Permulaan yang ku lalui seperti air dalam tempayan. Aku mengapung bersama kebahagian, dan Kalian adalah kebahagiaannku.
─ Katarina
*****************************************
Mei, 2012
Ada sebuah dongeng di masa lalu. Bercerita tentang setangkai Anemone, juga setangkai. Bilberry. Suatu ketika Anemone yang adalah ketulusan berjalan menikmati surya. Tanpa mengetahui sesuatu yang besar tengah menantinya di ujung jalan terakhir. Ia juga memilliki Rose, Lily, juga Alyssum sebagai teman dalam segala dukanya. Kisah ini terus berlanjut hingga mereka menjadi teman, dan bukanlah musuh berbalut kapas yang lembut. Mereka menikmati waktu, bersembunyi ketika beku, dan mekar ketika surya mengusap lembut kuncup-kuncup yang wangi. Hingga dimana saat ia terluka. Ketika ternyata Billbery sang penghianat hadir menggantikan Lily dalam tata kehidupan. Di sana ia memahami bahwa selama ini ia hanya hidup seorang diri. Seperti sebatang tua yang rapuh, juga seperti seonggok pena yang rusak. Anemone tidak lagi berseri.
Namun itu hanya sebuah rangkaian kalimat yang berbeda. Ketika ada nada yang menyambungkan, maka dongeng bukan lagi cerita yang sebenarnya. Dalam dunia yang kini kaki pijaki, Anemone bukan lagi si pemeran utama yang ringkih. Waktu-waktu yang terlewati membawanya hidup dengan keras, hingga kini ia tinggal di sebuah jaman yang lebih berarti. Dimana cakrawala menampilkan langit yang memberengut sedih tanpa sebuah pancaran. Dan membuat awan menyelubung pekat mencoba menyembunyikan cahaya dari sang surya.
Ada rintik berjatuhan, dan sebagian aliran air menjalar di sebagian helaian daun. Batang di setiap jalan terlihat basah. Hujan yang sedikit membesar membuatnya mandi tanpa peringatan. Beruntung di bawah sana akar tetap aman di dalam lapisan. Tanah masih cukup baik menyembunyikannya, hingga gema memberi tanda. Satu kali, dua kali, tiga kali, dan dentang lonceng mengukuhkan awal dimulainya kisah.
Kisah dimana bukan Anemone ataupun Billberry yang mewarnai. Melainkan ketika seseorang mencintai dia, dan dia juga mencintai yang sama. Seperti lagu yang serupa dimana mereka bukan lagi empat melainkan dua yang telah menjadi satu. Seperti kertas berteman dengan sebuah perekat. Mereka merangkai persahabatan yang sempurna.
Di sini di bangunan tua berarsitektur lama, dimana hanya ada kusen pintu berbentuk corak huruf kasar, papan putih bertabur cat spidol dan bangku-bangku serta meja single yang berserakan, mereka mulai mengikat janji. Awal di mana guru mengucap sapa, dan awal di mana murid mengucap nama.
Di tempat ini juga mereka mengenal dunia.
Ini pagi awal baru di tahun yang juga baru. Maret selalu menjadi awal dari segalanya bersama awal di mana mereka memulai pendidikan setelah liburan pendek pertengahan Februari. Kini setingkat lebih di atas. Menunjukkan mereka telah menjadi seorang senior, kakak tingkat yang patut dihormati. Tapi siapa mereka? Entahlah, tapi ini adalah tahap kisah dimana hanya mereka lah pemeran utamanya.
****
Sebuah koridor menjadi tempat menyenangkan bagi sebagian orang aneh yang memiliki tabiat buruk. Seperti, katakanlah memadu kasih di bawah atap sekolah. Ini bukan hanya sekedar ucapan belaka. Tapi lihat di sini, koridor bahkan lebih nampak seperti pasar dibanding sebuah sekolah. Sebuah sapaan, tawa, dan juga lontaran menjadi hibur pengericuh. Hujan di sana masih setia. Sesekali merintik dan sesekali menggila karena sapuan angin kencang.
Mungkin bagi sebagian orang hujan adalah berkah dan tentu saja itu benar. Tapi tidak dengan kedua gadis ini, karena bagi mereka hujan adalah kesialan. Yah setidaknya mereka cukup sial dengan basah di beberapa bagian.
