Search This Blog

Friday, September 14, 2018

Spalli Baby Part 1

Awal tidak selalu menjadi titik temu yang indahKiasan dalam lensa yang berkedut, menjadi tanda dari permulaan dia dan sepasang kisah.


.
.
.




Terkadang pagi mampu memberi warna gelap kepada sepasang mata yang terlalu malas untuk terbuka. Rasa dingin dan katupan yang rapat membuat sang empunya malas untuk beranjak.  Tubuh memilih berlindung di balik selimut tebal, dibanding menantang hujan di bawah atap langit yang hitam. 

Hari ini belum jauh berbeda dengan hari sebelumnya. Hujan masih menjadi sarapan pagi yang menyebalkan, juga seorang wanita tua yang begitu berisik dengan bibir gincu; persis seperi jalang di tempat remang. 

Satu minggu sepertinya adalah hal yang buruk. Kemarin bahkan perasaan terlunta karena ketidakperdulian. Detik seperti menguji kekuatan mental ketika derit pada pintu memberi efek kejut pada si jantung. 

"Bee, wake up!!" Jika dua menit lalu ia hanya mendengar derap langkah, saat ini lengkingan falseto sudah menerjang gendang telinganya. Gadis ini berdecak kesal di balik selimut berbulu. Memutar arah tubuh, ia kembali memejam lebih erat, sembari menulikan si telinga yang beberapa hari ini mulai kebal. 

Gerakan kiri dan kanan yang dilayangkan pada tubuhnya pun diabaikan begitu saja.  Ia tetap kekeh menikmati si malas, meski aura yang dikeluarkan oleh makhluk asing itu bagai kutuk seorang ibu.  Gadis ini sebenarnya takut, tapi tetap berharap Tuhan akan berpihak pada kemalangannya.

"Astaga Bee, bangun!! Lihat jam, loe telat!!" Lagi, dan ia tetap tidak bergeming. Masa bodoh pada wanita tua itu!! Dia mengantuk dan Jesy akan selalu menjadi pengusik di pagi hari.

Semalam Ryu dan Akiko menyedot seluruh perhatiannya.  Adu tangis dan tawa benar-benar memberi warna yang berbeda.  Intinya, sepasang suami istri itu sukses membuat si mata terbuka hingga di pukul empat pagi. Jadi saat ini mata cantik itu begitu sulit untuk menantang para cahaya. Dan jika Jesy ingin mengomel, marahi saja kedua artis kesayangan itu, karena mereka yang membuat Bee malas untuk beraktivitas.

"Bangun, atau gue pastiin lu mandi susu dan air pagi ini!!" Sial!! Harusnya Lewi meninggalkannya seorang diri. Jesy tidak cocok berada di dekatnya.  Mulutnya yang tajam sangat-sangat mengusik gendang telinga.

"Bee!!"

Menerjang kasar selimut tebalnya, Bee bangkit duduk, lalu menatap tajam manik sang kakak yang justru mengendik dan keluar begitu saja setelah berhasil membangunkannya. Medusa sialan!! Mengumpat sesaat,  Bee mengacak rambutnya kasar.  Wanita tua itu memang sangat menyebalkan.

Selain marah-marah Jesy berbakat menjadi siamang di hutan.  Sikapnya yang dingin juga cocok untuk dijadikan seorang Kingkong yang buas. Dan satu hal lagi, jangan pernah bersantai jika tidak ingin telinga menjadi tuli.

"Mandi Bee!! Kakak tunggu di meja makan!!"

Bee mendengus mendengar jeritan menggelegar Jesy.  Seantero rumah sudah seperti speaker aktif yang memantulkan suara.  Memang dia pikir rumah ini hutan? Astaga!! Bee tidak habis pikir, bagaimana bisa Mark menyukai kakak sintingnya itu.

Jesy bukan seorang wanita yang hangat. Meskipun kecantikannya bak dewi yunani, tapi percayalah sikapnya tidak jauh berbeda dengan menyerupai iblis wanita. Memang ada kalanya wanita itu akan melembut, tapi untuk beberapa hari ini Jesy membuat harinya yang buruk semakin bertambah buruk.

