Kimbum menggeleng menatap ruangan yang diinjakan kedua kakinya. Bangunan itu lebih terlihat seperti taman kanak-kanak dibanding sebuah kediaman seorang pengusaha. Balon dan bunga? Tolol! Hidup di jaman apa yang menyambut kepulangan memakai hiasan kolot? Dan lagi, mereka hanya pergi beberapa hari, bukanlah satu bulan atau satu tahun. Sahee memang aneh dalam bersikap, satu tipe ideal bila digabungkan bersama kim so eun.
Pria itu berjalan sambil melipat lengan kemejanya. Udara memang dingin, namun ia cukup berkeringat setelah membopong tubuh istrinya ke lantai teratas.
Yah, soeun tertidur begitu lelapnya hingga kimbum tak tega untuk membangunkannya. Gadis itu bahkan terlelap sejak pesawat mereka terbang meninggalkan negara romantis itu. Tidak ada rengekan dan tidak ada keromantisan. Pria itu harus cukup sabar dalam menahan rasa rindunya sekedar untuk mendengar alunan menyebalkan si gadis chocolate.
Ada sahee, sang wo, jong so dan hyerim di sisinya. Namun hanya sang eomma yang duduk diam dengan wajah penuh tekukan kelam. Bukan hal yang penting, karena wanita itu hanya sedang kecewa pada kenyataan. Kenyataan di mana seseorang yang ditunggu justru tertidur dan tidak menikmati sambutan konyol yang telah disiapkan.
Lucu! Jika saja bibir itu dapat tertawa, kimbum akan dengan riang mengeluarkan tawa besarnya. Tapi tidak, sahee akan menangis jika mereka melakukan atraksi cemoohan itu pada dirinya.
"Kau mengadakan pesta?."
Sahee mendengus mendengar cibiran sang putra. Hati memanas dan pria itu semakin memperkeruh suasana hatinya menjadi lebih buruk.
Wanita itu membungkam, memilih memaling dan menyembunyikan tetesan pada dada sang suami. Sedang sang wo terkekeh, ia terlalu geli melihat sikap kekanakan sang nyonya utama. Menangis karena kecewa, itu hal baru yang dilakukan wanita tua berparas cantik itu.
"Omo eomma, kau menangis? Kau bahkan belum menyapaku." hyerim membelalak tak percaya, namun tetap mencoba mencanda. Ini hari kepulangannya sejak 2 tahun lalu, tapi justru wanita tua itu menangis karena menantu kesayangannya yang tertidur tak menyapa.
Jong so terkekeh di sisinya. Tidak, pria itu berani bertaruh hyerim bukan sedang cemburu, hanya terlalu bahagia mendapati kehangatan telah kembali seperti sediakala, dan semua berkat si gadis mungil.
"Eomma seperti bocah." cibir kimbum. Ia tidak terlalu perduli pada tangisan sahee, wanita itu selalu berlebihan ketika kecewa. Menangis? Bahkan dirinya lebih gila dalam memendam rindu.
"Ayolah eomma, soeun hanya sedang mengambek. Kau tau, putramu memurkainya sebelum kepulangan."
Double sial, seharusnya pria itu memang tidak mengajak hyerim kembali bersama. Bibir itu terlalu menyebalkan dalam hal membocor. Entah apa yang dilakukan hingga wanita itu datang begitu pagi ke hotel dan berakhir dengan melihat hardikan maha dasyat yang dilontarkannya pada sang istri.
Kembali kimbum mengumpat, ia memutar bola mata malas, saat sahee telah berhenti dari isakannya dan telah sepenuhnya lepas dari pelukan sang wo. Wanita itu bahkan telah berdiri dengan bola mata siap memutus urat nadi di leher.
"Kau memurkai putriku?"
"Gadis itu terlalu meyebalkan!."
"Kau memang keterlaluan!."
Sang wo terbahak besar ketika satu lemparan bantal sofa mendarat tepat di kepala sang putra. Bahkan hyerim dan jongsi ikut terbahak menyaksikan pertengkaran konyol sahee dan kimbum. Astaga, jika saja gadis itu bangun, hal apa yang dikatakannya.
Hey, mereka telah berusia dewasa, bertengkar konyol di waktu hujan adalah sesuatu yang kolot. Tapi setidaknya, rasa telah kembali pada tempatnya, di mana kebahagiaan dan kehangatan seharusnya berlabuh.