"Oh ya Tuhan, kutuk macam apa yang kau berikan?" Alunan itu terlontar tidak lembut. Jelas karena Katarina, gadis bersurai coklat itu melontarkan kalimat berupa gerutu kekesalan dengan tangan terangkat ke atas. Ia nampak seperti gadis tolol yang idiot. Ini koridor, dan keramaian membuat tingkahnya menjadi sorotan para murid lainnya mengingat ia cukup dikenal.
Saat ini ia bahkan masih terlihat begitu cantik, meski rambutnya yang tergerai bebas basah berkat guyuran air hujan.
"Hmm, ini sangat mengerikan."
Dikala wanita itu sibuk menggerutu, sebuah jawaban kecil ikut terlontar, membuat wajahnya dalam waktu singkat memaling. Shine, lebih tepatnya sahabat mungilnya yang juga bernasib serupa itu terlihat mengibaskan berulang kali roknya yang terkena air hujan.
Katarina menghembuskan nafasnya sesaat, lalu kembali menggerutu sebal. Ini buruk. Seragam di tubuhnya basah, dan yang sangat menyebalkan ialah ketika si pink justru ikut membayang samar dibalik kemeja. Seolah bagian itu juga ingin terekspos untuk memancing mata para lelaki. Shit!
Gadis ini juga merasa kesal pada dirinya sendiri. Jika bertanya bagimana bisa ia dan sahabat mungilnya ini tiba bersama, jawabanya tentu karena mereka memang berangkat bersama. Tapi yang menjadi kekesalannya ialah karena sejak awal keduanya kompak tidak menggunakan coat atau sejenisnya. Bukankah ini buruk? Para pria akan menggodanya sampai otaknya menjadi gila.
"Bagaimana ini? aku bisa gila!" dan lagi-lagi Katarina memilih menggerutu sebal sembari memainkan bola matanya sendu. Membiarkan bibir tipisnya terkekuk sebal, memandang remeh jatuhan air hujan.
Di lain sisi, Seulgi ikut mendengus. "Kau bertanya padaku? Astaga Kat, apa kau tidak melihat keadaanku?" ucapnya kesal. Ada binar redup membayangi bola matanya. Membuat Katarina mencebik, lalu lagi-lagi menekuk bibir semakin ke bawah.
"Aku melihatmu Shine, aku tidak buta!"
"Jika kau melihatku, seharusnya kau tahu aku yang akan gila. Kau lihat, blue bahkan mulai kedinginan."
Mata sipit itu bergerak liar. Menjelajah sedih ketika mendapati rok itu benar-benar basah sepenuhnya. Ini menyebalkan. Ia bisa saja flu karena membiarkan tubuhnya menyerap dingin. Tapi bagaimana pun juga sekolah ini tidak menyediakan pakaian pengganti. Oh, haruskah ia kembali terlebih dahulu? Tapi itu adalah ide terburuk yang pernah dipikirkan olehnya. Shine memuciskan bibirnya, tetap memandang sebal mini skhirt yang digunakannya.
Mendengar itu, Katarina berdecih dengan kekesalan di ambang batas. Demi apapun, apa yang baru saja gadis kecil itu ucapkan benar-benar terdengar bodoh.
Ini koridor. Masih terlalu banyak manusia di sekitarnya yang juga tengah berteduh mengeringkan tubuh mereka. Membahas si blue tentu saja terdengar sangat mengganjal di telinga. Meskipun sejujurnya Katarina juga merasa iba dengan keadaan sahabatnya itu. Jika dirinya hanya basah di bagian depan, Shine justru basah di bagian bawah.
Gadis kecil itu basah diseluruh bagian belakangnya, karena mereka berlarian dengan saling menutupi. Ia di bagian depan dan gadis mungil itu berjalan di belakang, berhimpit menjadi satu yang menyebakan gadis itu basah di bagian roknya saja.
"Jangan membahas blue! Koridor ini ramai bodoh!"
Pada akhirnya gadis ini hanya memilih berbisik kecil. Otaknya masih cukup cerdas dibanding ia berteriak murka layaknya gadis yang tidak berpendidikan. Terlebih lagi Shine bukan gadis dewasa. Si mungil berwajah chuby itu manusia super manja yang sangat kekanakan. Jangankan berteriak, berbicara dengan volume besar saja sudah membuatnya menyendu dengan genangan di pelupuk mata. Apalagi jika ia berteriak dengan keras, sudah barang tentu tangisan itu akan terdengar hingga ke penjuru Neptunus. Dan itu berbahaya jika seseorang sampai mendengarnya, Katarina dapat pastikan ia akan mendapat masalah yang cukup besar.
