Search This Blog

Friday, May 1, 2020

Conqeror Chocolate 60











®®®Conqeror Chocolate®®®

Matahari baru saja terbit bersama rintikan hujan. Tanah di sekitar taman belakang terlihat becek dan berkubang. Sebatang mawar juga terlihat rontok berserakan memenuhi tanah dibawahnya. Seperti melukiskan kehancuran yang mengerikan. Kelopak-kelopak merah menjadi titik fokus yang utama. Ada dua tangkai yang ikut tertekuk patah, bersamaan dengan kuncup yang belum sempat mekar.

Soeun menekuk bibirnya sesaat setelah menangkap pada bagian itu. Lalu berjalan mendekati teras tanpa menyadari Kimbum turut mengikuti di belakangnya. Pria itu memang tidak bersuara. Tidak meninggalkan bunyi apapun yang mampu ditangkap telinga Soeun. Bahkan ketika pria itu terkikik melihat tekukan wajahnya, Soeun juga tidak menyadari. 

Seluruh kesadarannya seolah tersedot oleh hujan. Angin membawa kenangan pada setiap sentuhan kulitnya. Soeun ingat pernah bermain air di bawah hujan. Melindungi mawar agar tidak patah akibat guyuran yang keras. Menyipratkan lumpur pada teras yang bersih. Dan memainkan kubangan untuk bergelung di atasnya, tanpa memperdulikan seluruh pelayan yang panik akibat kelakuannya. Hingga di akhir permainan akan selalu ada gerutu dari Joon. Pria itu bahkan selalu menatap dengan kejam ketika menemukannya basah. 

Apa yang kau lakukan?

Empat kalimat itu akan menjadi andalan Joon untuk memurkai. Bukan pada sosoknya, melainkan tiga pelayan wanita yang ditugaskan untuk menjaganya. Mulai dari A hingga pada Z, kemudian kembali pada A, Joon akan terus mengomel. Kalimat panjangnya bahkan akan mengalahkan kereta api terpanjang di dunia. Joon. Mengingatnya membuat Soeun rindu. Setetes air mata menjadi tanda akan kerapuhannya. 

Dan seseorang yang berada dibalik punggungnya memilih menghela nafas. Kemudian mendekati secara perlahan. Ada remasan tak kasat mata yang Kimbum rasakan di jantungnya ketika Soeun menahan tangisannya. Wanita itu tidak bersuara, tidak mengisak, dan tidak berteriak. Dan hal yang terjadi sungguh menguras seluruh kecerdasannya untuk memahami. 

Langkah kaki Kimbum terdengar mengiringi hujan. Tapi entah mengapa, Soeun tetap tidak menyadari langkah kaki yang mendekat pada tubuhnya. Khayalannya membawanya jauh melintasi nirwana. Membuatnya lupa akan segala hal. Termasuk pada suami tampan yang begitu dicintainya, yang kini menatap punggungnya dengan sayu. 

"Ada apa sayang? Apa ada yang menganggu pikiranmu?" hingga ketika Kimbum bersuara barulah Soeun menyadari bahwa ia sedang tidak sendiri. Soeun sedikit mengutuk keteloderannya sesaat. Namun sebelum ia lupa akan rasa dingin di pipinya, cepat-cepat Soeun mengusap jejak air mata yang belum mengering. Kemudian berbalik menghadap si pemberi suara. 

"Tidak. Sejak kapan kau menguntitku Bum-ah?" Ada nada kesal yang coba ia lontarkan dari kalimatnya. Tapi Soeun kembali menekuk bibirnya saat menemukan Kimbum dengan sengaja tersenyum lebar. Alih-alih marah atau merajuk seperti beberapa hari ini. 

"Sejak istriku menangis seorang diri. Astaga, itu membuatku terluka." Dan kalimat itu benar-benar luar biasa menyebalkan ditelinganya. Soeun mendengus dengan keras. Terlebih ketika Kimbum menariknya dari pembatas teras, dan membawanya pada kursi ayunan. Lalu memangkunya dengan cara yang tidak lazim. 

