Search This Blog

Monday, August 16, 2021

Reality (Part 8)

 Langit boleh congkak ketika matahari menemaninya. Angin boleh tamak, ketika matahari juga menemaninya. Tetapi keadaan tidak akan selalu berpihak seperti sebuah harapan. Terik bukan berarti tidak akan hujan. Sama seperti cinta, senyum bukan berarti akan terluka. 


"Darien, aku menyukaimu." 


Shine menghembuskan napas lega, ketika kalimat yang telah lama dipendamnya itu terlontar begitu lancar. 


Darien sendiri hanya bisa menarik salah satu alisnya. Lalu tersenyum kecil. Udara terasa begitu panas, namun angin sedikit mengurangi kegerahan. 


"Apa yang kau katakan Shine? Apa kau sedang berusaha bersandiwara?" tanyanya setengah bercanda.  Membuat Shine membeku.


"Tidak, aku serius." cicit Shine. 


Darien kembali menarik kedua sudut bibirnya tersenyum tulus. Lalu memalingkan wajahnya, menyapu pandangan pada siswa di bawah sana yang hingar dengan lantunan bola basket. Biasanya ia juga akan berada di bawah sana, tapi hari ini ia mendadak merasa malas untuk bermain. 


"Hari ini aku tidak sedang berniat bermain sayang. Dan sandiwaramu sangat buruk." tuturnya lembut. 


"Tapi aku sedang tidak bercanda Darien. aku serius." 


Darien kemudian mengacak surai Shine. dengan gemas. Lalu setelahnya menjauh mendekati ujung pagar pembatas di sisi kanan, dan duduk di atas semen dingin yang padat. 


Atap sekolah menyenangkan diterik matahari. Tidak banyak yang berani menikmati hari ditempat ini, kecuali dirinya.


"Sudahlah, kau tidak bisa menipuku. Mengapa kau tidak bermain bersama Katarina saja?" 


Shine bergerak gelisah. 


"Kenapa kau tidak pernah mempercayaiku?" 


"Karena aku sangat mengenalmu. Ketika kau serius, atau ketika kau tengah bercanda, aku mengetahui itu." 


Karena mereka telah lama saling mengenal.  Darien menghela nafasnya samar. Meski sejujurnya ia merasa bahagia, tapi terdapat sesuatu yang menganggu pikirannya. Semacam keraguan yang tidak mampu untuk dijabarkan akal sehatnya. 


"Apa aku benar-benar terlihat seperti sedang bercanda?" tanya Shine lirih. Shine semakin memperdalam tundukkan kepalanya untuk menyembunyikan butiran hangat yang perlahan mengalir di kedua pipinya, manakala suara Darien terdengar semakin berbeda.


Darien terlihat dingin di matanya.  


"Dari sudut pandangku, candaanmu terdengar begitu mengada-ada. Dan lagi, jika yang kau katakan itu benar, aku juga tidak bisa membalasnya." 


Nada suara itu naik satu oktav. Darien tidak memperhatikan jika Shine tidak lagi mampu bergerak setelah mendegar ucapannya.  


Bola mata pria itu justru lebih liar mencari sesuatu yang membuat hatinya gelisah. Dan Shine menyadari itu, Darien memiliki hati yang lain. 


Shine mengigit bibirnya, dan tersenyum kecil menghina kerapuhannya. Darien tidak sama sekali menatap wajahnya. 


Shine mengusap jejak-jejak air di pipinya, lalu mendekati Darien. 


Untuk pertama kalinya, Darien mengabaikan kehadirannya. 


"Kenapa?" 


Jarak mereka terkikis secara perlahan, karena Shine sendirilah yang mengikisnya. Shine butuh jawaban. Tidak perduli jika sekalipun Darien akan membencinya. Shine mengangkat tangannya, menangkup wajah Darien.  Memaksa sahabatnya itu untuk menatap wajahnya.


"Tentu saja karena kau sahabatku, Shine." 


Shine menahan isakannya. 


Benarkah? Benarkah hanya karena itu? Lalu bagaimana jika Katarina yang berada di posisinya? apakah Darien akan mengatakan hal yang sama. 


Sementara meski ia menahan wajah tampan itu, Darien tetap mengabaikan tatapannya. 


"Benarkah hanya karena itu? Apa hanya aku?" 


"Tentu saja, Shine. Kau dan Katarina. Kalian berdua." 


"Kau tidak sedang berbohong kepadaku bukan?" 


"Untuk apa aku berbohong. Aku mengatakan hal yang sebenarnya." 


Bohong. 


Shine menolak untuk terima. Apa yang Darien katakan tidak dapat diterima akal sehatnya. Shine tahu Darien berbohong. 