Bee menyambar handuk di di dalam lemari, kemudian masuk ke dalam kamar mandi dengan malas. Hujan masih terdengar memukul-mukul atap rumah. Angin yang berhembus kencang membuat Bee hanya membasuh tubuhnya singkat menggunakan air hangat, tanpa menggunakan limpahan busa di dalam bathub.  Hari ini untuk pertama kalinya ia malas menikmati air dan busa vanila.

Lima menit, setelah mengguyur asal tubuhnya, Bee menghentikan curahan air, dan melenggang keluar; melupakan handuk yang tersampir di dinding putih. Mengabaikan tubuh polosnya tertiup angin dingin, Bee melangkah memasuki ruang ganti. Cuaca dan suasana hati yang buruk membuatnya ingin segera sampai di sekolah. Setidaknya Smart Brain akan membuatnya lebih baik tanpa celoteh menyebalkan Jesy.

Lima tahun menjadi waktu yang panjang setelah kematian Anne.  Ada banyak perubahan yang ia rasakan.  Selain Jesy mendadak sinting dan banyak bicara, ayahnya juga mendadak gila bekerja. Bee memandang seragam sekolahnya sendu. Ada rindu yang tidak tersampaikan di setiap inci seragam putih dan merah itu. Terakhir kali Anee memasangkan seragam sekolah, adalah ketika Bee menginjak sekolah menengah pertama.

Luka itu kembali terbuka. Bee meremas dadanya kuat. Rembesan yang mengalir memberi dampak sakit pada gerakan si detak jantung.  Kapan terakhir kali ia menjerit?  Bee lupa.

Nyatanya, waktu tetap menyiksa dalam kenangan. Bee mengusap permukaan pipinya lambat. Lagi, kenangan itu menikam sudut masa lalu yang sudah ia coba kubur dalam-dalam. Jesy mungkin cerewet, tapi itu membuat Bee lupa akan rasa sedih itu. Sejauh kaki melangkah, kepingan kerikil rasa sakit menyampir dalam pelupuk mata; mengukir luka yang tertutupi kebohongan.

Ini kali pertama Bee menangis sejak Anee pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan. Menyisir surai hitamnya, Bee menyungging senyum kecil. Jesy pernah mengatakan akan menggantikan posisi Anne, tapi Bee tidak suka. Bee suka Jesy yang hangat, bukan Jesy si medusa.



✴✴✴



"Kemarin malam Darrel datang, katanya mau ketemu kamu. Kenapa hanya di dalam kamar?" Seolah tuli, Bee mengabaikan pertanyaan sang kakak. Manik mata Jesy menatapnya dingin, dan Bee tahu Darrel sudah mengadukan hal yang tidak-tidak. Pria itu sehari saja tidak mengusik sepertinya akan mustahil.

"Bee, gue bicara sama loe!! Loe nggak bisu kan?" Sepotong sandwich yang baru saja akan dilahap sang bibir mendadak mengudara tanpa gerak. Bee menatap malas Jesy.

"Kris nggak bilang apa-apa. Darrel juga nggak kasih kabar." Meletakkan garpu kembali ke atas piring, Bee meraih gelas susunya. Membuat aroma vanila yang di sesap menyeruak hingga ke dalam pernafasan. Bee suka vanila; Anne pernah mengatakan vanila itu Bee dan Bee itu vanila. Seperti manusia susu yang manis.

Satu senyuman tersungging di bibir Bee. Jesy nampak bingung, namun setelahnya mengendik tidak perduli. Bee akan selalu bersikap aneh jika nama Darrel keluar menyapa gendang telinga.

"Bohong banget sih Bee. Kris bilang kamu nolak ketemu Darrel. Kenapa?" Jesy memang tidak selalu berada di rumah. Pekerjaannya sebagai desainer membuat waktunya tersita begitu banyak. Belum lagi rencana pernikahannya yang akan dilakukan tiga bulan lagi, semua membuat kepala Jesy nyaris meledak.

Tapi sekalipun ia tidak pernah berada di dekat sang adik, Jesy memiliki puluhan mata-mata. Salah satunya Kris,-–atau lebih tepatnya Kristina, asisten pribadi yang ditugaskannya menjaga Bee, saat ia tidak kembali hingga tengah malam. Wanita itu mengatakan sejak semalam Darrel,-–pria yang dekat dengan adiknya itu berulang kali datang untuk menemui adiknya. Namun gadis bersurai hitam itu justru menolak dengan alasan mengantuk. Sementara Darrel dan Jesy hapal tabiat buruk Bee yang tidak akan terpejam jika waktu belum menunjukkan pukul sepuluh.

