Search This Blog

Tuesday, April 28, 2020

Conqeror Chocolate 33








Kimbum prov.





"Jika kau terbukti hamil, datang padaku. Aku akan menikahimu." 

Sial! Brengsek! Keparat! 
Mati saja kau bung! Apa yang kau katakan kimbum? Kau tolol?! Soeun akan segera pergi meninggalkanmu bajingan! 

Ya tuhan, apa yang sudah ku katakan? Ada apa dengan dirku? Bagaiman bisa aku mengucapkan kalimat itu! Aku sudah memiliki istri, aku sadar itu. 

Tapi, aku tidak bisa membiarkan gadis ini hancur seorang diri. Bagaimana jika benar gyuri hamil? Aku tidak yakin, tapi sekelebat ingatan menghantam pikiranku. Aku, malam itu, aku ingat menciumnya dengan begitu buas. Yah, aku mengingatnya. Tuhan, apa lagi ini! Apa yang harus ku lakukan. 

Soeun, 

Tidak. Wanitaku tidak boleh mengetahui hal ini!

Soeun tidak boleh meninggalkanku. Yah, aku hanya perlu menunggu, sampai saat gyuri tidak terbukti hamil. Setelah itu, aku akan menghentikan perselingkuhan tolol ini.

"Gomawo oppa. Saranghae." bisik gyuri. 

Ia tersenyum begitu manis. Apa lagi ini? Kenapa aku bahagia melihat senyumnya? 

Tidak kimbum, gadis ini cinta pertamamu. 

Apa aku bodoh? Aku mencintainya, mencintai gadis kecilku. Lalu kenapa soeun? Aku, aku pasti sudah gila.

Jauh sebelum soeun hadir, cinta itu begitu besar untuk gyuri. Mata gadis ini adalah tujuan utamaku. Aku berusaha menjadi seperti yang diinginkannya. Pria mapan dengan harta yang melimpah. Yah itu benar, aku tidak bisa melihatnya terluka. Satu tetes air matanya menjadi pisau yang menghujam setiap relung di hatiku. 

Tapi aku takut, takut jika soeun mengetahui segalanya, takut jika soeun terluka. Cintaku terbagi, dan aku tidak ingin kehilangan dirinya. Gadis mungil manjaku. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Saat ia kembali aku akan mendekap erat tubuhnya. Membawanya masuk lebih mencintaiku, agar kelak soeun tidak bisa meninggalkanku, dan aku bisa memiliki keduanya. Benar bukan? Hanya itu yang bisa aku lakukan. 

"Ne. Apa kau____" 

"Bum-ah_____"

Damn!

Aku menggantung kalimat ku di udara. Suara itu, aku yakin pendengaranku tidak salah. Udara di sekitar terasa menipis dan aku menegang sesak. 

Kalimat itu juga menggantung, namun aku mencoba menduga lebih ke dalam. Perlahan aku mengangkat kepalaku. Membiarkan udara hangat menyapu helaian rambut hitamku. Dan aku masih mencoba untuk tetap berpikir posutif. 

Tapi,
 
Tuhan, ini tidak mungkin. 

Tubuhku membeku dengan cekatan nafas di tenggorokan, dan dengan sisa kesadaran aku menghempas tubuh gyuri begitu keras. Persetan dengan keterkejutannya! Istriku, dia di sana

Wanita itu melihatku tanpa sambungan ucapan. Matanya sayu, tapi aku tidak bisa menerka apa yang dipikirkannya. Apa soeun mendengar segalanya? Tidak! tidak tuhan, aku lebih baik mati jika ia berlari. 

Tapi tunggu, istriku tersenyum. Aku tidak salah melihat, soeun benar-benar tersenyum. Kakinya melangkah mendekatiku, lalu dengan lembut memelukku dengan erat. 

Apa ini? Apa soeun tidak marah? Apa yang terjadi? 

Tapi tunggu, di mana jilguk? 

Pria itu, dia tidak boleh kemari!

"Apa aku mengejutkanmu bum-ah. Kau terlihat aneh. Apa aku mengusikmu"

Aku terkejut, saat soeun berucap. Mataku yang liar mencari sosok jilguk terhenti saat menyadari soeun telah melepas dekapannya dan menatapku dengan ragu-ragu. 

Sayang, kenapa kau terlihat takut padaku? Tidak, aku sangat mencintaimu. Jangan menatapku seperti ini.