"Apa itu masalah? Kurasa tidak."
Dia adalah seorang gadis yang tidak menyukai peringatan. Gaya hidupnya yang berlimpah kasih sayang membuat gadis itu mampu melakukan apapun yang diinginkannya. Terlebih bukan hanya ibu atau ayahnya saja yang memanjakannya, tetapi juga beberapa sahabat yang begitu mencintainya.
Jika hari adalah waktu, maka sepanjang hidup Shine bersedia membalas setiap kasih yang diterimanya. Tahun-tahun bukanlah benda berkecepatan tinggi. Namun tiap detik adalah kenangan yang tak mampu untuk sekedar dijabarkan. Katarina adalah sahabatnya. Gadis itu jauh dari kata jahat atau antagonis yang biasa diperlihatkan dalam sebuah drama. Tapi bisikan yang diperdengarkan gadis itu lebih mirip ungkapan kalimat kekesalan. Dan Shine jengah ketika Katarina berubah menjadi ibu-ibu tua yang menyebalkan.
"Kau gila? Ku rasa otakmu sudah tercuci air hujan."
Shine memang memiliki bibir yang pedas, namun ia juga seorang gadis yang diberkahi bibir yang tipis. Waktu yang mereka lewati begitu lama dan menyenangkan. Jika hanya sebuah kekeraskepalaan itu bukan hal yang menyakitkan, hanya seperti tangan yang ingin memukul kekerasan otak di dalamnya.
"Sayangnya kepalaku kering. Justru kau yang basah." cibir Shine pada akhirnya.
Sebelah tangannya diangkat menunjuk paras cantik Katarina, dan yang laiinya ia biarkan menggantung pasrah di sisi tubuhnya. Shine lalu terkikik ketika sahabat cantiknya itu mendengus dengan keras. Udara masih berhembus cukup dingin. Memancing urat emosi sepertinya akan sedikit menyenangkan.
Banyak orang mengatakan, nikmati masa muda selagi waktu masih berpihak. Maka gadis ini mencoba melakukannya, menikmati detik-detik waktu yang entah kapan akan berakhir. Di tempat ini langit menjadi saksi. Hujan menjadi waktu, dan keduanya mejadi pemain. Dimana tawa menebar dan pagi terasa lebih baik berkat hujan yang telah perlahan berhenti.
"Kau memang menyebalkan!!"
Seperti apapun waktu yang bergulir ia tahu akan ada masa dimana mereka akan dewasa. Katarina tidak membenci setiap lisan yang Shine lontarkan, tetapi raut wajah polos gadis itu, oh Katarina bersumpah itu luar biasa menyebalkan di matanya. Gadis mungil itu tidak akan pernah mau menyesali setiap perkataannya, dan diam hanya akan membuat Shine semakin menyusahkan. Sebelum ia kehilangan kendali untuk tidak memukul gadis berpipi chuby itu, maka dengan segera Katarina bergerak mendekati Shine yang terkikik mencemooh.
Sayangnya, Shine jauh lebih cerdik. Hanya dengan satu kali gerakan gadis mungil itu melengos menghindari. Kemudian berlari menikmati tapak-tapak yang tercipta. Marmer kecoklatan menjadi saksi tawa riang yang memancing senyum di sudut-sudut bibir. Ini kegilaan yang tak pernah dapat Shine jabarkan. Begitu lama dirinya mengenal Katarina, dan satu hal yang begitu ia pahami bahwa gadis itu sangat sensitive. Mencemooh kalimatnya adalah permainan menarik, dan lari adalah euphoria kemenangan yang menyenangkan.
Jika beberapa menit yang lalu keduanya meributkan basah, kini bahkan gadis-gadis ini tidak lagi perduli pada tatapan memuja yang terlempar dari manik-manik mata seluruh pria. Bahkan bayang samar pink yang menggoda bukan lagi sesuatu yang penting untuk ditutupi. Bagi Katarina menangkap Shine jauh lebih penting dibanding apapun juga. Gadis mungil itu menyebalkan dan Katarina siap untuk menghukumnya.
"Yaaa, Shine berhenti kau!"