Jadi, apakah masuk akal jika Bee mengatakan Kris tidak mengatakan apapun? Stupid!! Bahkan orang bodoh pun tahu pukul tujuh adalah waktu bertamu yang baik hingga pukul sembilan malam. Jesy tidak tahu apa yang melatar belakangi kebohongan Bee, tapi demi apapun ia tidak suka adiknya itu mulai berbohong.

"Kakak kan tahu Darrel udah punya pacar. Adele nggak suka kalo Bee deket-deket Darrel." Pacar?? Jesy mengerutkan dahinya sejenak, lalu tersenyum menyadari kalimat bernada manja adiknya itu.

Oke, seminggu yang lalu teman dekat adiknya itu memiliki kekasih. Tapi apa yang salah?? Apa Bee cemburu?? Karena biar bagaimana pun selama tiga tahun belakangan hanya Darrel pria yang bertahan di sisinya. Jesy juga ingat, Bee berubah sejak ayahnya gila bekerja dan meninggalkan mereka. Saat itu adalah saat paling buruk.

"Loe cemburu? Katanya nggak suka."   

Tiga setengah tahun lalu, gadis kecil bersurai hitam itu pernah mendekam di dalam rumah sakit selama satu bulan.  Hingga Jesy terpaksa cuti kuliah untuk menemani Bee. Menghapus sepi sang adik hingga gadis bermata sipit itu mau kembali pulang. Butuh banyak perjuangan bagi Jesy untuk meluluhkan kekeraskepalaan Bee.

Ada banyak cerita yang harus ia kendalikan. Kebohongan-kebohongan yang harus ia rangkai untuk menenangkan kegusaran Bee. Jesy akui dirinya jauh lebih lemah, tapi lentera dalam kotak persegi sang ibu tidak membantu. Kehancuran Bee adalah kehancuran untuknya. Mark mengatakan biar saja Bee menyusul Lewi, tapi Jesy tidak bisa. Jesy butuh Bee untuk bertahan hidup, karena hanya Bee harta terakhir yang Anne tinggalkan.

Dan semua berubah setelah kedatangan Darrel.  Entah karena apa, pria berkulit putih itu berhasil menghancurkan dinding ketakutan Bee terhadap lelaki,  dan membuat adiknya itu kembali hidup. Kecuali satu minggu belakangan.

"Cemburu? Enggak!! Adele nggak suka kak!! Bee juga nggak suka!!" Jawaban itu tidak mengandung penolakan, dan Jesy tertawa memahami maksud sang adik. Bee terlalu polos di usianya yang memasuki tujuh belas tahun. Posisi terkecil yang dimilikinya membuat Bee tumbuh begitu manja.

Gadis itu tidak pernah marah, kecuali merajuk layaknya balita kecil; yang bagi Darrel adalah hal paling menggemaskan, tapi tidak untuk Jesy. Kehilangan sang ibu membuat Bee manja padanya dan Jesy menyesalkan itu. Ia takut kelak Bee sulit bergaul. Karena saat ini saja Bee hanya berteman pada Darrel dan Neil. Banyak orang menganggap Bee angkuh, meski sebenarnya gadis itu hanya sulit berbaur. Bee cenderung penakut pada seseorang yang tidak dikenalnya. Pertama kali mengenal Mark pun gadis menjerit histeris.

"Ya Darrel jangan dijauhin Bee. Dia kan nggak salah. Adelenya aja yang posesif." Jesy mengusap sayang kepala sang adik, kemudian menatap hangat memberi pengertian. Tujuh belas tahun bersama, Jesy selalu takjub melihat kepolosan adiknya itu. Bee akan selalu menanyakan apapun yang tidak mampu dimengertinya. Kecuali hal yang bersangkutan pada Darrel. Gadis itu begitu tertutup dan hanya akan menjawab tidak pada sebayak apapun pertanyaan.

"Loe kan tahu Darrel gimana. Nanti kalo murka kakak nggak ikutan loh." tambah Jesy. Lantas terkikik saat Bee mencebik tidak terima. Siapa yang berani menantang kemurkaan Darrel? Bahkan Mark pun akan memilih mundur jika Darrel sudah memasang wajah pangeran iblisnya.

