas kisah. Bergerak lambat membuat gyuri tersenyum samar. Akan seperti semula, semua akan kembali pada awal.
No comments:
Post a Comment