"Begitukah?" tanya Shine memastikan. Memastikan jika Darien akan kembali melanjutkan kebohongannya. 


Shine bukan manusia bodoh yang mudah ditipu. Shine paham betul dengan apa yang terjadi. Darien mencari Katarina. 


"Percaya padaku Shine. Kau harus mengerti sayang, kita memiliki batasan dalam sebuah janji." 


Darien menarik pinggul kecil Shine. Memangkas habis jarak di antara mereka, lalu mengusap lembut kepala gadis itu.  Tidak akan Darien biarkan Shine beranjak jika masalah ini belum diselesaikan. 


"Aku akan mencoba mengerti jika kau berjanji padaku?"


Darien mengangguk  "Apa?"  tanyanya.


Shine menarik dalam udara panas, lalu menghembuskan secara lembut. Manik matanya masih menatap Darien. Mencari celah untuk melihat kejujuran pria itu. Tapi kosong, bola mata itu terlalu kosong untuk dibacanya. Darien seolah menyelimutinya dengan sekat hitam yang tidak kasat mata.


"Jangan melukaiku dengan berbohong. Jangan mengingkari janjimu. Jangan menjalin kisah bersama gadis yang ku kenali, atau gadis yang berada di dekatku. Jalinlah hubungan bersama gadis lain." 


Hanya itu.  Hanya itu saja. Shine mengusap sesaat pipi Darien. Lalu secara peralahan menurunkan kedua tangannya, bersama dengan retaknya dinding di dihatinya. 


Kini tidak ada lagi daya bagi Shine untuk mempertahankan kepercayaan dirinya. Shine tidak memiliki wajah lagi untuk bertemu dengan para sahabatnya. Jadi biarkan saja rasa itu terkubur jauh dan tidak terkenali. Biarkan wajah sendu dan luka ditanggung oleh dirinya sendiri. 


Shine sadar, ia memang terlalu naif. Ia terlalu percaya diri menganggap Darien akan membalas cintanya.  Bodoh. Tidakkah dirinya terlalu egois? Ia memang pantas menerima semua ini.


Di tempatnya duduk, Darien membeku. Seluruh organ di tubuhnya terasa mati. Hanya jantungnya saja yang berdegub dengan debaran yang tidak normal. Entah karena apa, yang jelas Darien tidak tahu. 


Namun kalimat terakhir Shine mencubit sudut-sudut hatinya. Menciptakan denyutan yang begitu menyakitkan. Tatapan keduanya masih terkunci. Tidak ada satupun yang beranjak, karena mereka membiarkan angin membawa kata dalam hati, dan menebarnya di lautan lepas. 


Ketika kelak pria dengan sejuta pesona itu mewujudkan permintaannya, maka Shine akan berhenti. Ada kalanya sesuatu yang bukan untuk kita, tidak bisa kita miliki. Cinta yang datang ketika gerbang itu terbuka hanyalah semu yang terbalas. Mungkin dentang akan bernyanyi mencemooh kebodohannya, namun Shine tidak perduli. 


Tanpa Shine sadari,  gadis di balik daun pintu ikut tersenyum pedih.  Ternyata mereka sama-sama gadis bodoh yang tidak berguna.





*****




Kebiasan selalu menjadi awal dari kehancuran sebuah cerita. Tidak semua cerita akan berakhir dengan kebahagiaan. Waktu bukanlah hal yang mudah untuk dilewati. Terutama jika luka ikut berperan dan tawa justru pergi meninggalkan. Mereka tidak lagi sama. Persahabatan hanya seperti kata pelengkap yang tidak berarti. 


Tapi hari ini, setelah satu bulan Darien hanya diam, Shine tidak menyapa, Mica selalu menjauh, dan Katarina menjadi sosok gadis yang bisu dan tuli, pada akhirnya mereka memilih berkumpul. Memenuhi meja petak yang tidak terisi apapun. 


Colio adalah saksi persahabatan mereka. Musim panas belum berganti. Mica memilih tidak bicara. Entah mengapa mendadak ia merasa akan terjadi hal buruk pada hari ini. Ada Shine di sisinya, tetapi Darien beserta Katarina duduk bersisian. Keduanya sengaja meminta untuk bertemu, karena dua minggu belakangan Shine berusaha untuk semakin menjauh. 


Dan mau tidak mau Mica harus berusaha membujuk Shine yang selama ini menjadi patung tidak bernyawa. Meskipun awalnya gadis itu menolak, tetapi beruntung gadis itu kini ada bersamanya.


"Apa yang ingin kalian sampaikan pada kami?" tanya Mica. 