"Kau buruk dalam beracting sir. Dan apa-apaan ini. Lepas Bum-ah. Ini membuatku risih." Soeun mencoba berontak untuk turun. Tapi, shit! Lagi-lagi ia merutuk ketika Kimbum dengan kurang ajarnya mengecup basah lehernya. 

Oke, meski saat ini Soeun akui ia senang Kimbum bersikap romantis, tapi menurutnya cara duduk ini terlalu vulgar untuk dilakukan di alam bebas. Kimbum boleh-boleh saja melakukan hal berlebihan mengingat ini kediamannya. Tapi bagaiman mungkin pria itu bisa melakukan hal-hal yang aneh saat mereka tidak hanya berdua. Oh Soeun masih sadar ketika mendapati Sahee mengintip lewat celah pintu yang terbuka. Sungguh itu sangat memalukan. 

Kimbum sendiri hanya terkekeh tanpa perduli pada kekesalan sang istri. Soeun duduk mengangkang di pahanya, dan itu sangat menyenangkan. "Kenapa kau tidak bisa diam? Ayolah sayang, aku merindukanmu. Apa aku tidak boleh memeluk istriku?" tegurnya berpura-pura kesal. Kimbum menekuk wajahnya masam. Seolah memperlihatkan bahwa ia benar-benar kecewa, karena Soeun terus menerus bergerak bak cacing kepanasan. 

Dan entah itu pertanyaan benar atau hanya candaan, tapi Soeun benar-benar semakin menjadi kesal. Rindu boleh rindu, tapi berpelukan di alam terbuka? Soeun rasa itu ide yang gila. Ditambah dengan kegilaan Kimbum yang kembali menyerang lehernya secara brutal. 

"Tapi ibu melihat Kimbum. Aku malu" Dan pada akhirnya Soeun hanya mampu bercicit dengan rona merah di wajahnya. Tidak ada hal lain yang Soeun bisa lakukan kecuali menundukkan kepalanya, dan bersembunyi pada ceruk leher Kimbum. 

Namun sialnya aroma citrus yang melekat pada tubuh kekar suaminya itu membuat nafsunya mendadak bangkit dengan tidak tahu diri. Soeun membayangkan hal-hal panas yang baru saja beberapa jam lalu mereka lakukan. Jeritan Kimbum, erangan pria itu, aroma maskulinnya, kecupannya, lumatannya, ash, shit!

Oh terkutuklah dirinya. Soeun benar-benar menyumpahi kejalangannya. Yang benar saja! Ia membayangkan semua hal mesum hanya karena ulah kurang ajar bibir Kimbum yang menjelajah lehernya. Oh Tuhan, ingatkan Soeun untuk beribadah lebih sering. Agar otak mesumnya tidak kembali lagi. Mau ditaruh di mana mukanya, jika Kimbum sampai menegetahui apa yang ia pikirkan.

"Biarkan saja sayang. Ibu juga pernah muda. Hmm, apa kau tidak ingin jalan-jalan?" Hujan masih berjatuhan seperti kerikil-krikil kecil yang bening. Membuat udara pagi terasa segar di pernapasan. 

Soeun mendongakkan wajahnya, menatap Kimbum dalam waktu yang lama. Mata pria itu, entah mengapa selalu saja mampu menghipnotis seluruh kesadarannya. Soeun bahkan lupa pada kemesuman otaknya. Aroma citrus yang berbaur udara lembab membuat perasaannya kembali menjadi muram. Tidak ada yang salah pada kalimat Kimbum. Soeun justru bahagia pria itu meluangkan waktu hanya untuk membahagiakan hatinya. Tapi ada yang salah. Soeun tidak tahu apa yang terjadi. Tapi ada yang tidak beres pada hatinya. 

Semua di mulai sejak makan malam yang menghadirkan Gyuri di dalamnya. Semua bayangan masa lalu perlahan memenuhi ingatannya. Soeun mengingat satu titik masa lalu yang mana membuatnya hancur pada saat itu juga. Mata Gyuri, tatapan Gyuri, senyum Gyuri. Soeun tahu Gyuri menyukai Kimbum. Ia tidak pernah salah. Matanya melukiskan segala hal yang selama ini menjadi pikirannya. 