Katarina menjerit ketika Shune semakin jauh meninggalkannya. Terkadang wanita ini tidak habis pikir, seberapa panjang kaki gadis berpipi tebal itu? Setiap kali mereka berlari, dapat dipastikan Shine akan selalu menjadi yang terdepan.
"Tidak mau! Tangkap aku jika kau bisa,"
"Jika aku menangkapmu, kau akan mati."
Gelegar teriakan menggema di berbagai sudut. Membuat tawa Shine semakin besar. Katarina bahkan semakin jauh tertinggal di belakangnya. Ini hujan di awal Maret, dan hari awal setelah libur singkat. Semua guru dipastikan sibuk, jadi Shine akan terus mengusik si gadis bodoh, Katarina.
Biar saja gadis itu murka, karena akan ada saat dimana ia akan menangis dan Katarina akan melupakan kemarahannya. Shine masih terus berlari, membelok ketika mendekati koridor lain, dan menyalip ketika beberapa orang menutupi jalannya untuk berlari semakin cepat.
Sementara Katarina masih terus mengejar dengan bersusah payah. Mesku nafasnya sedikit menyesak namun ia tidak menyerah. Jika harus mengejar hingga ke ujung dunia sekalipun akan ia lakukan. Shine mungkin kancil yang lincah, tapi ia Cheetah yang lapar. Ia tidak akan membiarkan Shine lolos begitu saja, karena ini adalah permainan mereka. Jadi apapun yang akan terjadi Katarina akan pastikan ia memenangkannya, lalu membuat si mungil nan cantik itu memohon ampun.
****
Masih di hari yang sama, waktu yang sama, hanya koridor yang berbeda. Riuh masih mendominasi dan pekat tetap melukis pada awan. Genangan terlihat di beberapa tanah yang cekung, dan mekar mawar berpadu air terlihat jelas di taman indah yang berada tepat di depan koridor. Ada seorang pria dengan balutan kemeja putih. Tersampir dasi pada lingkaran leher, namun tak ada kesan kerapian yang layak seperti umumnya siswa sekolah menengah.
Pria ini terbaring tenang di atas kursi kayu, menatap langit-langit plafon dengan pikiran terlempar pada dunia yang tak nyata. Sepi terlalu biasa, kadangkala sendiri justru terlalu menyenangkan. Tapi saat ini, hal itu sedang tidak terjadi. Ada sosok lain di kursi lainnya dalam keadaan berbeda kenyamanan. Ketika pendengaran menangkap tawa riang membaur angin, senyum kecil muncul di kedua sudut bibirnya.
Sama, pola hari selalu seperti ini. Seolah seperti sedang berada di dalam dunia yang berulang. Pria ini duduk kemudian mengarahkan mata pada ujung sunyi koridor sembari menanti-nanti sepasang gadis yang pasti akan segera tiba dihadapannya.
Ini adalah koridor bagian belakang sekolah. Di mana hanya ada taman, perpustakaan, dan sebuah gudang kosong yang tidak terpakai. Jadi tidak akan ada manusia yang berani melewatinya kecuali mereka dan kedua gadis yang tengah di nanti.
Banyak desas-desus mengatakan gudang tua ini menjadi sarang para makhluk yang tidak terlihat. Namun bagi pria ini sebuah omong kosong tanpa bukti tidak akan menciutkan nyali besarnya. Entah sejak kapan pria ini tidak tahu, tapi sejak persahabatan terjalin tempat ini menjadi sarang persembunyian ketika mereka malas untuk mengikuti pelajaran.
Sunyi. Ketika tangan pria ini bergerak, seorang gadis diam dengan mata memelotot terkejut. Hembusan nafas dari hidung bangirnya terdengaren berat, begitu kentara pada peluh yang mengalir di dahi putihnya. Pria ini terkekeh, rambutnya yang hitam bergerak lembut ketika angin menyapunya. Suasana pagi ini terasa begitu mengembirakan dan gadis itu begitu lucu saat terkejut. Lihat, bahkan bola mata itu hampir melompat lari jika saja bisa.
"Aish, kenapa kau menangkapku?" gerutunya.
Namun gerutu sebal yang terlontar dari bibir kecilnya itu justru membuat sudut-sudut bibir pria ini bergerak lincah membentuk sebuah senyum simpul. Membuat gadis itu semakin kesal lalu menekuk bibirnya sedalam mungkin sembari berusaha melepaskan diri.