Terus sahee melayangkan pukulannya. Tidak perduli akan melukai wajah putranya, ia harus memberi pelajaran pada orang yang telah berani memarahi gadis mungil kesayangannya. Soeun depresi, memurkai hanya akan membuatnya semakin terluka, dan sahee mengutuk tingkah bodoh kimbum.
"Eomma.."
Kimbum menarik sebelah alisnya sambil menghindari pukulan sahee, memutar arah memandang gadis yang berdiri di pertengahan anak tangga. Alunan itu bukanlah hal aneh, yang aneh adalah kata yang terlontar. Sejak kapan gadis itu semakin menyebalkan? Apa matanya buta sehingga tidak melihat kehadirannya ?
Gadis itu masih sama, terlihat pucat dan tidak bercahaya. Berbalut kaos peach kebesaran dan white hotpant kekecilan. Yah sangat tidak menyenangkan dipandang mata, karena memperlihatkan sebagian yang bahkan hampir keseluruhan paha putih yang seharusnya hanya dapat dilihatnya. Jangan kira kimbum tidak melarang, pria itu bakan telah mengancam dengan 3 ancaman, dan gadis itu tidak perduli. Jadi bisa bayangkan betapa hebatnya kimbum menutupi paha kesayangan itu selama berada di pesawat. Ia bahkan harus rela hanya mengenakan kemeja putih berlengan panjangnya, dengan jas menutupi paha si gadis mungil yang menyebalkan.
Sedang sahee dengan cepat menghentikan aksi penganiayaannya dan tersenyum cerah pada sang pemanggil yang begitu dirindukan.
"Omo sayang, waeyo?" Wanita itu berlari, menaiki tangga dengan gerakan luar biasa cepat, lalu menarik sang gadis ke dalam pelukannya. Ia cukup terkejut bengunnya sang menantu justru penuh dengan deraian air mata di kedua pipi tembamnya.
Hal yang dinantikannya adalah tawa dan senyum usil nan manja si gadis, bukan deraian air mata yang menyakitkan. Hyerim dan jongso tersenyum tersembunyi. Soeun memang layak disayangi, karena mereka juga merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan sang nyonya utama. Dan mereka juga merasakan hawa iblis yang siap membunuh pria yang telah berani menyakiti si mungil kesayangan.
"Sst, uljima... Katakan pada eomma." bujuk sahee. Ia menuntun soeun mendekati sang wo, dan mendudukkan di sisinya. Sedang soeun mengikuti tanpa memperdulikan tatapan sebal yang di lemparkan sang suami.
"Bicaralah nak." timpal sang wo. Pria itu mengusap lembut surai kecoklatan di sisi kirinya. Soeun tampak berbeda, membuatnya merasakan keanehan yang begitu menggelisahkan hati. Gadis itu pucat, namun bukan pucat biasa yang dikarenakan pengaruh demam.
Soeun mengangkat kepalanya, menatap sang wo dengan sendu. "Abeonim, bum-ah menghilangkan semua barang belanjaanku." isaknya memilu. Ia berhambur memeluk, menumpahkan segala kekesalan di hatinya. Sejak sadarnya ia bahwa seluruh barang yang di beli tidak diketahui rimbanya, soeun merasa begitu kecewa luar dan dalam. Terlebih pada hadiah ulang tahun yang di dapatkannya secara langsu g dari sang suami. Demi apapun soeun merasa ingin menangis di atas menara effiel, agar semua orang tahu kesedihan hatinya.
"Kau sendiri yang membuangnya, dan kau menyalahkanku?!." gerutu kimbum. Ia sungguh tidak percaya gadis itu mengucapkan kalimat yang menyudutkannya. Bukankah gadis itu sendiri yang membuang? Dan siapa orang bodoh yang akan menyelamatkan barang dibanding istri yang tergeletak pingsan?
"Tutup saja mulutmu dan minta maaf!!"
Sial, sahee selalu ringan dengan gerakan tangannya. Pria itu meringis merasakan denyutan yang menyambar di kepalanya karena pukulan tangan sahee. Hujan masih lebat dengan siramannya, tapi kedua wanita kesayangannya itu terus saja memancing rasa kesal di hatinya.