"Nggak bisa gitu dong kak!! Bee kan capek diganggu Adele!!" Entah Bee atau Adele yang bermasalah, yang jelas Darrel sudah mengultimatum Kris habis-habisan. Wanita itu bahkan bergidik ketika menceritakan kemarahan Darrel saat Bee menolak menemuinya.

"Kasih tahu Darrel, Bee." jawab Jesy. Ia meraih kunci mobilnya, kemudian menuntaskan air putih di dalam gelas, sebelum akhirnya membersihkan sudut bibir menggunakan tissue di atas meja.

"Bee pikirin deh. Tapi kakak jangan ember ya!!" Sekali lagi Jesy tersenyum lucu. Ember?? Sejak kapan ember bisa bicara? Tapi Jesy tetap mengangguk sembari menarik pergelangan tangan Bee. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Perjalanan mereka akan memakan waktu sepuluh menit jika jalanan tidak padat. Dan kesalahannya, ia justru lupa dan mengajak Bee bicara panjang lebar.

Kemungkinan terburuk Bee akan terlambat jika ia terus mengulur waktu. Senin adalah hari buruk anak sekolah. Para pekerjaan kantoran juga akan memenuhi jalan, persis seperti kerumunan semut. Jesy menghembuskan nafasnya berat melihat serangan hujan dan angin. Lalu menuntun Bee masuk ke dalam mobil. Nyatanya hujan tidak menyurutkan niat para manusia meski petir menggelegar. Tidak ada pilihan lain bagi Jesy. Terlebih ia juga tidak bisa meminta bantuan Darrel,–pria itu sudah memiliki jadwal lain yang memaksanya pergi terlebih dahulu sejak tiga puluh menit yang lalu.

Jadi sebelum Lewi memakinya, tanpa berpikir dua kali Jesy berlari memasuki pintu kemudi, kemudian mengemudikan mobilnya dengan cepat. Persetan pada jalanan yang licin!! Lebih baik ia menerima kemurkaan Mark dibanding harus menerima kemarahan sang ayah, karena membiarkan Bee terlambat dan mendapat hukuman di saat hujan badai.


✴✴✴


Rintikan hujan masih melingkupi penglihatan. Hembusan angin yang kencang menyibak helaian daun, membuat ranting mencokelat karena serapan air yang berlebih. Kelopak bunga berjatuhan di sekeliling pot. Jejak-jejak basah yang berada di sekitarnya menciptakan pola-pola abstrak seperti garis dan gelombang.

Di bagian timur, lapangan basket dipenuhi genangan air. Tidak terlihat para siswa-siswi berkerumun, namun sebagian memenuhi koridor dengan saling bercerita. Hujan selalu membawa dampak positif bagi mereka. Selain upacara akan selalu dibatalakan, para guru juga akan mendadak malas untuk mengajar.

Entah itu bisa dikatakan berkah atau musibah, para murid itu akan selalu bersyukur dengan datangnya hujan. Dari arah lain, seorang pria menajamkan lensa matanya. Dahinya bergerak mengerut tiap kali detik berirama pada si detak jantung. Seseorang yang asik berbicara di samping tubuhnya bahkan diabaikan begitu saja;seolah tidak berbicara padanya. Fokus itu terpaku pada satu titik, dimana seorang gadis nampak memantul-mantulkan langkahnya sembari tersenyum cerah. Sekotak susu juga terlihat sesekali berayun, lalu diseruput lambat.

Pria itu menyunggingkan senyum kecil. Selau seperti ini. Keadaan memaksanya bersikap datar untuk melindungi jati diri. Mungkin si bibir akan melontarkan kalimat laknat, namun hati itu menyimpan getar yang tak terlihat. Gadis di seberang sana masih memantul dengan riang. Dua puluh langkah lagi, dan ia yakin semua akan berakhir dengan perbincangan. Namun saat sang bibir siap menyapa, ia harus ikhlas mengumpat kesal, ketika gadis itu justru mengabaikannya begitu saja.







To Be Continue...