Tidak ada yang mengetahui apa yang ia pikirkan selama ini. Soeun tahu ia bagaikan jalang busuk yang tidak tahu diri. Bersembunyi di dalam kenyaman. Seolah tidak ada yang terjadi selama ia tersenyum. Tapi, semua hanya sebuah kamuflase. Apa yang dirinya lakukan semua ada alasannya. Kenapa ia hanya diam, dan kenapa dia hanya tersenyum. 

Bolehkah Soeun jujur? Soeun takut. Itulah jawabannya. Selama ini Soeun tahu Kimbum menjalin kasih pada wanita lain. Ketika siang itu Kimbum memeluk Gyuri, Soeun ada di balik pintu yang tidak terkunci. Telinganya mendengar semua ucapan Kimbum. Kalimat cinta suaminya, janji suaminya, semuanya. Tidak ada satupun yang luput dari pendengarannya. 

Lalu ketika Kimbum berciuman di ruangan kantornya. Adakah yang mengetahui Soeun berada dibalik pintu? Ada, sekertaris Kimbum. Air matanya adalah bukti kehancurannya kala itu. Seluruh kata maaf yang wanita itu lontarkan bahkan tidak mampu menyurutkan gelombang di dalam hatinya. Sakit? Tentu. Tapi Soeun mencintai Kimbum. Sejak pertama kali matanya menatap manik elang Kimbum. Cinta itu tumbuh begitu luar biasa. Hingga saat ini pun Soeun tidak mampu lepas dari jeratan belenggu Kimbum.

Kimbum meraih semua sisi dihatinya. Meski cinta pria itu nyatanya bukan untuknya, namun Soeun bersyukur Kimbum tidak pernah meninggalkannya. Dan itu cukup. Hanya dengan tetap bertahan bersamanya, Soeun siap mengarungi seluruh badai yang menerpa hidupnya. Biar saja Kimbum tidak mencintainya. Biar saja ia bagai jalang yang murahan. Asal Kimbum tetap menjadi suaminya. Itu saja sudah cukup. 

"Ibu memang pernah muda, tapi tetap saja ini memalukan." Soeun tahu jawaban itu terdengar munafik. Tapi ia bersyukur ketika Kimbum kembali tersenyum. 

"Dan aku juga lelah jika berjalan. Aku bosan, tapi ingin dirumah saja." lanjut Soeun. Membuat sekali lagi kedua sudut bibir Kimbum terangkat membentuk senyuman menawan. Suara Soeun selalu mampu menggelitik perasaannya. Membangkitkan semangat yang tersimpan di dalam dirinya. 

Soeun dan seluruh nafasnya adalah candu yang tidak dapat Kimbum hindari. Menjauh dari Soeun adalah kiamat yang paling Kimbum tidak inginkan. Kimbum mengusap pipi Soeun lembut. Merasakan dingin yang menyelimuti daging gempal istrinya itu. "Baiklah sayang, aku akan menemanimu agar kau tidak bosan. Apa kita perlu bercinta?" Candanya sembari tersenyum jahil. Suasana pagi ini memang lebih dingin. Dan seks di pagi hari bukan ide yang buruk. Kimbum juga pernah mendengar bahwa ketika kandungan semakin membesar, wanita perlu melakukan seks agar kewanitaannya lebih lentur ketika melahirkan.

Hari ini ia juga memilih tidak bekerja. Kandungan Soeun yang sudah menginjak tujuh bulan membuatnya ketar-ketir disetiap kegiatannya. Kimbum tidak menampik rasa gelisah yang semakin hari semakin menggerogoti perasaannya. Jadi sebisa mungkin ia ingin ketika soeun membutuhkannya, dia ada di sisi wanita itu. 

Meski sebelah hatinya juga turut menghawatirkan keadaan Gyuri yang juga tengah mengandung. Tapi lebih dari itu, Kimbum tidak bisa mengelak bahwa hatinya jauh lebih mengkhawatirkan Soeun. Masalah Gyuri untuk sesaat ingin ia lupakan. Kimbum akan menyelesaikannya setelah Soeun melahirkan. 

Itu juga jika tidak terjadi apapun pada istrinya. Jika Soeun tidak dapat bertahan, mungkin Kimbum akan memilih menyusulnya. Demi Tuhan, Kimbum tidak akan biarkan Soeun pergi meninggalkannnya. 