"Kau akan jatuh Shine. Lantai ini licin." jawab pria ini lembut. Matanya yang tajam menatap tenang, meski gadis dihadapannya itu terus saja bergerak seperti cacing kepanasan.
"Tidak, aku janji akan berhati-hati." rajuknya manja. Berharap pria itu mau melepaskannya, sebelum Katarina tiba. Namun keinginan hanya tinggal sebuah harapan manakala pria itu menggeleng tegas lalu menggerakkan tangannya mengusap dahinya yang basah.
"Ayolah, Kat mengejarku Dar. Ku mohon."
Shine semakin memelas, ketika langkah sepatu terdengar semakin mendekat. Astaga, jika tertangkap Shine yakin Katarina akan menggelitikinya hingga pingsan.
Kalimat penuh permohonan itu membuat Mica terkekeh. Pria yang juga sejak tadi hanya berbaring tenang di kursi dekat pintu perpustakaan itu akhirnya bangkit dengan perlahan. Ia tidak tertidur, kedua matanya hanya terpejam menikmati alunan indah rintik-rintik hujan.
"Kau akan aman jika berada di dekatku."
Apalagi sekarang?
Shine mengernyit tidak mengerti, lalu dengan polos mengalihkan tatapan matanya kepada Mica, dan tersenyum begitu manis.
"Yaaa!! Apa yang kau lakukan?!"
Shine benar-benar tidak dapat menahan tawanya, ketika Mica berhasil menangkap sahabat bar-bar itu dan membebaskan dirinya dari ancaman kekejian gadis bermata tajam itu.
Kedua pria itu memang penyelamatnya.
"Ck, jangan mengejarnya. Lantai ini licin dan Shine bisa saja terjatuh."
Mica sedikit mendengus merasakan telinganya berdengung akibat jeritan tidak tahu diri Katarina. Alunan gadis itu seperti speaker rusak yang tidak baik untuk gendang telinga manusia normal. Dan percayalah meski cantik, Katarina buruk ketika marah.
"Jangan salahkan aku. Gadis itu yang membuatku kesal." balas Katarina
Meski rasa kesalnya masih begitu mendominasi, Katarina tidak melanjutkan kembali aksi kerjaran-kejaran itu. Ia menarik napasnya dalam. Apalagi yang bisa ia lakukan, jika Shine berada di antara kedua sahabat prianya itu. Untuk sesaat Katarina menyumpahi tindakannya. Ia terlalu bodoh membiarkan Shine berlari ke tempat terkutuk ini. Karena jika telah berada di dekat kedua pria tampan itu, sekalipum memohon dan bersujud ia tidak akan mampu lagi untuk menyentuh gadis bertubuh mungil itu.
Shine begitu istimewa. Gadis bersurai hitam itu adalah makhluk kesayangan seorang Kirui Darien. Dan yah, tanpa penjelasan lebih jauh seharusnya semua orang mengetahui jika Darien tidak akan pernah membiarkan seorang pun menyakiti Shine. Terlebih membuat gadis itu menangis sekalipun itu diri Darien sendiri.
"Benarkah?"
Di tempat duduknya Darien mencoba memaling, kembali menatap Shine yang kini terkikik kecil sembari menatap jahil Katarina. "Kenapa kau sangat nakal?" lanjut Darien. Pria itu tetap pada posisinya memeluk Shine dengan kedua tangan kekarnya.
Shine mengendik tidak perduli kemudian menundukan kepalanya. Posisi Darien yang duduk membuatnya sulit menatap manik pria itu. "Aku hanya menjawab ucapannya, tapi dia justru memarahiku. Entahlah, gadis itu begitu sensitif." Jawabnya santai. Darien memang menatap matanya dengan tegas, tapi meskipun pria itu menegur dengan keras, Shine tahu Darien bukanlah seorang pria pemarah. Ayolah, seluruh dunia tahu ia akan menangis jika dimarahi dan tidak akan ada yang bisa selamat jika sampai itu terjadi.
"Oh ya Tuhan, demi pelacur gila digigit singa kau sangat menyebalkan!" sela Katarina keras.
Gadis itu meluncah, mendengar lontaran sinting sahabat mungilnya tersebut. Si mungil itu memang sangat pintar membuat alasan. Jangan lupakan wajah malaikatnya yang begitu nampak sangat polos.
"Apa kau marah padaku?"
Kembali Katarina berdecak kesal. Pertanyaan macam apa itu?