Tuesday, July 3, 2018

Leesire in Love part 12






Berhubung masih ada beberapa orang yang pesan tapi belum konfrim di wa, jadi aku putuskan besok pukul 12.000 wib untuk close. 
.
.
.
Ini cuma short story ya. Aku juga mau tegasin. Kalo leesire versi wattys tidak akan begitu mirip dengan versi cetak. Kenapa?? Karena aku tidak merevisi ulang cerita ini di sini. Cerita yang aku rombak hanya yang diversi cetak.
.
.
.
.
Kau bukan kaudan aku bukan akuRaga itu serupa namun jiwa berbeda.
Setidaknya meskipun gelap menaungi langit, senyum masih mampu menggetarkan melodi. Hari ini mungkin jalanan lengang dan memperlihatkan para pejalan kaki dengan payung melindungi kepala. Namun dari semua detik yang berlalu, nyanyian angin masih terdengar sayup-sayup. Go ara menyesap Cofeenya perlahan. Meski hujan mengguyur Futo dengan cukup deras, gadis ini tetap memperlihatkan ekspresi datar sembari menikmati sepotong rotinya.
Tidak banyak orang bersedia menyiksa diri di bawah guyuran air. Dan mereka yang berada di sini umumnya memiliki kendaran pribadi berupa mobil. Seperti mereka. Bkack Alphard yang terletak di bawah atap tepat di sisi pohon itu adalah kesayangan keduanya. Soeun sendiri hanya mampu tersenyum sembari menyesap kecil-kecilan teh jepang.
Jepang memang sangat indah. Sekalipun ia lama tinggal dan besar di negara ini, Soeun tetap selalu terpeso pada keindahannya. Soeun mengulas senyumnya sekali lagi. Pagar kayu yang mengelilingi Futtosh Cofee Shop ini terlihat seperti melindungi mereka dari para penjahat. Kimbum benar, berada di dekat Mrs. Loew membuatnya merasa nyaman dan aman.
"Aku tidak menyangka Futo begitu indah. Ku pikir para lelaki gila itu akan mengirimkan kita ke hutan. Atau setidaknya gudang penyimpanan di area pemakaman." Ara mengalihkan pandangannya, lalu menyapu ruangan yang kini terlihat lebih sepi. Di bagian kiri hanya ada dua pasangan yang tengah asik memadu kasih. Bibir mereka sesekali menebar senyum. Seolah menunjukkan hujan membuat mereka bahagia.
Sementara Soeun yang sejak tadi melamun, menoleh lalu tersenyum kecil mendengar kalimat Ara. Gadis itu tidak menunjukkan senyum atau raut tidak suka. Ara lebih menunjukkan sikap tak acuh yang membuat Soeun ingin memukul kepalanya. Oh yang benar saja. Hutan??? Ara pikir Kimbum gila?! Yah meskipun terkadang benar Kimbum dapat memikirkan hal yang di luar logika. Tapi tetap saja Soeun tidak terima jika suami tampannya itu di katakan tidak waras.
"Ai, Ku rasa itu kau berlebihan. Meski Kyu bisa saja mewujudkannya." jawab Soeun santai. Bola matanya bekerja lembut menikmati gerak-gerik Ara. "Dan Lebih baik nikmati saja hari-hari ini. Jika beruntung kau bahkan bisa berburu bitch." lanjutnya lagi. Kemudian tertawa terbahak. Suasana Futo lebih gelap setelah hujan semakin bersemangat berjatuhan, suara melodi piano yang menghibur pun perlahan ikut menghilang tergantikan gemuruh di atas atap.
Namun meskipun nada teredam bunyi, kalimat Soeun tetap tertangkap gendang telinganya, dan memancing kekesalan gadis ini. "Shit! Kata-katamu terlalu kotor girl!! Seharusnya Jiyeon berada di sini. Aku yakin gadis itu akan berteriak melupakan image bekunya." Ara tidak mampu menohan volume suaranya ketika kalimat Soeun menghancurkan cara berpikirnya. Figilia terlihat rusak akibat tercuci air hujan. Sepertinya jabatan itu menghilangkan kewarasan Soeun.
"Lalu Seungho akan mengeluarkan bola mata. One day, kejantanannya berubah seperti Mons yang tolol." Soeun sendiri tidak perduli meski Ara menunjukkan wajah tidak bersahabatnya. Ia bahkan terus tertawa sembari memeluk perutnya yang terasa berkedut geli. Sudut matanya ikut meneteskan air. Membuat Merah yang menghiasi pelupuk matanya luntur dan menyisakan jejak kemerahan.
"Mons akan menggantikan Drack pada malam bulan purnama."
"Crazy!!! Pria itu jauh lebih berbahaya. Taring? Oh bahkan bokong tidak berpengaruh." Dan sekali lagi tawa menguap mengiringi suara air hujan. Kali ini bukan hanya Soeun, Ara bahkan memukul meja untuk menyalurkan rasa gelinya. Mata-mata yang semula fokus menatap berbeda arah, berbalik haluan menatap mereka dengan lengkungan senyum di sudut bibir. Baru kali ini mereka melihat gadis keturunan asia yang terlihat mempesona, meski sedang bersikap garang di tempat umum. Gadis jepang pada umumnya lebih bersifat agresif atau menggoda.
