****Conqeror Chocolate****
"Kenapa kau hanya sendiri? Di mana Yoon jilguk?"
Matahari telah meninggi ketika Kimbum menyelesaikan pembicaraannya. Kimbum beranjak dari atas sofa untuk mendekati Soeun, kemudian meminta wanita itu untuk pindah dari kursinya.
Soeun hanya melangkah ke depan meja Kimbum, dan duduk dikursi tanpa banyak penolakan. Mencoba untuk menyembunyikan rasa sakitnya. Tubuhnya sedang dalam keadaan lemas. Beberapa menit yang lalu kepalanya tiba-tiba saja diserang rasa pusing. "Molla." jawabnya singkat.
Kimbum mengangkat ganggang telponnya, lalu meminta sekretarisnya untuk membawa Jilguk masuk. Pria itu pasti berada di ruangan Bogem. Atau jikapun tidak, Kimbum yakin dia berkeliaran di sekitar Goldshion.
Dan tidak sampai sepuluh menit pria pendek itu masuk dan langsung duduk tepat disamping istrinya. Kimbum menetapanya sejenak, sebelum akhirnya menarik nafas dengan marah. Raut wajahnya yang semula datar kini berubah menjadi tegang. Hawa kemarahannya dengan cepat berbaur bersama udara yang dingin.
"Ada apa?" tanya Jilguk. Ia meneguk air liurnya takut-takut sembari menatap Kimbum. Pria itu tampak aneh dimatanya. Wajah Kimbum jauh lebih bringas dari dua hari yang lalu. Well, pria itu baru kembali dari Skotlandia dua jam yang lalu. Dan Kimbum lebih memilih melanjutkan pekerjaannya dibanding menemui Soeun.
Sesaat tadi Jilguk sempat berpikir bahwa Kimbum sengaja meminta Soeun datang karena rasa rindunya. Tapi sepertinya ia salah, karena Jilguk justru mendapat firasat bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya.
"Mau kemana kau?" belum sempat Kimbum menjawab pertanyaan jilguk, pria itu terlebih dulu menghentikan langkah Soeun yang mencoba menghindar. Ada raut tidak suka terlukis diwajahnya. Membuat Jilguk menautkan alisnya bingung. Kimbum terlihat seperti marah pada Soeun.
"Aku lelah kimbum."
"Aku juga sibuk Kim so eun! Jadi bisakah kau berhenti mengganggu waktuku."
Jilguk membelalakkan matanya. "Hyung, kenapa kau mengatakan hal seperti itu?" tegurnya. Ia sungguh tidak menyangka Kimbum akan tega mengucapkan kalimat sekasar itu pada Soeun. Sementara wanita itu tengah hamil, dan mungkin saja Soeun akan sakit hati.
Bersamaan dengan itu Soeun menghentikan langkahnya, dan menatap kimbum dengan sayu. Hatinya terluka mendengar nada kejam yang dilontarkan suaminya itu. Soeun ingin menangis, tapi ia mencoba untuk menahannya. Tidak baik banyak menangis dalam keadaan mengandung. Soeun tidak ingin kelak anaknya menjadi cengeng karena sifatnya.
Namun Kimbum justru tersenyum miring seakan tidak perduli. Bahkan sosok Soeun tidak lagi terlihat menyedihkan di matanya. "Tidak usah banyak bicara. Jelaskan ini padaku." Perintahnya. Tidak ada lagi kelembutan dari auranya. Kimbum sudah berada diambang batas kesabaran. Tidak perduli pada sorot mata Soeun yang sayu, Kimbum bahkan melempar kasar sebuah tabloid, tepat pada manik Jilguk. Membuat pria itu terbelalak dengan gugup. Tidak jauh berbeda dengan Soeun. Ia juga tidak kalah terkejut melihat gambar pada majalah. Wanita ini mendekati Jilguk sembari meremas kedua jemarinya.
"Ini,— "
Jilguk benar-benar tidak bisa melanjutkan ucapannya. Bibirnya mendadak kelu, dan rasa takut menggerogoti hatinya.
"Bukankah sudah ku perintahkan untuk mengawasinya dengan baik!!" hardik Kimbum. Nada suaranya naik satu oktav. Semua kesabaran yang dibangunnya runtuh.
Kimbum menatap nyalang Jilguk dan Soeun tanpa ampun. Kali ini tidak akan ada kata mengerti. Kimbum benar-benar tidak bisa mengampuni Soeun maupun Jilguk. Pria ini tidak menyangka kedua manusia itu berani menghianati kerpercayaan yang diberikannya. Sial! Kimbum mengeraskan rahangnya semakin emosi ketika mendengar jawaban sanggahan dari bibir Jilguk.
"Tidak hyung, ini salah."
"Kau ingin mengatakan ini bohong?" desis Kimbum dingin.
"Katakan!!!!" Tidak sampai satu detik, lengkingan kemarahannya sukses membuat jilguk terlonjak kaget dan mendengus. Berbeda hal dengan Kimbum, yang harus rela menahan nafasnya ketika Soeun justru ambruk tepat di depan kedua matanya.