Aku mencoba menenangkan jantungku yang berdegub begitu cepat. Entahlah, soeun menyadarinya atau tidak, tapi sepertinya ia sadar, karena soeun memelukku begitu erat dan soeun meletakkan telinganya tepat di atas dadaku. 

"Apa yang kau katakan chagiya? Kau tidak mengusik." jawabku gemas. Aku mengacak lembut rambut indahnya. Aku memang terkejut, tapi aku bahagia melihat wajah cantiknya. 

"Syukurlah jika begitu. Tapi, siapa dia bum-ah?" tanya soeun. Membuatku kembali tersentak dan kalut. Aku memaling memandang gyuri, mencoba meminta bantuan, tapi gadis itu hanya diam terus menatap wanitaku.

"Gadis ini,__ dia__ dia sahabatku. Yah, dia sahabatku!" 

Keparat!

Terkutuklah kau Kim sang bum! Aku mengutuk bibir tololku yang dengan bajingannya mengucap kebohongan. 

Maafkan aku sayang, aku tidak bisa kehilangan dirimu. Bibir ini memang tolol! Entah bagaimana bisa aku berbohong, tapi aku bersumpah itu mengalir begitu saja. Rasa takut membuatku tidak dapat berpikir lebih baik.

Gyuri masih berada di tempatnya. Gadis itu masih terkejut dan tidak berucap apapun. Tidak mengelak, tidak juga membenarkan. Itu baik, akan lebih baik jika ia tidak bersuara sama sekali. Dengan begitu gyuri tidak akan menghancurkan kebohonganku.

"Benarkah? Mianhae aku mengganggu pertemuan kalian. Aku jadi tidak enak. Kalau begitu aku pulang saja bum-ah. Kita bertemu di rumah."

"Tidak!" teriakku keras, ketika soeun berniat melangkah. Membuat kedua gadis ini menatapku terkejut. 

Sayang, ku mohon jangan pergi.

"Aku tidak mengizinkanmu pergi ke manapun." lanjutku lagi. Dan aku segera memeluknya erat. Ini dia yang kuinginkan, menghirup segala wangi yang tubuh ini tebar. Tuhan, aku sangat merindukannya. Tolong bantu aku menjaganya tetap di sisiku. Jangan biarkan gyuri menghancurkan segalanya.

"Siesie."

"Nde??"

Gyuri bergumam dan soeun menyahut. Aku bisa melihatnya, istriku melepas pelukan dan menatapnya dengan bingung. Siesie? Siapa yang gyuri maksud? Tunggu, gyuri mengenal soeun??? Tidak tidak, itu tidak boleh terjadi. Jantungku semakin menggila pada tempatnya. sial! Kenapa Tuhan tidak berpihak kepadaku?

"Kau,— tidak menyapaku?"

Soeun semakin mengernyit, dan aku hampir kehilangan semua pasokan udaraku. Gyuri benar-benar mengenal soeun?! Ini tidak mungkin.

"Maaf? Tapi, apa kita saling mengenal?"

Kali ini aku yang terdiam bingung. Soeun tidak mengenal gyuri? Tapi kenapa gyuri mengenal istriku? Oh Tuhan, tidak perduli apa yang sebenarnya terjadi, tapi terimakasih telah membantuku.

"Ah, benarkah? Kalau begitu maafkan aku, mungkin aku salah orang." jawab gyuri datar. 

Gadis itu nampak berbeda. Aku tahu ia tengah murka. Manik matanya memancarkan ketidaksukaan, tapi aku tidak perduli. Aku menghela nafas tenang saat gyuri menyatakan ia salah orang 
"Oppa, aku akan pulang. Maaf aku  mengganggu aktivitasmu." 

Aku mengangguk. Syukurlah gyuri mengerti permainanku. Tapi alunan soeun selanjutnya kembali membuatku terkejut.

"Waeyo? Apa kau terganggu dengan kehadiranku?" 

Oh chagi, biarkan dia pergi. Kenapa gadis ini selalu baik tuhan?

"Tidak, aku masih ada sedikit urusan."

"Ahhh, ya." soeunku menjawab dengan anggukan. Kepalanya mengangguk namun bibirnya mengerucut. Aku tersenyum, istriku memang sangat menggemaskan.

"Hmm. Tapi, lain kali ayo kita bertemu bersama. Sahabat suamiku juga sahabatku." 

Mwooo???? 

Ku tarik kembali ucapanku, soeun sangat sangat bodoh! Tidak chagi, tidak akan aku biarkan kau dekat dengannya.