Beberapa bulan ini ia sudah memikirkan segalanya. Apapun yang Soeun lalui wanita itu tidak pernah mengeluh. Soeun selalu rajin mengontrol kandungannya, meski ia tidak pernah ikut menemani. Soeun memahami hatinya. Dan wanita itu tidak pernah memaksanya untuk menerima calon buah hati mereka. Kimbum tahu dia adalah manusia paling bodoh di muka bumi. Tapi, hati itu tetaplah hati yang beku. Terhitung empat bulan sejak ia mengetahui penyakit Soeun, Kimbum hanya bertindak sebagai orang yang jahat. Ia memilih memperhatikan dari jauh. Melindungi Soeun tanpa perlu ada yang mengetahui. 

Mungkin dirinya brengsek karena tidak mau mengakui darah dagingnya sendiri. Tapi demi nyawanya sendiri, bukan itu maksud hatinya. Kimbum hanya tidak bisa kehilangan Soeun. Apa dan bagaimana pun orang menghujatnya, Kimbum tidak perduli. Baginya cukup hanya Soeun. Seluruh hidupnya akan baik-baik saja dengan adanya Soeun. 

Tapi malam itu, dimana Gyuri hadir, Kimbum sadar ia harus berubah. Kalimat Soeun benar-benar menampar hatinya dengan begitu keras. Kimbum brengsek, itu memang benar. Dan Kimbum tidak pernah mengelak dari sebutan itu. Namun sorot mata Soeun, entah mengapa Kimbum melihat luka di dalamnya. Soeun seperti menahan sakit yang tidak dirasakannya. Saat itu Kimbum akhirnya mengerti, Soeun membutuhkannya. Membutuhkan perhatiannya untuk berjuang. Selama ini wanita itu hanya berjuang seorang diri, namun kenyataannya ia bersembunyi dibalik senyuman. 

"Tidak. Kau mesum Bum-ah. Bagaiman jika kita bermain air saja." Wanita itu kembali menjawab sengit. Kimbum tersenyum lebar ketika merasakan sebuah pukulan di bahunya. Pukulan yang sejujurnya hanya terasa seperti usapan sayang. 

"Kau akan masuk angin setelah itu." Soeun hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangannya pada jatuhan hujan yang semakin membesar. Kimbum sendiri tidak perduli sekalipun wanita itu akan merajuk. Ia mengarahkan kedua tangannya untuk menangkup pipi Soeun. Memaksa untuk menatapnya. 

"Apa kau sudah menghubungi Jhin ae nonna?" Kimbum melanjutkan kalimatnya setelah Soeun menatap seperti bertanya, Ada apa? Kimbum juga memberikan lumatan basah. Yang membuat Soeun tersenyum dengan lebar.

"Sudah. Eonnie mengatakan akan kembali hari ini. Mungkin besok dia akan kemari. Baby Du sedikit sulit pada cuaca." Lalu mengarahkan tangannya untuk bermain disekitar rambut belakang suaminya itu. Soeun benar-benar berusaha untuk tetap fokus pada arah pembicaraan Kimbum. Meski sejujurnya nafas mereka yang berpadu menerpa wajah, membuat nafsunya perlahan bangkit. Soeun bahkan hampir kehilangan kendali untuk tidak mencium bibir Kimbum yang luar biasa menggoda di matanya. Beruntung ia sempat melihat pantulan wajah sang woo di kaca. Jika saja tidak mungkin mereka akan bergumul di tempat ini tanpa tahu malu. 

"Ah, kau benar. Aku hampir melupakannya. Apa kita harus membelikan Du kado?" Kimbum menepuk jidatnya. Merasa bodoh dalam sesaat. Astaga, bagaimana bisa dia begitu pelupa. Hampir saja ia melupakan makhluk kecil nan tampan itu. 

Jhin ae baru saja melahirkan tiga bulan yang lalu. Dan ya, wanita itu juga mengetahui tentang kandungan Soeun. Satu bulan yang lalu Jhin ae bahkan memberinya petuah selama dua jam melalui panggilan seluler. Bisa bayangkan penderitaan Kimbum? Itu juga salah satu hal yang membuat Kimbum mengalah pada kehamilan Soeun. Terlebih dari itu, wajah tampan Du yang tertangkap kamera Jhin ae benar-benar membuatnya iri. 