Ara yang menyadari tingkahnya menjadi pusat perhatian, segera mengecilkan volume tawanya. Sial! Ia lupa sedang berada di antara manusia. Lagi pula siapa yang berniat mencari jalang?? Ia berada di tempat ini juga berkat kelicikan para pemimpin. Seharusnya Prionsa tampan itu mengirimkan Soeun seorang diri saja. Perjanjian merah itu juga sebenarnya dapat dilakukan dua bulan lagi, bukan saat ini.
"Come on girl, ku rasa kalian mulai berlebihan. Ji mungkin mual mendengar kalimat menjijikkan." Suzy yang baru tiba dengan cepat membekap mulut Soeun. Bola matanya diperbesar untuk memberi peringatan Ara. Gadis itu jika dibiarkan akan memancing bahaya. Dan kedatangannya begitu tepat. Beberapa orang yang sempat memperhatikan kini beralih pada hal lain.
Setelah merasa dua sahabat gilanya itu mampu mengendalikan diri, Suzy melepaskan dekapan tangannya, lalu menghembuskan nafas secara kasar.
"Ji not you Sui." Sayang di detik berikutnya ia harus kembali mengerang kesal.
"Terserah! Apa tempat ini menyediakan Nikotin?? Aku butuh persiapan." Pada akhirnya Suzy memilih untuk mengabaikan. Memang seharusnya Soeun dibungkam menggunakan bibir Kimbum. Dengan begitu gadis bersurai merah itu tidak mengusik harinya.
Perasaannya saat ini sedang kacau. Dan nikotin berpengaruh baik pada lekukan bibir. Futo tidak seperti yang ia bayangkan. Kota ini terlalu tenang. Suzy butuh sesuatu yang memancing adrenalin. Katakan saja bertarung kasar, bermain pelatuk atau berburu.
Namun kondisi mereka tidak memungkinkan. Persembunyian memaksa mereka untuk bertingkah normal.  Bahkan untuk keluar rumah pun mereka harus menggunakan penyamaran. Kimbum dan semua kaki tangan gilanya itu benar-benar berniat menyiksa. Mulai dari perubahan warna rambut, hingga perubahan nama. Suzy bahkan tidak yakin Jiyeon akan menyukai panggilan Ji yang Soeun dan Ara pilihkan.
"No honey, kau harus menjelajah Futo jika ingin mencicipinya. Gyora street, matamu akan menyukainya pada malam hari. Kau bisa bawa Hugo untuk menemanimu." Sedang di tempat duduknya Soeun kembali menyesap tehnya hingga tuntas.
"Oke. Dini hari aku akan menyelinap." Suzy mengangguk mengerti. Ia tidak butuh banyak penjelasan hanya untuk menukan jalan. Di Futo Kimbum menyediakan banyak pengawal untuk mengantarkan mereka. Kecuali izin keluar! Suzy harus memikirkan cara untuk mencuri kunci. Nenek Soeun pasti akan mewawancainya selama berjam-jam jika ia jujur. Bahkan merengek pun Mrs. Loew tidak akan memberikannya. Nenek tua itu luar biasa keras kepala. Satu spesies dengan Kimbum, Kyuhyun, Soeun dan Myungsoo. Sifat bosynya juga membuat darah Suzy selalu mendidih hingga ke kepala.
"Sui, kau terlihat frustasi. Oh astaga, pipimu bahkan tidak menggoda." Namun selain Mrs. Loew, Ara juga menyebalkan. Suzy mendengus.
"Bitchi!!! Aku selalu menggoda Go, ku harap kau menjaga bibirmu!!!" Stupid!!! Suzy berjengit tidak terima. Ia semakin berdecak kesal ketika Ara mengabaikan kemarahannya. Jika saja mereka sedang berada di kediaman Loew, Suzy bersumpah akan membungkam tawa konyol sahabatnya itu. Yang benar saja, pipinya adalah pipi menggoda dan mahal!! Suzy benar-benar tidak terima Ara mencemooh pipinya.
"Sui, gadis itu mungkin menggeliat bagai cacing. Apa kau mendengar suara Myungsoo. Astaga, apa mereka menghabiskan tiga permainan??" Dan semakin Suzy mengerang, maka semakin gigih Soeun menggodanya. Ara tertawa dengan keras. Ia tidak perduli jika sahabatnya akan semakin murka. Well, raut marah Suzy sangat menggemaskan di matanya.
"Fucking you Figy!!" 
"And youstupid girl!!!"
To be Continue...
Oke cukup segini yaIni salah satu gambaran ceritaku dalam versi cetakselain part 11. Memang nggak ada scene bumssokarena full scene mereka tercipta di buku.
Terusversi cetak dan wattys akan berbeda. Di dalam novelsemua akan di bahas hingga tuntasTapi di wattys aku hanya akan menamatkan cerita ini di part 20. Dan tidak akan selengkap yang ada di novelKenapaKarena aku ingin melindungi ciptaanku.
Hanya ituDan untuk POaku masih buka hingga besok. 12.00 wib!!!
Yang belum pesan. Buruan daftar ya
Aku cuma melakukan satu kali PO!! Ingat yasatu kaliAku nggak pesan lebihhanya sesuai pesanan.
Versi Cetak :
1. Ayu Tinan
2. Dewi Sartika
3. Lia Apriliani
4. Marwati idris
5Minyeong
6. Susi prasa
7. Syitah
8. Weniagura
9. Felixs
10. Serha
11. Novi wahyuni
Versi Pdf :
1. Leli
2. Mona
3. Desi permatasari
4. Devi
5. Filia
6. Raturolio
7. Mfiet
8. Welly
9. Fitri maryani
10. Desi Sihotang
Untuk sementara ini yang sudah konfirmasi lewat waYang namanya belum tercantum tapi udah daftar di wattysmohon hubungi wa aku yaSegera!! Karena besok aku close.
Terimakasih