Ia memilih membuka suaranya. Suasana yang sepi membuatnya merasa seperti sedang berada di sebuah pemakaman. Dan itu mengerikan. Mica juga cukup kesal, ketika kedua manusia yang membuat acara itu justru asik menikmati kebungkaman. Apa mereka tidak tahu betapa sulitnya membujuk Shine. 


Darien yang pertama kali merespon. Pria itu menghembuskan nafasnya kasar, lalu memandang sosok yang dirindukannya. Tapi nihil. Sepanjang ia menanti, tidak ada senyum yang tercipta untuknya. 


"Aku akan bicara. Tapi bisakah kau memandangku, Shine? Aku bukan sampah yang menjijikkan, dan kita juga tidak memiliki masalah."  


Darien melontarkan kalimat itu begitu saja. Membuat Katarina dan Mica menatap dengan tidak percaya. Selama dua minggu terakhir Shine memang selalu menghindari Darien. Bahkan ketika pria itu mencoba mendekat, Shine akan dengan segera pergi menjauh. 


Hanya Mica yang mengetahui apa yang terjadi kepada gadis itu, karena memang dirinya lah yang memeluk tubuh ringkih itu, ketika Darien melukainya.


"Shine."  tegur Darien lagi. 


Namun Shine tetap tidak bergeming. Telinga dan hatinya telah ditulikan untuk mendengar suara itu. Sekalipun ia mendengarnya, Shine tetap tidak berniat untuk menjawab. Biar saja Darien murka, karena sejak awal Shine memang tidak berniat untuk datang ke tempat ini. 


Shine tahu apa yang sudah terjadi. Ia juga mengetahui apa yang akan di sampaikan oleh pria kesayangannya itu. Entah Darien menyadarinya atau tidak, desas-desus itu telah sampai ke telinganya. 


Tapi Shine selalu berharap semua itu hanyalah kebohongan belaka, sampai Darien memintanya bertemu. Shine menahan air matanya. Darien benar, mereka tidak memiliki masalah apapun. Bahkan sejak hari pengakuan itu pun hubungan mereka tetap baik-baik saja.


Hingga hal itu terjadi. Tanpa Darien ketahui, ia telah membuat Shine hancur disaat yang salah.


 Shine benci Darien.


"Gerania Shine!!" 


"Kecilkan volume suaramu. Kau akan membuatnya menangis." tegur Mica. 


"Aku tidak bicara denganmu. Aku bicara dengannya." 


"Tapi kau bisa menggunakan bahasa yang lebih halus, Dar." 


"Aku akan bicara lebih baik, jika saja sejak awal dia mau memandangku. Tapi apa yang dia lakukan? Dia terus saja menghindariku.  Aku bukan sampah, Mica." 


"Tidak ada yang mengatakan kau sampah." 


"Tapi Shine mempelakukan aku seperti itu." 


"Kau,—" 


"Shine? Apa kau akan terus diam? Kau akan membiarakan aku dan Mica terus berdebat?" 


Katarina masih belum bicara. Mica memandang tajam Darien, lalu meraih jemari Shine dan menggenggamnya erat. Getaran tubuh kecil itu begitu kuat. Mica bahkan bisa merasakannya tanpa harus memeluk Shine. Brengsek! Darien memang bajingan. 


Tapi dirinya juga bodoh. Seharusnya ia memang tidak pernah membawa Shine ke tempat terkutuk ini. Seharusnya Mica tahu Shine belum siap untuk bertemu Darien maupun Katarina. Isu-isu murahan yang menyebar memang tidak Mica perdulikan. Tetapi tidak dengan Shine. Gadis itu bahkan terus saja menyangkalnya.  


Jadi siapa yang sebenarnya salah saat ini?


"Aku mendengarmu, bicaralah." lirih Shine. 


Seperti bola api kemarahan. Shine muak dengan semua perdebatan itu. Shine muak dengan Darien. Dan Shine ingin segera beranjak pergi. 


Darien tertawa sinis mendengar jawaban tanpa minat itu. Shine memang sangat keras kepala. Dan Darien benar-benar kesal menghadapinya. "Aku membutuhkan bola matamu Shine, bukan hanya suaramu." Jawabnya tegas. Tapi sekali lagi, hanya udara yang menanggapinya. 


"Apa aku memiliki kesalahan padamu Shine? katakan padaku. Tidakkah kau tahu betapa sakitnya aku menerima sikapmu ini?!" 


Pada akhirnya emosilah yang tidak mampu untuk dikendalikan. Shine begitu egois pada hatinya. Darien semakin membesarkan volume suaranya manakala Shine tetap tidak mau bicara. 


"Shine aku bicara kepadamu?!" jeritnya marah. 


