****Conqeror Chocolate****
Mei memasuki musim gugur dimana daun perlahan jatuh. Wanita ini tidak berjalan hati-hati, meski kini ia membawa serta bongkahan besar di dalam tubuhnya. Meliuk-liuk, ia berjalan seperti ratu yang cantik, tanpa memperdulikan seorang pria yang terus saja menggerutu karena langkah kakinya yang cepat. Dibalik tubuh wanita ini juga ikut serta dua pria berpakaian hitam. Mereka hanya diam. Namun seperti pengawal tolol yang menyebalkan. Soeun bahkan muak diikuti seperti seorang penjahat.
"Yaaaaaa, lambatkan langkahmu! Kau membuatku khawatir." sementara Jilguk mencoba menyelaraskan langkah dengan rasa cemas yang menikam jantung. Oh ya Tuhan, wanita itu tidak lagi selangsing dulu. Ia lebih terlihat semakin kekurangan gizi dengan beban besar di perutnya.
Jika saja wanita itu terpeleset maka sudah dipastikan nyawanya akan berakhir hari ini. Kimbum bukan orang baik jika sudah murka. Kejamnya iblis bahkan mengalahkan kekejaman pria tampan itu.
"Aku tidak perduli. Berhentilah mengikutiku." dan jawaban itu sukses membuat Jilguk mengumpat. Damn! Yang benar saja! Berhenti mengikutinya? Jilguk rasa Soeun sudah gila!
"Dan priamu itu akan memotong kepalaku? Begitu?"
"Tidak terimakasih." tolak Jilguk.
Soeun memucis, namun tetap tidak mengurangi kecepatan langkahnya. Wanita ini bosan terus diikuti layaknya pencuri dipagi hari. Ditambah bibir Jilguk terus saja terdengar memprotes langkah kakinya. Pria itu semakin lama menjadi seperti ibu-ibu tua. Soeun ingin menggunting bibir pria pendek itu, agar dapat diam beberapa saat.
"Kau pikir suamiku seorang pembunuh." sinis Soeun. Kali ini ia menghentikan langkahnya sejenak. Lalu memandang Jilguk penuh kekejaman. Aura kemarahannya tercetak dikedua permukaan pipinya yang memerah.
"Itu kenyataannya." jawab Jilguk. Ia menghembuskan nafas lega ketika Soeun menghentikan langkahnya yang seperti orang gila. Meskipun wanita itu menatapnya dengan tidak suka, tapi Jilguk tidak perduli. Soeun juga tidak akan tega memukulnya dengan tongkat. Sekejam-kejamnya wanita itu, Jilguk yakin Soeun hanya akan mengomel.
"Ck, kau adik kurang ajar!" meski apa yang Jilguk katakan benar adanya, tapi Soeun tidak suka jika seseorang menjelek-jelekkan sifat suaminya. Itu terdengar buruk ditelinga. Terlebih kehamilan ini membuat moodnya mudah terpancing. Janinnya seolah tidak suka jika sang ayah difitnah dengan kejam.
Soeun kembali melanjutkan langkahnya. Namun kali ini menjadi sedikit lambat. Sesaat tadi ia sempat merasa terkejut berkat sepakan si kecil. Well, Jilguk benar, seharusnya ia berhati-hati. Meski sepasang kakinya menggunakan flat shoes, tapi tetap saja gerakan yang terlalu cepat akan mengusik janinnya di dalam sana.
"Jadi noona tahu alasan hyung memanggil kita?" Jilguk mencoba tidak memperdulikan jawaban Soeun. Ia kembali melanjutkan langkah tepat di sisi wanita mungil itu. Jilguk mengucap syukur dihatinya ketika Soeun mau mendengarkan permintaannya.
"Tidak, aku bukan dukun."
"Tapi kau istrinya."
"Itu bukan alasan bung." Dan selesai. Jilguk berdecak kesal ketika Soeun dengan cepat mendekati pintu ruangan sang suami. Wanita itu sejak hamil menjadi lebih menyebalkan. Tingkahnya semakin semena-mena.
"Maaf nyonya Kim, tuan sedang ada tamu. Anda diminta menunggu." sapa seorang wanita. Membuat Jilguk tersenyum menang. Well, ia masih bisa mendengar sekretaris Kimbum itu, meski kakinya masih lima langkah lebih jauh.
"Tidak mau, aku lelah." tapi sekali lagi pria ini harus mengerang. Soeun telah hilang dari pandangannya. Wanita itu menerjang pintu dengan tidak sopan, lalu masuk tanpa salam.
Jilguk menghembuskan nafasnya lelah. Kedua bodyguard Soeun telah beralih dibalik pintu, dan menunggu dengan datar. Untuk saat ini Jilguk tidak berniat menjadi santapan kekesalan sepupunya itu. Jadi dari pada dia mendapat murka Kimbum karena ulah Soeun, Jilguk lebih memilih memutar tubuh, dan melangkah menuju ruangan Bogem. Itu lebih baik dibanding mengikuti Soeun masuk ke kandang macan.
"Ah nyonya,— " sementara itu, sekertaris Kimbum hanya mampu mendesah lirih. Tiga orang yang berada di dalam ruangan atasannya itu menatap dirinya dengan datar. Tapi istri cantik atasannya itu justru hanya melengos tidak perduli, dan segera mendudukkan tubuhnya di atas kursi kebesaran sang pemimpin.
Kimbum menghela nafasnya melihat tingkah nakal Soeun. Wanita itu selalu seenaknya. Beruntung kedua tamunya hanya tersenyum mengerti, tanpa mengeluh. Sebelum melanjutkan kembali pembicaraan mereka, Kimbum sedikit memberi kode pada sekertarisnya yang masih menunggu dengan tatapan menyesal.
No comments:
Post a Comment