Mica terbahak mendengarnya. Shine memang sangat pintar dalam meluluhkan hati seseorang.
"Berhenti bersandiwara. Kau semakin membuatku kesal."
Shine tertawa riang, membuat Darien dan Mica ikut terkikik lucu. Hujan bahkan masih merintik tetapi Katarina benar-benar sangat lucu ketika ia sedang marah. Gadis bertubuh ramping itu akan mengerucutkan bibirnya, lalu mendengus seperti seekor naga di dalam dongeng.
"Baiklah, baiklah, aku minta maaf." Ucap Shine pada akhirnya, setelah ia mampu mengendalikan tawanya.
Namun Katarina justru kembali berdecak, "Pancaran matamu menipu, gadis kecil. Aku tidak percaya!" Jawabnya.
Sama seperti Shine, ia juga masih berada di tempatnya berdiri. Mica dan Darien adalah makhluk keras kepala yang sesuku. Percaya atau tidak kedua pria itu hanya akan melepaskan mereka jika bibirnya telah mengucapkan YA untuk maaf. Menyebalkan bukan? Shine yang membuat ulah, namun ia yang harus mengalah. Mereka memang tidak pernah berubah.
Berapa lama mereka bersahabat? Lima tahun? Dan lihat, Shine selalu menjadi yang utama. Tapi itu bukan masalah untuknya. Karena sejak hari itu dimana mereka mengucap janji, ia juga sudah bersumpah untuk selalu melindungi si mungil berbibir menyebalkan itu.
"Aku tidak bersandiwara Katarina, kau bisa melihat kedua mataku." Shine menjawab dengan polos. Gadis itu juga membesarkan bola matanya, berpura-pura tengah bersikap dewasa dan memohon ampun. Sangat menggemaskan, membuat Darien yang berada dihadapannya tidak dapat menahan senyum, meski hanya untuk satu detik saja.
"Baiklah, karena aku wanita baik hati maka kau ku maafkan."
"Benarkah? Aaaa, aku senang. Aku mencintaimu Kat."
Darien memperlebar senyumnya. Gadis dalam pelukannya itu begitu cantik dan polos. Hanya dengan pancaran kedua bola matanya Darien yakin semua pria akan tunduk di bawah kekuasaannya. Shine mungkin gadis yang manja, akan tetapi sifat alaminya itulah yang justru selalu mampu menggetarkan hatinya. Membuat Darien selalu tidak berdaya di segala perjalanan mereka. Lima tahun yang mereka lewati masih selalu sepeti ini. Apapun tindakan yang dilakukan gadis itu, mereka tidak akan pernah mampu untuk mengadilinya.
Kisah ini mereka mulai dari gerbang sekolah menengah pertama. Ketika awan melukis kecil putih pada hamparan tak tersentuh, saat itulah Darien, Shine, Mica dan Katarina bersahabat. Sejak awal dimulainya sapa, membuat janji bersama di bawah naungan langit biru dan cahaya matahari musim semi. Tepat pada dentangan lonceng pertama. Dimana Darien akan selalu menjaga Shine dan Katarina, serta Mica akan menjaga Katarina dan juga Shine. Sebisa mungkin sejak saat itu mereka hempaskan kata cinta dalam persahabatan itu, dan merangkail sebuah nyanyian tanpa adanya nada.
****
Hari ini lebih berbeda berkat hujan yang tidak menyapa. Angin masih terdengar sesekali menyapu udara, dan ruangan masih terlihat lengang dari jam-jam biasanya. Hanya sebagian siswa yang berdatangan sibuk bermain ponsel menikmati pergantian jam mendekati waktu pulang. Di sana juga terdapat dua orang gadis yang ikut mengisi kekosongan. Keduanya juga serupa dengan siswi lainnya; ikut berkutat pada ponsel yang menyala. Jika Katarina sibuk dengan pesan chat di grup SNS nya, Shine justru sibuk dengan panggilan di telinganya.
"Apa kau masih akan lama?"
Sepasang mata sipit itu semakin mengecil ketika gadis itu tersenyum. Shine selalu bersikap layaknya bocah berumur lima tahun yang tidak bisa jauh dari ayahnya, ketika Darien sedang tidak berada di dekatnya. Mereka benar-benar tidak dapat di pisahkan, karena di mana ada Shine maka di situ akan selalu ada Darien. Hanya saja hari ini sedikit berbeda dari biasanya.