Soeun terkikik sembunyi-sembunyi, meraih toples yang tersaji dan meraup cookies yang sempat membuatnya menatap tak percaya. Itu bulatan manis kesukaannya, camilan ringan yang selalu disajikan jhin ae ketika dirinya sedang sibuk di depan kamera.
"Omo... Eomma kau terbaik." jeritnya bahagia. Bibirnya tersenyum cerah hingga mengakibatkan kedua matanya menyipit. Tangisnya telah sempurna menghilang, membuat kimbum kembali mendengus dalam kekesalannya.
Di tempatnya hyerim terkekeh tak tertahankan, sedikit mengusap sudut matanya yang mengalirkan tetesan kebahagiaan. Ah, kapan terakhir kali ia tertawa? Terasa begitu lama dan merindukan.
"Kau menyukainya?."
"Hmm." gadis itu menganggukan kepalanya bersemangat, mengabaikan seluruh pandangan yang memandangnya takjub dan geli.
"Apa kau lapar?."
"Anio."
"Huh! Anio? Apa kau sedang memancingku kim so eun?!" pria itu menajamkan pandangan matanya, menatap sang istri dengan pandangan tak termaafkan. Soeun benar-benar memancing urat emosi suami dengan kalimat tololnya. Tidak lapar? Sinting! Bahkan perut itu belum terisi sejak 16 jam yang lalu.
"Anio bum-ah.." cicit soeun.
Tidak lagi mengabai, seutuhnya gadis itu menyesal dengan lontarannya. Hal bodoh adalah saat dirinya lupa bahwa sesuap nasi pun belum terjamah oleh perutnya.
Soeun beranjak, meletakkan kembali toples pada permukaan meja lalu mendekati sang suami yang masih memandang dengan kejamnya. Ia meraih tangan kimbum dan menariknya lembut dengan lukisan wajah malaikat yang begitu polosnya.
"Kaja, aku ingin chocolate!."
Oh tuhan, jika saja bisa, kimbum benar-benar ingin memukul kepala mungil itu yang hanya berisikan chocolate di dalamnya. Hyerim dan sahee terkikik dengan sang wo dan jongso yang hanya dapat menggeleng dengan tidak percaya.
Hal nyata bahwa pria tampan itu benar-benar takluk pada istri cantiknya. Kimbum bahkan hanya bisa menatap syok gadis yang berdiri riang di hadapannya dengan senyuman luar biasa innocent tanpa rasa bersalah. Benar-benar terlihat tolol!
"Aku akan membatalkan kontrak kerjamu jika kau terus membantah!." well, itu ancaman menyebalkan. Soeun menghentak kasar jemari kekar sang pujaan, lalu melangkah menjauh dengan tak lupa menghentak kasar kaki di setiap langkahnya.
Membatalkan? Double sial dalam segala hal. Kimbum mencinta namun menyiksa! Chocolate adalah hidupnya, dan pria itu terus saja melarangnya mengkonsumsi makanan manis itu dan menggantinya dengan makanan berat yang bernama nasi. Itu menyedihkan!
Sang wo tersenyum mendengar kalimat protec bernada ancaman sang putra. Ia cukup setuju dengan sikap tegas kimbum, tidak seharusnya soeun terus mengkonsumsi makanan berbentuk tebal itu sebagai pengganjal perut. Gadis itu bukan keturunan eropa, dia seutuhnya keturunan asia yang masih membutuhkan, nasi!
Kimbum mengendik tidak perduli, meraih toples dan mencoba menjejal camilan yang menggoda ke dalam mulutnya. Well, ia juga cukup suka pada camilan manis, tapi tidak berlebihan. Pria itu kembali menutup toples dan mulai mengalihkan tatapan pada orang-orang yang tengah berpura-pura tak acuh.
Bibirnya mencemooh melemparkan senyuman miring, kolot memandang sang wo dan sahee yang tengah beracting berbicara serius dengan alunan nada begitu lirih. Dan tolol untuk hyerim dan jongso yang berpura-pura bermain dengan gadget dalam genggaman. Jelas tadi mereka begitu asik tertawa, dan kini diam tanpa suara.
"Tak perlu bersikap tolol! Apa eomma dan appa mengetahui soeun mengidap maag akut?." kalimat itu dilontarkan santai, namun dampak yang terjadi adalah 2 ponsel bermerk jatuh tanpa persiapan dan satu pria tua tersedak karena camilan. Konyol!
