Ruangan ini berbeda. Udara dingin namun hangat di hatinya. Wanita tua ini terus tersenyum, mengusap sayang kepala gadis yang tertidur manja dipangkuannya. Sofa terlalu lembut, jadi wajar sang gadis begitu menikmatinya.
Di belakang sana wanita tua sibuk juga dengan tatakannya. Wortel dan lobak menjadi teman kesibukan. Ketika air beriak tangannya lincah memasukkan dan mengaduk secara perlahan. Mereka baru tiba 2 jam yang lalu. Tanpa sang pemimpin, karena pria itu masih terlalu sibuk dengan pekerjaan. Tapi mereka khawatir pada sang putri, hingga memilih kembali secara mendadak. Korea masih tetap sama, indah dan membekukan. Banyak kenangan, namun mereka juga merindukan kota kelahiran ini.
"Halmeoni, kenapa siesie tidak pernah kembali?" gadis ini membuka rekatan matanya. Menatap sendu wajah wanita tua yang terus mengusap sayang kepalanya.
"Kenapa kau menanyakan gadis itu? Sekalipun dia mati, itu bukan urusan kita." alunan itu kasar, si gadis hanya diam tanpa jawaban. Ia tetap menatap sang halmeoni yang jelas menampakkan raut marah dan tidak suka.
"Dan berhenti memanggilnya siesie. Namanya kim so eun! Gadis itu tidak pantas mendapat panggilan khusus dari bibirmu. Pembunuh itu lebih layak mati dari sekedar hidup!" sambung sang wanita tua. Ia menghentikan usapannya dan membuang pandangan pada kaca besar pembatas dinding.
Sang gadis meringis, kalimat itu terlalu keras, namun ia tersenyum di dasar hatinya. Gadis ini mendudukkan tubuhnya, meraih tubuh renta sang halmeoni, lalu memeluknya dengan begitu erat. Ia menginginkan segalanya, harta dan seluruh kasih sayang. Mencari perhatian begitu mudah, gadis itu sendiri yang membuat dirinya terbuang.
"Tenanglah." bisiknya lirih.
Yeonju mengangguk, lalu tersenyum dari balik punggung sang cucu. Gadis ini kesayangannya, putri kecil yang mampu menghapus segala kehancurannya. Wanita ini tidak perduli telah membuang seorang cucunya, bagi wunji bahkan soeun bukanlah apa-apa. Namun ia akan mati jika gadis ini hilang dari pandangan mata rentanya.
Hanna, wanita tua itu berjalan mendekati. Pekerjaannya telah dilanjutkan para pelayan. Memasak hanya sekedar hobi untuknya, namun alunan kasar wunji membuatnya terpaksa berhenti dan menemui.
Rumah ini besar, harta yang mereka tinggalkan 15 yang tahun silam. Mereka kembali hanya untuk sang putri, putri kebanggan yang hanya satu mereka miliki.
Wanita ini menarik sudut-sudut bibirnya, tersenyum sinis saat sang ibu mertua marah dalam perkataannya sendiri. Ia cantik, berkelas dalam balutan dress terusan berwarna hijau lumut. Begitu berkarisma dengan wajah cantik dan mata sipitnya. Langkahnya anggun namun dengan kebohongan di setiap hembusan nafasnya.
Kejadian itu telah lama terjadi, namun dendam dan amarah belum juga mampu hilang dari dasar hatinya. Putranya merenggang nyawa, tepat sehari sebelum penyerahan kekuasaan atas semua saham sang ayah. Semua karena soeun, gadis mungil manja kesayangan kim joon. Gadis itu merenggut semuanya, membuat pria tampan itu pergi dan tak pernah kembali.
Bukan salahnya membenci, gambar gadis itu masih tertempel di beberapa bagian rumah ini, namun hanna belum bisa memaafkannya begitu saja. Gadis ini boleh menanyakan sang eonnie, tapi tidak berharap mereka bisa menerimanya kembali. Soeun bukan darah dagingnya, meski soeun darah daging suaminya sendiri. Gadis inilah darah dagingnya, putrinya, adik kandung dari kim joon putra tunggalnya.
Yeonju pantas membenci. Bukan hanya wanita tua itu, sang suami bahkan telah menganggap mati putrinya itu. Semua di mulai dari masa lalu, dan hanna tidak perduli jika semua orang tidak menganggap kehadiran soeun di dalam kehidupan. Cukup joon yang dengan tololnya menyerahkan nyawa, kali ini wanita ini bersumpah akan membuat putrinya menjadi satu-satunya.
Hanna melangkah, beranjak menaiki tangga dan memasuki kamar hitam bekas mendiang putranya. Mengusap gambar di setiap dinding, lalu menangis seorang diri.
No comments:
Post a Comment