"Tentu... Aku pergi."

Sial! Gyuri benar-benar keterlaluan menanggapi soeun. Tapi, keparat! Jantungku hampir terlepas ketika jilguk bersamaan masuk dengan gyuri yang membuka pintu. Habislah kau Kim sang bum! 

Aku melihat sorot mata kaku darinya. Pria pendek itu menatap gyuri dengan pancaran murka, tapi gyuri mengabaikannya dan pergi begitu saja. Jilguk memandangku tajam tapi ia berusaha menahan diri. Itu terlihat, ada kepalan tangan menonjol pada bagian saku kirinya. 

Maafkan aku. Ku mohon jangan katakan apapun pada soeunku.

"Kau lama sekali! Ke mana saja kau?!" 

Itu bukan suaraku, Itu gerutuan gadisku. Trimakasih padanya karena merubah suasana. Soeun memandang sebal jlguk dengan meletakkan kedua lipatan tangannya di atas perut. Dan itu membuatku kembali mengulum senyum. Gadis ini sangat lucu.

"Menemui bogem hyung." jikguk menjawab datar. Wajahnya begitu kaku dengan sorot mata murka. 

"Untuk apa?" 

"Tidak untuk apapun. Aku hanya, merindukannya, mungkin."

"Apa-apaan itu. Memangnya kau kekasihnya?"

"Aish, lupakan. Aku kemari hanya ingin mengatakan, aku akan pulang."

"Waeyo?"

"Aku punya keperluan mendadak. Dan kau hyung, nanti malam aku ingin bicara denganmu. Empat mata!" lanjut jikguk. 

Dan tanpa menunggu jawaban istriku pria itu pergi begitu saja. Sialan! Jika bukan karena masalah ini aku bersumpah ingin menghantam kepalanya dengan sebuah balok. 

Pria itu bersikap kurang ajar tanpa memperhatikan raut keterkejutan soeun. Gadis ini tampak bingung, dan ini karena ulah Yoon Jilguk! 

Tapi, apa yang ia maksud tadi? Untuk apa jilguk menemui bogem? Apa yang bogem sampaikan padanya? Apa mengenai perselingkuhanku? Tidak. Itu tidak mungkin! Bogem tidak mungkin gegabah bukan? 

"Bum-ah,." 

Lamunanku buyar saat sebuah pelukan mendarat lembut di tubuhku. Membuat sudut-sudut bibirku tertarik, tersenyum lebar. Ah aku sangat bahagia. Gadis ini baik-baik saja setelah seminggu membuatku hampir gila. 

Chagi, aku tidak akan mengizinkanmu pergi tanpa diriku lagi.

"Wae..?" tanyaku, namun sembari menuntunnya menuju kursi kebesaranku. 

Menariknya ke atas pangkuanku, lalu kembali memeluk erat tubuhnya dan menenggelamkan kepalaku pada ceruk leher putihnya. Wangi tubuh ini benar-benar menghipnotis diriku, membuatku gila dan hampir saja menyerang tubuh mungilnya.

Tapi tidak, aku menarik nafasku lebih dalam, meski semakin membuat aroma itu terhirup lebih banyak, namun ku coba bertahan lebih lama lagi. Ini jam makan siang, hanya beberapa jam lagi waktu pulang dan aku bisa menikmati permainan dengan sepuasku. Tidak untuk saat ini! Aku tidak akan pernah membiarkan satu matapun melihat setiap inci kemolekan tubuh istriku. Soeun begitu indah, hanya aku yang mengetahui betapa luar biasanya tubuh soeun tanpa sehelai benangpun. 

"Aku ingin pulang." soeun menjawab manja, namun begitu terasa ambigu. Membuat keningku berkerut bingung. Aku menarik kepalaku dengan terpaksa dari tempat nyaman itu, lalu menatapnya. Soeun tersenyum dan itu luar biasa memancing hasrat seksualku. Bibir itu terlalu tipis, dan tolol! Mata ini justru terus menatapnya.

"Kau baru tiba dan ingin pulang? Tidak! Kau akan pulang bersamaku. Arrasseo?" ucapku tegas. Enak saja! Apa dia tidak tahu betapa aku sangat merindukannya? Betapa kalutnya diriku ketika ia sulit di hubungi? Sial! Bibir itu basah dan fokusku sudah mulai memudar.

"Bukan itu maksudku bum-ah." soeun menjawab lembut, tapi bibir basah itu turut terkekeh lucu. 