Monday, June 25, 2018

Conqeror Chocolate 4

Kimbum menghembuskan nafasnya lirih. Menjadi sandaran bukanlah masalah, bahu kekarnya cukup kuat untuk sekedar menahan kepala soeun, hanya rasa tidak nyaman terus mengusik hati dan pemikirannya. Penerbangan panjang baru berlangsung selama 5 jam, itu berarti masih membutuhkan waktu 14 jam untuk tiba di negara romantis paris, perancis.  Banyak waktu terbuang hanya untuk perjalanan bodoh, dan ia menyesal menuruti permintaan sang eomma. Jika saja sahee tak datang dan mengusik ke dalam ruang kerjanya, saat ini ia pasti tengah berlibur pribadi di pulau jeju tanpa harus mememani gadis manja seperti kim so eun.

19 jam penerbangan, dan gadis itu hanya tertidur sejak 4 jam yang lalu. Soeun hanya bangun untuk menggerutu selama satu jam dan berakhir dengan tidur lelapnya. Gadisnya tak pernah manja atau pun banyak bicara, membandingkan soeun dan kekasihnya, hanya layaknya langit dan bumi. Menurut kimbum kekasihnya terlalu sempurna untuk disandingkan dengan sosok menyebalkan soeun.

"Excuse me sir, do you want a glass cocktails ?."

Seorang pramugari cantik menyapa lembut. Memaksa kepalanya yang tertunduk terdongak membalas tatapan.

"Yes, and a glass of hot chocolate." jawab kimbum.

Sang pramugari tersenyum kikuk, menampilkan tarikan alis aneh. Namun tak berusaha beranjak dari tempatnya berdiri, seolah memastikan bahwa pendengarannya tak salah. Chocolate ?

"For my wife." ucap kimbum cepat, lalu kembali mengalihkan tatapannya pada tabloid yang berada di jemari kekarnya. Respon raut konyol sang pramugari sedikit mengusik, memunculkan rasa kesal menyelumuti hatinya. Chocolate ? dan haruskah si pramugari mengernyit aneh ? Seolah suatu hal yang salah jika dirinya memesan segelas minuman untuk gadisnya?
Tunggu, gadis? Kimbum menggelengkan kepalanya lirih, merasa bodoh dengan pikirannya sendiri. Sedang sang pramugari yang melihat tingkah aneh kimbum memilih pergi sebelum sang pria tampan menghardiknya tanpa ampun karena telah berani mencemooh lewat sebuah tatapan.