"Noona kau baik-baik saja?"Jilguk mencoba untuk membantu Soeun. Namun ia harus menghela nafas ketika Kimbum justru mendorong kasar tubuhnya.
"Menjauh darinya!!" ucap Kimbum dingin.
Sejujurnya tidak ada maksud dari pria ini untuk melukai. Kimbum hanya marah dengan keadaan. Pria ini kecewa pada keputusan sang istri yang tidak memikirkan perasaannya. Soeun keterlaluan, dan Kimbum tidak menyukai kebohongan wanita itu.
Tapi melihat Soeun jatuh karena teriakannya, seketika juga jantungnya mencelos dan jatuh dari tempatnya. "Maaf." ucapnya menyesal. Tangannya bergetar ketika membawa Soeun ke atas sofa. Tubuh Soeun tidak seberat yang orang bayangkan. Dan Kimbum mengutuk otaknya yang justru lupa pada keadaan istrinya.
"Aku tidak melakukannya." dalam dekapan Kimbum, Soeun mengisak dengan kuat. Air mata yang sejak tadi ditahan dibalik pelupuk mata, mengalir deras bak curahan anak sungai.
Soeun memeluk pinggang Kimbum erat, guna menahan keram yang secara tiba-tiba menerjang perutnya. Ia takut, sangat takut. Kimbum tidak pernah marah. Sekalipun pria itu marah tidak seperti ini. Suaminya itu tampak buruk dan begitu mengerikan. Bola matanya yang memerah seolah berusaha membunuh Soeun dengan begitu kejam. Soeun merasa seperti tercabik-cabik di ulu hatinya.
"Tenanglah sayang. Maafkan aku" bujuk Kimbum. Ia menyesal ketika Soeun bergetar takut dalam pelukannya. Air mata wanita itu bahkan merembes menyentuh kulit dadanya. Membuat debar jantungnya yang semula bergemuruh marah, berubah menjadi sayatan-sayatan yang menyakitkan.
Jilguk telah beranjak lebih dahulu. Kimbum sedikit bersyukur. Setidaknya dengan keluarnya pria itu, ia dapat melakukan hal lain untuk menenangkan tangisan Soeun. Wanita hamil tidak diperkenankan untuk tertekan. Dan Kimbum juga tidak ingin istrinya lemah disaat yang tidak tepat. Terlebih mereka sedang berada di perusahaannya. Akan sangat buruk citra yang terbentuk, jika orang-orang mengetahui dirinya melukai istrinya sendiri. Itu cukup tidak menyenangkan menurutnya.
"Aku tidak melakukannya bum-ah. Aku benar-benar tidak melakukannya." Apakah Kimbum mengerti? Entahlah. Bahkan Soeun tidak tahu apa yang kini suaminya itu pikirkan.
"Mereka mengatakan hanya memakainya untuk sebuah tabloid wanita. Aku bersumpah." dengan nada serak Soeun menjelaskan. Tidak perduli air matanya merembes deras, wanita ini terus merafalkan penjelasan. Soeun tidak ingin Kimbum salah paham. Demi tuhan, ia tidak tahu jika agensi tempatnya bernaung melakukan hal keji itu padanya. Duduk permasalahannya tidaklah segampang yang orang pikirkan.
Soeun meremas tautan jemarinya yang memeluk Kimbum semakin erat. Dalam sekejap pikiran wanita ini melayang tak tentu arah. Soeun membayangkan seberapa banyak orang yang sudah melihat gambar tersebut. Ya Tuhan, jika saja tabloid itu jatuh pada ayahnya, maka semua akan semakin kacau.
"Berhentilah menangis sayang, kau membuatku takut. Ini tidak baik Soeun. Ku mohon." Soeun masih bisa mendengar ucapan Kimbum. Namun apapun yang Kimbum coba sampaikan, Soeun bahkan tidak perduli. Telinganya seolah tuli untuk sesaat. Debaran jantungnya memaksanya untuk mempertahankan Kimbum di sisinya.
"Tidak, ku mohon jangan memarahiku." jawab Soeun. Ia hanya terus saja meminta maaf sembari menangis. Membuat Kimbum terluka. Pria ini benar-benar menyesal membuat Soeun ketakutan.
"Maaf, aku lepas kendali. Setelah ini aku bersumpah tidak akan memarahimu lagi. Jadi berhentilah menangis sayang. " Sekali lagi Kimbum meminta maaf. Tidak perduli Soeun menjawab atau tidak, pria ini tetap mengucapkan ribuan kata maaf. Kimbum mencoba melepaskan dekapan Soeun untuk menangkup wajahnya. Tapi Soeun menolak. Wanita itu mempererat kalungan tangannya, membuat Kimbum pasarah.
Pria ini mengalihkan tangannya pada surai hitam sang istri, lalu mengecupinya berulang kali. Jika saja ia bisa lebih menahan kemarahannya dan mendengar penjelas Soeun terlebih dulu, wanita ini tidak akan pernah menjadi seperti ini. Bodoh! Umpat Kimbum pada dirinya Sendiri. Kini bahkan dirinya sendiri yang membuat Soeun semakin tertekan.
No comments:
Post a Comment