"Tentu. Aku hanya memesan secara online. Eomma melarangku berjalan keluar." Terdengar nada merajuk dari suara Soeun. Wanita itu juga menatapnya dengan pandangan sarat akan penderitaan. Namun Kimbum terkekeh mendengarnya. Oke, beruntung wanita itu tidak mengetahui jika ia lah yang sejujurnya memerintahkan Sahee untuk melarang Soeun berpergian jika tanpa dirinya. 

"Tidak apa. Itu juga bagus. Apa yang kau pesan?" Ya bagus, karena dengan begitu ia bisa mengawasi gerak-gerik istrinya yang suka seenaknya. Kimbum masih selalu mengingat kejadian dimana Soeun meminta pria lain memangkunya. Dan Kimbum bersumpah itu adalah yang pertama dan terakhir kalinya. 

"Sepasang baju hangat."

"Itu saja?"

"Hmm." Soeun mengangguk. Persis seperti balita. Ditambah dengan pandangan polosnya yang membuat Kimbum semakin jatuh cinta. 

Dengan rasa gemas diambang batas, Kimbum menciumnya dengan tidak sabaran. "Kau sangat menggemaskan." ucapnya kemudian. Lalu tanpa memberi kesempatan Soeun untuk bicara, Kimbum kembali menciumnya. Menelusupkan lidahnya dan membelit lidah Soeun dengan rakus. Rasa manis bibir dan lidah Soeun yang menyentuh indera perasanya membuat Kimbum kehilangan pengendalian.

Kedua tangannya bergerak menyentuh tubuh Soeun yang terbungkus kaos biru tipis. Membuat Soeun mati-matian menahan suaranya. Ia masih cukup waras untuk tidak memancing kehadiran Sang woo dan Sahee karena suara desahannya. Bisa-bisa kedua manusia itu justru menonton aksi mesum meraka. Dan itu adalah mimpi mengerikan bagi Soeun jika benar-benar terjadi.

Tapi apa yang Soeun pikirkan tentu saja berbeda dengan yang Kimbum pikirkan. Persetan dengan Sahee ataupun Sang woo! Biar saja mereka mendengar. Toh jikapun mereka melihat, Kimbum yakin mereka hanya akan tersenyum, lalu pergi. Mereka juga tidak akan membiarkan seorang pelayan pun memergoki kelakuan nakalnya. Biar tua begitu, Sahee dang Sang woo memiliki satu tujuan yang sama dengan dirinya. Yaitu membahagiakan Soeun sepanjang umurnya. 

Waktu mungkin tidak berpihak padanya. Tapi Kimbum akan berusaha melawan takdir yang kejam pada kisah cintanya. Meski hanya sebuah perhatian kecil. Namun seluruh cintanya tertuang bersama setiap sentuhannya. Bergerak lembut, Kimbum membiarkan Soeun menikmati cinta yang diberikannya. Wajah Soeun yang cantik semakin menggoda ketika sepasang matanya menutup. 

Kimbum berani menukar seluruh kekayaannya untuk melihat wajah indah Soeun. Tidak ada satu manusia pun yang pernah melihat raut wajah Soeun ketika menikmati sentuhannya. Itu sungguh indah. Kimbum bersyukur menjadi satu-satunya manusia yang dicintai Soeun. Sahee tidak salah menjodohkannya dengan seorang malaikat. Malaikat yang memiliki hati yang putih, tubuh yang menggoda, dan mata yang indah. Jika suatu saat ia dilahirkan kembali, maka Kimbum akan meminta Soeun untuk tetap menjadi kekasih hatinya.

Tetap hanya Soeun meski Gyuri akan kembali di masa yang akan datang. Dan dengan jeritan terakhir yang Soeun lontarkan, Kimbum meraup bibir tipis Soeun. Melihatnya dengan lembut kemudian mengecup sayang pucuk kepala  wanita yang paling dicintainya itu. 

Setelah ini, biarkan Tuhan yang menentukan jalinan kisah mereka. 


No comments:

Post a Comment