Untuk waktu yang berbeda, di mana keadaan tetaplah sama; Jepang dan Korea nyatanya pun tidak jauh berbeda. Jika Jhin Ae melemas karena panggilan Soeun, di kamarnya Sang woo meremang takut setelah mendapat panggilan telpon Siwon. Ia yang baru saja akan beristirahat setelah memeriksa beberapa dokumen, namun harus berpasrah membuka mata dan melonjak kaget mendengar kabar buruk yang menyapa.
"Sahee cepat hubungi Kimbum!! Minta dia membaw Soeun pulang secepatnya!!" teriaknya keras.
Tidak perlu waktu lama hanya untuk menghebohkan kesepian malam. Teriakan itu sempurna membuat ketenangan menghilang tertelan dinginnya malam.
"Ada apa sayang?? Kenapa berteriak??"
"Apa ada masalah??"
Sahee terlonjak dari tidurnya. Lantas terduduk sesak menatap sang suami yang tampak begitu gusar.
"Minjae, dia berada di Paris Sahee!"
"Mworago? Aish, kenapa kau tidak memastikannya terlebih dahulu?!" Yang benar saja!! Sahee benar-benar mengutuk keteledoran suaminya itu kini.
Terburu-buru Sahee meraih ponselnya di atas nakas, lalu mencari nama sang putra dalam contac khususnya.
"Aku tahu, aku begitu ceroboh." Sesal Sang woo.
Dada pria itu menyesak memikirkan nasib gadis mungil kesayangannya. Demi Tuhan, akan berbahaya jika Kimbum mengetahui semua sebelum waktu yang Soeun inginkan.
Sahee terlihat beberapa kali mengumpat ketika nada menyambung namun tak ada jawaban. Di tempatnya lagit memang telah menggelap, namun Paris?? Sahee yakin betul matahari pasti mulai telah mulai meninggi. Tidak ada alasan bagi putranya itu untuk menolak panggilan.
"Yeobseyo eomma."
"Kimbum bawa Soeun segera pulang." ucap Sahee cepat. Nafasnya berhembus kasar membuat nada suaranya sedikit tidak terkontrol.
"Waeyo? Ada masalah kantor?"
"Tidak perlu banyak bertanya, kau harus secepatnya membawa Soeun pulang!!"
Sahee memutus panggilan sepihak, lalu memejam sesaat ketika rasa sesal merasuk ke dalam hatinya. Menipu Kimbum terkadang menyisakan perasaan bersalah. Posisinya sebagai seorang ibu membuatnya merasa tak pantas untuk menutupi sesuatu yang mungkin akan melukai putra tampannya itu.
Sang Woo mendekat. Memeluk erat, kemudian mengusap sayang punggung renta wanita cantiknya itu. Ia tidak bodoh dalam memahami perasaan sang istri. Bahkan bibirnya selalu mencoba berucap agar sang putra bisa melindungi Soeun dari apapun. Namun janji kecilnya selalu mampu menutupi kenyataan dari kecerdasan putranya itu. Mungkin ketika Kimbum mengetahui segalanya, pria tampan itu akan menghancurkan dan tidak akan pernah memaafkan mereka.
*****©©©****
"Aneh!!"
Kimbum memandang datar ponsel dalam genggaman jemarinya. Sahee sama saja seperti Soeun!! Perusak ketenangan dan pengacau pikiran. Lihat saja, tidak ada angin tidak ada hujan, tiga hari yang lalu wanita tua itu terus saja merengek padanya. Tapi kini kalimat sinting itu justru berubah menjadi perintah kepanikan. Dan demi apapun Kimbum merutuk ke plin-planan sang ibu.
Menghela nafasnya, Kimbum lalu melangkah ringan dan meraih cofee yang tersaji di atas meja. Aroma semerbak dari rasa pahit begitu menggoda untuk membasuh kerongkongan.
Kimbum tersenyum, rasa hangat bercampur rasa manis dan pahit dengan cepat merubah suasana hatinya. Itu bukan hasil karya seorang Kim So Eun, melaikan para koki handalnya di bawah sana.