Aku mendengus sebal, membuatnya menghentikan tawa dan mengusap perlahan rahang tegasku. Astaga, ini benar-benar membuatku gila! Apapun yang soeun lakukan berpengaruh besar pada kejantananku di bawah sana. Berbeda pada gyuri, sejak dulu sedekat apapun aku pada tubuhnya, atau di saat aku mencium bibirnya, aku tidak pernah setersiksa ini.

"Lalu?" tanyaku mencoba fokus. Gerakan jemari soeun masih menari lembut di permukaan kulit pipiku. Tapi gadis ini terlihat ragu saat akan mengucapkan kalimatnya. 

Dan entah mengapa, hal itu justru membuat dadaku tiba-tiba bergemuruh hebat. Ada rasa takut menyelinap, ketika otakku mulai menyadari arti dari ucapannya. Tidak tuhan, ku mohon jangan!

Soeun menutup kelopak matanya sekejap seolah tengah menyiapkan diri, dan itu semakin membuat hatiku gelisah.

"Katakan chagi."

"Aku___ aku ingin pulang bum-ah. Tapi,——ke rumah orang tuaku. Paris."

Bagai tertembak peluru, aku menegang. Rahangaku mulai mengeras karena emosi, dan aku menatapnya murka. 

Apa maksudnya? Aku mengerti tapi aku menolak untuk paham. Tidak! Soeun berniat meninggalkanku? Demi apapun itu tidak akan terjadi!

Gadis ini menjerit, soeun meringis ketika tubuhnya membentur keras tubuhku. Ia terlihat terkejut dan panik, namun aku tidak perduli. Kedua tanganku, ku perintahkan memeluknya erat. Aku tidak akan membiarkannya pergi, tidak sekalipun hanya beberapa menit! 

"Bum-ah.."

"Tidak! Kau tidak akan ke manapun! Kau tidak boleh meninggalkanku! Kau dengar? Aku, aku tidak akan membiarkanmu pergi!" racauku gusar. 

Jantungku berdetak kasar, seperti hentakan kaki kuda. Pikiranku melayang, jauh membayangkan yang tidak-tidak. Aku takut, aku benar-benar takut saat ini. Apa soeun mendengar semuanya? Apa dia berpura-pura tidak tahu? 

Tanpa ku sadari aku menangis. Ini lucu, aku hancur ketika gyuri menangis. Tapi aku menangis takut ketika soeun mengatakan akan pergi. Ada apa ini? Semua membuatku bingung, aku kacau! Seseorang, ku mohon tolong aku!

"Bum-ah, kenapa kau menangis?" 

Soeun berusaha melepaskan diri untuk melihatku, tapi aku menahan setiap gerakannya. Aku tidak ingin soeun lepas, dan pada akhirnya kelak lari begitu saja.

"Ada apa denganmu? Kau tampak tidak baik sayang. Kau membuatku khawatir." ucapnya lirih. 

Aku menyadari soeun menahan tangis di ujung suaranya. Aku melepas pelukanku lalu segera meraih wajah sendunya. Kata itu, sayang! Soeun belum pernah mengucapkannya. Dan aku ingin berteriak ketika gadisku mengucapkannya. Aku sangat mencintainya. 

"Tidak, jangan khawatir padaku. Aku baik-baik saja. Aku hanya terlalu merindukanmu." jawabku cepat. 

Tangisku secara perlahan mereda, tetapi air mataku tetap mengalir di kedua pipiku. Wajah soeun begitu sendu, ada sesuatu yang membuatku merasa begitu janggal.

"Benarkah?" 

"Ne. Mianhae. Tapu aku tidak bisa mengizinkanmu pergi." 

Chagiya, tetaplah bersamaku. 

"Gwaenchana, uljima. Aku tidak suka melihat suamiku menangis." ucapnya manja. Soeun mengusap sisa air mataku dan aku tersenyum. Aku meraih jemarinya lalu menciumnya lembut. 

"Suatu saat, kita akan pergi bersama." ucapku.

Soeun mengangguk, gadis itu tersenyum begitu lebar. Membuat ku kembali merasa tidak nyaman. Ah, bibir itu dijilatnya dengan lembut. Damn! Aku sudah tidak bisa bertahan. Meski soeun hanya membasahi bibirnya yang mungkin terasa kering, tapi gadis ini telah memancing hasratku. Hey, satu minggu aku tidak mendapat jatahku. Jadi jangan salahkan aku jika melalukan yang tidak-tidak di tempat ini. Aku meraih pena kecil khusus di laci meja kerjaku, menekan salah satu tombol lalu kembali menyimpannya.

