🍂🍂
"Kau,—"
Sejauh langkah kakinya, Hanna tidak pernah menyangka semua akan berakhir begitu cepat. Ia tertegun menatap kehadiran Minjae tepat di balik tubuhnya. Manik pria itu berubah kelam. Tidak ada lagi cinta yang tertinggal di sana. Begitu cepat, seolah tidak pernah ada cinta untuknya.
Jahat! Hanna benci takdir mempermainkannya. Harusnya peluru menembus jantung Soeun, bukan Minjae berkhianat. Sial!! Hanna mengepalkan tangannya semakin kuat.
"Wanita bajingan!!! Apa kau pikir kau malaikat? Belasan tahun dan kau menghancurkan seluruh bayangan putriku!!"
Bajingan? Hanna lah yang bajingan!! Bukan dirinya!! Kim Minjae sialan!! Harusnya ia tahu pria itu tidak bodoh.
Melangkah mundur, Hanna mendekati ranjang, hingga Soeun spontan jatuh terduduk di atas ranjang. Wajah wanita itu pucat, tapi Hanna tidak perduli. Akan jauh lebuh bagus jika Soeun mati dan keguguran. Bayi itu tidak pantas lahir. Hanya bayi Gyuri yang berhak menjadi cucu dari Kim Sang Woo.
"Permainan sialan!! Sejak awal harusnya aku menyadari kau mengetahui segalanya." Ia terlalu menikmati perannya, hingga lupa mengawasi gerak-gerik pria tua itu. Benci yang tertimbun pada akhirnya memberontak. Sepandai apapun bibir itu menyimpan rahasia, tetap saja bangkai menebarkan bau busuk.
"Kau terkejut? Tetapi kau terlambat untuk menyesali semuanya."
Hanna tertawa keras. Pria itu tidak pernah berubah. Hati tidak akan bisa membenci, meski logika memaksa pergi. Ilalang di padang rumput tidak akan mati meski tidak disirami. Air hujan datang diam-diam, dan mereka akan menari bersama. Itu yang ibunya katakan dulu.
Tapi itu salah. Saeron tidak mengetahui jika hanya ada satu ilalang yang tertinggal di dalam gubuk. Di buang, dan dibiarkan mati seorang diri. Hingga waktu mengajarkannya cara membenci. Hatinya menuntut balas, dengan atau cara benar atau pun salah.
"Tidak ada yang perlu ku sesali Jae-ya. Tubuh ini puas menghancurkan seluruh musuhnya."
"Sinting!!! Istriku adalah kakakmu!!"
"Dia bukan kakakku!! Dia jalang!! Dia iblis!!"
Dulu, Max selalu mengatakan pergi dan lihat kakakmu. Mengatakan betapa cantik dan baiknya wanita putih itu. Pria itu membawa sang kakak ke berbagai negara, namun meninggalkannya seorang diri. Hanna mengusap kasar air matanya. Ia lelah menjadi lemah. Ia benci nama Hanni. Saeron selalu mengatakan jadilah anak baik. Tapi mereka tidak menjadi orang tua yang baik. Jadi bukankah ia tidak bersalah?
Hanni juga ingin menjadi Hanna. Menikmati hari dengan tiga pengasuh. Bermain di bawah pohon, tanpa harus takut ada yang melihat. Merayakan ulang tahun dengan balon, cake, dan teman-teman. Menghadiri acara perusahaan dan diperkenalkan sebagain putri kesayangan.
Tapi para iblis itu tidak melakukannya. Mereka membiarkan Hanni kecil seorang diri. Ia tidak pernah melupakan itu. Max akan marah jika ia meminta salah satu pengasuh Hanna menemaninya bermain. Max akan murka jika mengetahui Hanni bermain di saat rekan bisnisnya berkunjung.
Ketika hari lahir tiba, maka ia akan di kunci di dalam ruang gelap tanpa cake dan balon. Lalu Saeron mengatakan akan datang dan merayakan bersamanya, namun wanita itu justru pergi bersenang-senang. Seberapa banyak pun acara perusahan tidak jauh berbeda. Ia ada. Lee Hanni. Tapi tidak ada. Dunia tidak pernah mengenalnya.
"Kecemburuan itu membuatmu berubah!! Kau tidak pernah melihat kasih sayangnya. Hanna terluka jauh lebih sakit dari sakitmu!! Apa kau tidak mengerti?!"
Cemburu? Hanni mencengram keras rambutnya. Minjae tidak mengerti bagaimana lukanya.
"Tidak!! Wanita itu merebut segalanya. Menghempaskanku ke jalanan gelap, dan tertawa."
Hanya ia yang mengetahui sakitnya. Hanna akan datang, namun pergi ketika Max murka. Hanya akan menangis jika melihatnya menagis. Lalu apa gunanya wanita itu hidup. Jika benar Hanna menyayangi adiknya, wanita itu tidak akan mungkin merebut cinta pertama adiknya.
Hanya karena penyakit sialan, ia hidup bagaikan seorang putri. Hanni menyesal mengapa bukan ia saja yang mengidapnya. Dengan begitu Max akan mencintainya. Dengan begitu Saeron tidak akan memintanya mengalah. Dengan begitu Minjae tidak akan pernah pergi meninggalkannya.
Jika saja ia menderita hepatitis, mungkin saat ini ia telah mati dengan bahagia. Sama seperti Hanna. Tidak percuma ia membunuh wanita sialan itu. Bukan hanya Minjae kembali menjadi miliknya, Hanna pun tidak lagi merasakan sakit. Bukankah ia baik hati? Soeun salah mengatakan dirinya iblis. Ia adalah malaikat. Malaikat kematian yang siap mencabut nyawa wanita sialan yang kini juga mengidap penyakit yang sama. Keturunan terkutuk yang tidak seharusnya hadir menggantikan posisi Hanna.