"Ayo bum-ah." Hingga sebuah suara menarik perhatiannya.
Kimbum berpaling. Menatap wajah Soeun yang menyapa ketenangannya. Berusaha tetap mendatarkan wajah demi menahan senyuman yang mencoba menerobos keluar. Gadis itu tampak cantik dibalut hotpants setengah pahanya dipadu sempurna dengan kaos biru ketat. Nampak seperti bocah remaja sekolah menengah pertama yang akan berkencan bersama seorang ajhussi setengah matang. Dan dirinyalah yang seorang ajhussi.
Sayangnya hal itu membuat Soeun menarik salah satu alisnya bingung. "Ada apa?" tanyanya.
Ia memandang aneh Kimbum yang menatapnya datar tapi dalam waktu yang cukup lama. Menundukkan kepalanya, Soeun menatap pakaian yang melekat. Jika saja ada keanehan pada cara berpakaiannya, maka dengan segera ia akan mengganti semuanya. Jujur saja pandangam Kimbum nampak seperti mencemooh cara berpakaiannya.
Langit begitu cerah dan penampilan mereka begitu kontras. Kimbum dengan setelan jas hitam mewahnya, dan dirinya dengan pakaian santai berupa kaos dan celana pendek sepangkal paha. Tidak terlihat seperti pasangan yang serasi.
"Eomma meminta kita segera pulang."
Kimbum kembali memalingkan wajahnya pada sajian di atas meja. Segelas hot chocolate dan Croque Monsieur tersaji mewah di depan mata. Di pesan khusus hanya untuk sang istri mungil yang berniat melanjutkan liburan. Mengingat bahwa gadis mungil itu belum menyentuh makanan sejak sore kedatangan Hyerim.
"Kenapa? Apa ada masalah?" jawab Soeun. Ia mendekat dan segera meneguk habis segelas chocolate-nya. Mengabaikan sandwich ham mewah yang telah sengaja disipakan sang suami. Perut yang terasa mual membuat wanita ini tidak bernafsu pada olahan makanan berat.
Membuat Kimbum naik darah. Pria ini mendengus keras melihat tingkah Soeun. "Jangan memancingku Kim So Eun!!" Gadis itu benar-benar banyak bertingkah. Haruskah Kimbum memaksa dengan cara menyumpalkan sendok ke dalam mulut mungil itu? Hari masih begitu panjang, dan merawat Soeun yang sakit adalah pilihan bodoh yang tidak ingin ia jalani.
"Apa salahku?"
Apa salahku?
Shit!!
"Kau masih bertanya?? Apa kau akan terus menyusahkanku?!" Habis sudah kesabarannya. Kimbum menatap Soeun tajam. Ia sudah mencoba mengalah, tapi ternyata itu pilihan tolol! Karena Soeun justru terus saja melanjutkan tingkah-tingkah idiotnya. Bahkan isakan semalam hanya seperti acting belaka.
"Baiklah, baiklah. Setelah kita kembali aku akan memakannya. Tapi sekarang kau harus menemaniku berbelanja." jawab Soeun manja. Ia menarik paksa Kimbum dan menuntunnya keluar. Mengabaikan kemurkaan sang suami. Kapan lagi hal ini akan terjadi? Tuhan sedang berbaik hati membuat pria tampan itu tiba-tiba saja melembutkan diri.
"Kau gadis matrealistis." desis Kimbum, namun tidak menolak tarikan lembut sang istri.
"Tarik ucapanmu bum-ah, aku hanya akan memakai sedikit."
"Terserah kau saja."
Ada satu rasa dan Kimbum telah mengakuinya. Malam itu ia mengernyit mendegar isakan dari dalam kamarnya, berniat memeriksa namun mengurungkan niat ketika Soeun memeluk erat bingkai yang tak pernah terjamah oleh matanya. Kepalan tangan adalah bukti dari segala kesesakan. Gadis itu terbiasa tertawa. Jadi ketika bibir tipis itu menangis, hal itu menimbulkan rasa tidak terima di hati Kimbum.
Mungkinkah Sahee benar? Bahwa cepat atau lambat hatinya akan berpindah.
No comments:
Post a Comment