Pria tampan itu sedang menjalani pertandingan basket di sekolah swasta lainnya, sehingga gadis mungil kesayangannya itu terlihat sangat mengenaskan.
"Tapi aku tidak memiliki teman bermain."
Masih begitu jelas semua rengekan yang gadis itu lontarkan. Meja mereka hanya terpisah jalan selebar setengah lengan, Shine bahkan duduk dengan sebelah tangan sibuk memelintir rambut curly hitamnya.
Katarina tersenyum kecil. Gadis itu memang sangat cantik. Sekalipun Shine hanya menggunakan seragam yang pas ditubuhnya, seluruh pria di sekolah ini akan gila jika saja gadis itu melempar senyum atau sapaan ringan. Hal yang membuat Darien selalu menjadi sentimentil, lalu berubah menjadi seperti ayah yang overprotektif.
Contoh kecilnya seperti saat ini, pria itu menghubungi dengan santainya tanpa menyadari hal itu membuat Shine bersikap kekanakan seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
"Begitukah? Tapi Kat mengabaikanku."
Lihat bukan?
Katarina mengerjapkan matanya, lantas berdecih. Shine memang sangat-sangat kekanakan. Ah, gadis ini yakin pria di ujung sana pasti berkata "Ya, bermainlah bersama Katarina." Jelas, karena itulah yang selalu di ucapkan manusia super tampan itu ketika tidak sedang berada di dekat gadis mungilnya. Darien akan selalu bersikap sok dewasa dengan memerintahkan dirinya menjadi baby sitter dadakan. Tapi kali ini Katarina akan sedikit membantah. Biar saja Shine kesepian. Tadi pagi gadis itu sudah membuatnya kesal dengan pergi terlebih dulu.
"Aku tidak berbohong."
"Hmmm, dia bahkan memeletkan lidah padaku."
Hoel, Katarina menganga tidak percaya, lalu dengan perlahan ia mencoba mendekati. "Jika kau mempercayainya, berarti kau dungu Daren!" Teriaknya.
Lalu tersenyum puas. Jika ia hanya diam saja, maka Shine akan semakin memfitnahnya lebih kejam. Gadis mungil itu cukup mengerikan jika tengah kesepian. Hal-hal yang tidak dilakukannya akan menjadi berita buruk jika sampai terdengar oleh pria tampan lainnya yang bersifat lebih menyeramkan.
"Yaaaa!! Siapa yang mengizinkanmu bicara pada kekasihku?!"
Shine yang semula terdiam karena terkejut segera menjerit tidak terima, saat menyadari senyum mengejek Katarina. Matanya memelotot tajam dan ponsel yang berada di jemarinya di jauhkan beberapa centi meter dari telinganya.
Beberapa sisiwi yang terusik memperhatikan sesaat, namun beberapa detik kemudian mereka segera berpaling ketika melihat tanda-tanda bahaya terpancar dari mata kecil itu. Sementara Katarina mencebik tidak perduli, lalu dengan santai kembali menempati kursi duduknya.
"Itu salahmu. Siapa suruh kau mencemarkan nama baikku. Lagi pula siapa yang kau sebut kekasihmu?" cibir Katarina. Ia memeletkan lidahnya saat Shine mengigit bibirnya kesal. Belum lagi tawa Darien di ujung sana yang semakin membuat gadis mungil itu terlihat emosi.
"Kau menyebalkan Kat!! Dan kau, terus saja tertawa. Aku tidak mau bicara padamu!!!"
Selesai.
Hanya dalam waktu sepersekian detik panggilan terputus dan ponsel malang itu terhempas. Katarina membelalakkkan matanya tidak percaya. Di ujung pintu ruangan pecahan ponsel itu berserakan.
Sementara di tempat duduknya beberapa orang berkasak-kusuk secara lirih. Hanya karena sebuah godaan Shine membanting ponselnya hingga terberai tak berbentuk. Benar-benar bencana yang sebenarnya akan segera terjadi. Percaya atau tidak, pangeran tampan itu akan segera tiba.
Katarina menyimpan ponselnya perlahan, lalu membuang nafas berat ketika isakan mulai menggema. Oh shit! Tamatlah riwayatnya. Gadis mungil itu akan segera membuat dunianya dan kedua sahabatnya dipenuhi rasa cemas.
No comments:
Post a Comment