Kimbum menarik nafasnya dalam, beranjak dan memandang marah kedua orang tuanya yang kini menunduk bagaikan tersangka penyelundupan barang ilegal.
"Apa kalian sedang berusaha menipuku?." tanya kimbum, ia memijit pelipisnya dan melangkah sedikit menjauh. Menghembuskan nafasnya kasar ketika alunan kalimat dush kembali menyerang ingatannya.
Sahee menghembus lirih deru nafasnya, lalu beranjak mendekati sang putra, meski cukup terkejut pria itu telah mengetahui salah satu kelemahan soeun. Sedang sang wo memilih bungkam. Ia memberi isyarat pada hyerim agar meninggalkan mereka beberapa saat.
"Mianhae, eomma tidak bermaksud menutupi. Soeun hanya tidak ingin kelemahannya diketahui oleh orang lain." sahee mulai bersuara ketika ruangan telah menyepi dengan perginya hyerim dan jongso. Bukan bermaksud mengusir, hanya agar keduanya tidak turut mendapatkan amukan sang pewaris goldshion, karena biar bagaimanapun mereka telah mengetahui segalanya lebih dulu.
"Sekalipun suaminya? Apa kalian gila?!." hardik kimbum. Emosi yang telah berusaha ditahannya meluap ketika kenyataan muncul ke permukaan. Dush mengatakan, ia telah mencurigai soeun mengidap maag akut sejak pertama kali gadis itu sakit. Pria itu meminta kimbum memeriksakan sang istri langsung ke rumah sakit, karena akan sangat berbahaya bila tidal segera ditindak lanjuti, terlebih gadis mungil itu tidak pernah mengkonsumsi makanan berat.
Siapa yang tidak akan terkejut? Tolol! Bahkan pria itu merasa telah tertimpa puluhan paus di bagian dadanya. Ia bahkan baru merasakan mencinta dan dicintai, tapi tuhan dengan mudahnya mengirimkan masalah yang berhubungan pada keselamatan. Tidakkah ini menyesakkan?
"Aku akan mengawasinya mulai saat ini. Tidak ada chocolate kecuali aku mengizinkan!." jelas itu peringatan. Sang wo mengumpat ketika lontaran itu lolos begitu kerasnya. Kimbum akan tegas pada peraturannya, namun soeun membutuhkan makanan tersebut untuk kelangsungan hidupnya. Demi apapun pria tua itu merasa hidup di antara 2 jurang yang sama-sama menjeruskan pada kesalahan.
Sahee hanya terdiam di tempatnya. Usapan yang srbelumnya bergerak di bahu kekar sang putra kini telah berhenti seutuhnya. Wanita itu kini hanya mampu menatap tak percaya pandangan tajam manik mata pria tampan dihadapannya.
"Kau tidak bisa melakukan itu nak." ucapnya lembut.
"Aku suaminya, kau yang membuatku jatuh cinta padanya! Dan aku tidak akan membiarkan gadis itu meninggalkanku begitu saja!." jawab kimbum, pria itu seutuhnya kembali mendingin dengan raut wajah menyakitkan. Ia melangkah tanpa menyadari tubuh renta telah menegang dengan takutmya.
Sang wo berdiri, memeluk tubuh sang istri dengan usapan menenangkan. "Kita akan___"
"Besok aku akan memeriksakan keadaannya. Sampaikan pada jilguk, penandatanganan kontrak kerjanya aku batalkan!." lantunan itu menguap begitu cepat hingga sang wo menahan hembusan nafasnya di ujung tenggorokan. Tubuhnya melemas seketika dengan sahee yang bergetar tetap dalam pelukan.
Pria itu tidak berbalik, hanya berbicara diujung tangga teratas, dan kembali melanjutkan langkah memasuki kamar yang berada di ujung sudut kanan.
Bukan pembatalan yang ditakutkan, melainkan niat memeriksakan si mungillah yang mereka khawatirkan. Kimbum tidak boleh mengetahui hal sebenarnya yang terjadi, penyebab utama lemahnya sang istri. Karena jika pria itu mengetahui segalanya, sang wo yakin akan ada kemurkaan yang lebih dari ini.
To be continue...
No comments:
Post a Comment