"Kau salah. Hanna menangis hampir sepanjang waktu. Dia mencintaimu Hanni, kau hanya terlalu buta."
Minjae menatap Hanni pilu. Benar, wanita itu terluka, tapi Hanna juga sama. Hanna tidak bersalah. Orang tua merekalah yang bertindak salah. Berulang kali Hanna meminta Max berubah, namun pria itu begitu keras kepala. Penyakit yang menimpa Hanna membuatnya melemparkan kesalahan pada kehadiran Hanni.
Max mencintai Hanna namun membenci Hanni. Saeron berusaha mengubah keadaan, tapi Max mengancam akan memisahkan kedua putrinya. Ibu mana yang akan tega melakukan itu? Jadi bermain api lah yang bisa ia lakukan. Berpura-pura membenci Hanni di hadapan sang suami.
"Kau pembohong!!"
Untuk apa ia berbohong? Minjae ingin mendekat, namun langkah mundur yang Hanni lakukan membuat ia mengurungkan niatnya.
"Ku mohon Hanni. Kita hidup beriringan. Aku mencintainya tapi terbiasa bersamamu. Apa belum cukup sakitku."
Air matanya kembali jatuh. Seolah hati itu mengatakan jika ia menyerah. Memang benar ia salah satu peran yang menghancurkan wanita itu, tapi itu bukan keinginannya. Rasa cintanya luruh ketika pernikahan itu terjadi. Hanna mengalihkan duanianya. Sosok rapuh itu menempatkan dirinya sebagai topangan hidup. Hingga lambat laun Minjae melupakan cinta pertamanya. Ia begitu menikmati kehidupannya. Meski sempat menolak pernikahan itu, Minjae lupa jika ada seorang gadis kecil yang juga rapuh, dan menjadikannya tujuan hidup.
"Kau bahagia."
Lebih dari bahagia. Menjalani apa yang seharusnya. Menebus kesalahannya di masa lalu. Minjae menjalaninya dengan tulus. Ia menyayangi Hanni sama seperti dulu, meski cinta itu tidak lagi ada. Minjae menyayangi Joon, sama seperti putranya sendiri. Begitu juga dengan Gyuri yang jelas-jelas bukan putri kandungnya. Namun menghancurkan seseorang? Minjae tidak bisa.
"Bahagia seperti apa yang kau maksud? Menghancurkan putriku? Tuhan akan menghukumku dalam kematian."
"Dia bukan putrimu Kim Minjae!!! Gyuri!! Hanya Gyuri putrimu!!!"
Tidak! Minjae menggeleng kasar. Sekeras apapun jerian itu, Minjae tidak perduli. Hanni tidak lagi bisa menipunya. Wanita itu tidak lagi bisa memperdaya dan memaksanya. Sudah cukup permainan ini. Minjae tidak akan biarkan Hanni kembali melukai putri kesayangannya. Harta terakhir yang Hanna tinggalkan untuknya. Hanya wanita mungil itu saja yang ia miliki. Jika ia tidak ada, maka untuk apa Minjae hidup. Ia akan berdosa ketika menemui Hanna.
"Putriku Kim So Eun!! Hanya Kim So Eun!!"
Buah cintanya dan juga Hanna.
"Ratusan waktu aku habiskan hanya untuk menyesali semua keputusanku Hanni. Harusnya aku tidak mengikuti semua permintaan Hanna. Kau tidak merasakan luka ketika melihat darah dagingmu menangis seorang diri. AKu lelah hanni-ya."
Jika saja bukan karena Hanna, maka tidak akan pernah sudi Minjae menjalankan permainan sialan ini. Minjae menagis mengingat kembali segalanya. Wanita itu memintanya menjauhi Soeun. Meminta Minjae bertindak sebagai ayah yang kejam. Menangis. Bahkan air matanya tidak mampu mengalahkan kekerasan Hanna. Wanita itu mengatakan Soeun dalam bahaya. Minjae tidak mengerti. Namun ketika Joon mati demi melindungi Soeun, saat itu Minjae sadar jika Hanna memang benar.
Semua terjadi begitu cepat. Seorang wanita tua menemui dan mengatakan jika ia adalah Hanna. Untuk pertama kalinya Minjae merasa seperti gila. Hari-hari berlalu, wanita itu selau hadir dalam sepi. Ia tidak menangis, namun selalu memohon. Dan entah mengapa hati itu mempercayai. Hingga kecelakaan itu terjadi. Dalam bilik rumah duka, semua menjadi jelas.
Joon bukan putranya. Hanna bukan Hanna, dan bertahun-tahun ia hidup dalam sandiwara palsu seorang Lee Hanni. Ketika Gyuri hadir, saat itulah Minjae sadar ia harus mulai bersandiwara. Melukai putrinya, mengirimnya jauh, dan membuat Soeun membencinya. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding melihat anaknya merangkak di atas tanah. Minjae tahu ia salah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melindungi Soeun, setelah Hanni berhasil membunuh Hanna.
Menarik nafasnya, Minjae menatap Soeun lembut, sebelum akhirnya kembali menatap Hanni.
"Jangan lukai putriku Hanni."
Ada banyak rahasia yang tidak bisa ia jelaskan. Sorot mata kehancuran Soeun membuat bibir itu kelu. Wanita mungil itu meringkuk memeluk lutut di sisi ranjangnya. Minjae tidak sanggup. Ia tidak bisa melihat putrinya terluka jauh lebih dalam.
🍂🍂
No comments:
Post a Comment