Pria ini bahkan tidak perduli sikutan Katarina pada lengannya. Darien juga tidak perduli pada tatapan mata Mica yang begitu marah. 


Yang Darien inginkan saat ini hanya satu. Manik mata Shine. Tetapi gadis itu begitu jahat padanya. Darien membiarkan satu tetes air mata lolos dari pelupuk matanya. Darien tidak perduli jika orang-orang mencemooh kerapuhannya. Ia hanya ingin mata yang selalu dirindukannya itu mau memandangnya, meski hanya untuk sesaat. 


Tidakkah Shine merasakan kerinduannya? Darien rindu. Sangat-sangat merindukan gadis itu, hingga bahkan rasanya ia ingin mati jika Shine tidak juga menatapnya. Darien tidak tahu apa kesalahannya. Semua baik-baik saja, sampai dua minggu yang lalu.


Di balik kebungkamannya, Shine menarik setiap ujung bibirnya. "Katakan padaku Dar. Katakan padaku jika kau telah menepati janjimu?" 


Lalu sedetik kemudian, Shine mengangkat wajahnya. Membiarkan netra Darien menangkap kehancurannya. Membuat Katarina merasa tidak bernapas dan bergetar sakit di tempat duduknya.


"Jangan diam. Ku mohon katakan padaku jika kau sudah menepati janjimu." 


Ya, katakan padanya. Di akhir kekuatannya Shine menyerah dalam isakan. Ia memang bodoh. Ia membiarkan luka kembali menyelimuti kesadarannya dan mengukungnya dalam kesedihan. 


Biar saja kedua manusia itu tahu keadaanya. Bukankah ia sudah memilih untuk berpura-pura bodoh? Tapi Darien memaksanya. 


Jadi kini biarkan dirinya menagih janji di atap sekolah.


"Hey, hey, hey, bukankah kau sudah berjanji padaku untuk tidak menangis lagi? Diamlah Shine, kau merusak acara kita."  bujuk Mica. 


Mica segera membawa Shine ke dalam dekapannya. Menenangkan gadis itu, agar tidak semakin histeris, atau Darien akan menghancurkan semuanya. Pertengkaran ini bisa menjadi lebih dasyat. Shine yang marah bukanlah hal yang baik untuk ditentang. Dan jika masalah ini masih terus dilanjutkan, maka Adam akan ikut turun tangan.  Itu akan sangat buruk. 


Sementara itu, Darien mematung. Tidak ada satu pun kata yang terlontar dari bibirnya. Ia tidak bisa mengelak. Dan tangisanya semakin memilu saat menyadari kesalahannya.  


Katarina sendiri hanya mampu menangis tanpa suara. Benar-benar seperti keledai yang bodoh.


"Pergilah menjauh Darien. Jika waktu adalah hukuman untukku, maka kau adalah pengkhianat di mataku."  


Bagai terhempas ke dalam lautan, baik Darien, Katarina dan Mica menekan dada mencari udara. Kalimat itu jelas ambigu, namun perintah yang terlontar bagai pisau yang merobek relung hati. Darien menatap Shine tidak percaya. Betapa jahatnya gadis itu? Ia memang salah menjalin hubungan dengan sahabatnya sendiri yang juga sahabat baik Shine, setelah Shine menyatakan perasaanya. Tapi bukankah gadis itu hanya tengah bermain-main?


Haruskah Shine mengatakan dirinya seorang penghianat?


Katarina menangis tergugu. Ia jelas mengerti siapa yang dimaksud oleh gadis mungil itu. Tapi apa lagi yang bisa ia perbuat? Maaf bukan jalan penghuhung. Shine benar-benar membencinya. Bahkan setelah ini Katarina yakin ia akan kehilangan gadis manja itu. 


"Shine, kau salah. Aku bisa menjelaskan semuanya." 


"Aku membencimu Darien. Sangat membencimu." 


"Shine, ku mohon dengarkan aku. Aku,—"


"Jangan lanjutkan Darren. Shine dalam keadaan yang tidak baik. Aku akan membawanya pulang." 


Mica menahan ucapan Darren, lalu dengan cepat mengangkat Shine dan membawanya pergi. Percuma saja Darrel melakukan pembelaannya. Shine terluka terlalu dalam. Mengajaknya bicara hanya akan membuat Shine semakin tidak terkendali. 


Jika Darien hanya ingin menyampaikan kata maaf atau menjelaskan duduk perkaranya, maka itu tidak perlu.  Sesuatu yang hanya membenarkan tindakannya hanya akan membuat Shine semakin sakit hati.  Dan Mica tidak bisa  membiarkan Shine semakin terluka.




No comments:

Post a Comment