"Apa yang kau lakukan bum-ah? Apa itu?" tanya soeun bingung. Membuatku segera menatapnya, dan aku baru menyadari bahwa pakaian yang melekat ditubuhnya begitu tidak masuk akal. 

Keparat! Jilguk benar-benar bermain api denganku. Apa yang ada di otak pria itu? Sepanjang perjalanan ia membiarkan tubuh istriku diterpa angin beku? Dan dia juga membiarkan setiap mata memandang lekuk tubuh istriku? Shit! Aku pasti akan mematahkan tulang lehernya nanti. 

Keparat! 

Akan ku bunuh kau yoon jilguk! 

Tuhan, kemeja itu terbuka dua kancingnya dan menampilkan sedikit bongkahan payudara milikku! Bagaimana aku bisa begitu tolol, tidak menyadarinya sejak tadi. Bahkan soeun tidak memakai coat musim dingin untuk menutupi tubuhnya. 

Dan itu, aku menundukkan kepalaku, menatap sajian menyebalkan ini. Span sialan! Aku pasti akan membakar rok terkutuk ini. Siapa desainer bodoh yang telah merancangnya? Yang panjangnya bahkan hanya sedikit di bawah selangkangan. Kepalaku siap meledak saat ini juga.

 Bagian tubuhku di bawah sana meronta ingin menikmati, tapi hati dan otakku berteriak emosi. Sial! Berapa pasang mata telah menatap keindahan milikku? Aku tidak terima! Aku akan memberi pelajaran jilguk dan soeun setelah ini. 

Aku tidak pernah perduli gyuri dengan dress mininya. Tapi soeun, demi langit dan bumi aku tidak rela siapapun menatap keindahan tubuhnya. Kim so eun milikku! Seluruh tubuhnya hanya milikku! Dan aku siap membunuh siapapun yang berusaha meraihnya.

"Bum-ah." sekali lagi nada manjanya terdengar. Aku menghela nafasku dan mencoba untuk kembali tenang. Pikiranku kembali mengingat permintaanya dan aku kembali takut. Kali ini ku lupakan emosiku untuknya, meski pada jilguk itu tidak akan terjadi.

"Aku hanya ingin melakukan ini." jawabku sembari menengadah menatap manik matanya. Dan tanpa aba-aba aku menarik tengkuknya dan meraup bibir tipis itu yang sejak tadi terus menggoda hasratku.  Soeun tidak meronta, ia hanya menyungging senyum lalu menutup matanya menikmati lumatanku. Bibir ini bagai narkoba untukku. Aku begitu mencandu untuk selalu mencecapnya. Kenyal, lembut dan manisnya membuatku mulai kehilangan kontrol.

Tanganku perlahan naik. Aku mencoba tetap fokus saat menyadari pintu tidak terkunci, lalu dengan cepat meraih penaku tanpa melepas tautan. Menekan tombol lain dan kembali melancarkan aksi panasku. Soeun mengerang lirih, tapi aku tak akan menyetubuhinya di tempat ini. Hanya kamarku tempat yang tepat untuk tubuh telanjangnya. Kali ini aku hanya akan menikmati sedikit sentuhan kulit lembutnya. Merasakan kembali debaran dan rasa memiliki yang begitu membuncah.

Chagiya, jika nanti aku memilih membagi hati, ku mohon, ku mohon jangan pernah tinggalkan aku. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Tapi satu ruang masih tersisa untuk gadis kecilku, dan aku membuka hati itu kembali pada gyuri. 

Dia gadis yang ku puja belasan tahun ini. Gadis yang pertama merebut segala rasa di hatiku. Jika dia benar-benar hamil, aku tidak bisa meninggalkannya. Aku juga mencintainya sayang. Tangisnya menjadi kehancuran untuk hatiku. 

Mianhae, jeongmal mianhae chagiya

Cintaku telah terbagi, dan aku egois mempertahankan dirimu. Mungkin aku hancur melihat gyuri menangis, tapi aku akan gila, lalu mati jika kau meninggalkanku. Jadi tetaplah bertahan, hingga suatu saat nanti, aku akan membawamu pergi sejauh mungkin. Di mana hanya ada kau dan aku. Tidak akan pernah ada dia.


No comments:

Post a Comment