Sementara kimbum lagi-lagi menghembuskan nafasnya kasar, menggerakkan jemarinya lebih cepat dalam membalik helaian kertas. Apapun yang menyangkut kim so eun akan selalu memancing emosinya, dan sedetik kemudian bibirnya menyungging senyuman aneh ketika salah satu jemarinya tidak sengaja membuka selembar halaman yang menampilkan wajah dan tubuh sang istri.



Entah apa yang terjadi, tiba-tiba  saja mood membacanya hilang bagai tertelan bumi. Dan  Jantung sialannya mulai berdegub kencang, memberi rasa panas membakar setiap inci hatinya. Ia mengepalkan jemarinya kuat, mengumpat dan menolak pikiran bodoh yang berusaha masuk merayapi hati. Merafal keras, tak ada cinta untuk kim so eun.

*****©©©©*****

Goldshion tampak sibuk seperti biasanya, namun berbeda dengan ruang utama sang pemilik perusahaan. Dimana diantara tiga orang pria yang berada di dalamnya, nampak seseorang menggerutu dengan kalimat panjang yang memusingkan.

Memancing dua pria lainnya terkekeh mendengar segala lontarannya. Waktu masih menunjukkan pukul 10.00 am, dimana masih waktu sibuk bagi para pekerja kantoran seperti mereka. Setelan jas dan sepatu mahal memang suatu keharusan dalam berpenampilan. Penampilan  memukau adalah salah satu kunci kesuksesan selain bermodalkan ketampanan dan kecerdasan. Itu yang dikatakan sang executive muda kim sang bum.

"Jadi dia berlibur? Hyung tidak adil! Bagaimana bisa dia tidak mengajakku?"

Lagi, ini adalah gerutuan ke 20 Yoon jilguk. Bibir dan wajah bertekuk menjadikan dirinya tampak begitu mengesalkan untuk sekedar dipandang mata. Jelas jika saja kimbum berada di dekatnya, pria dingin itu pasti akan mengirim jilguk ke planet pluto, yang bahkan telah dihapus dari daftar planet terkenal. Lontaran kalimat bodohnya begitu mengusik dan mengganggu pendengaran di telinga bogem.

"Untuk apa dia membawamu? Pabbo!" timpal bogem kesal. Ia sudah cukup kesal dengan kekonyolan kimbum yang memberinya pekerjaan begitu menumpuk. Dan kini jilguk justru hadir dan menyuarakan demo idiot tanpa memikirkan perasaannya.

"Tutup saja mulutmu hyung. Kau membuatku emosi." umpat jilguk. Ia beranjak dari sofa dan memilih mendekati sang wo yang menduduki kursi kebesaran kimbum.

"Cih. Dasar bocah!" desis bogem

Sang wo tersenyum dibalik keseriusannya, mencoba mengacuhkan sang keponakan yang kini telah terduduk santai di hadapannya.

"Ajushi kenapa kau tak memberi tahuku ?"

"Untuk apa? Mereka akan berbulan madu, apa kau kan mengganggu?"

"Aku tidak yakin pria dingin itu akan menjaga noona dengan baik."

Sang wo menghela nafas, melepas kaca mata minusnya dan merapikan beberapa berkas yang sebelumnya tengah di pelajari. Apa yang dikatakan jilguk memang benar adanya, dan ia juga khawatir kimbum justru tak mengacuhkan soeun dan membiarkannya berlibur sendirian. Namun apa boleh buat, ia tak memiliki banyak kekuasaan. Sahee pemilik kendali, dan kekerasan hati sahee juga soeun tak mampu di runtuhkan begitu saja.

"Jangan katakan itu. Kimbum memang keterlaluan, tapi dia pasti akan menjaganya."

"Aku akan menyusul."

"Yaaaaa, jangan merusak rencana yang sudah tersusun." sahut bogem cepat. Ia beranjak lalu memukul keras kepala jilguk. Astaga, dimana ada orang berbulan madu dengan membawa seorang pengganggu?

"Aish... Ini menyebalkan!" gerutu jilguk sambil mengusap kepalanya yang terasa berkedut.

"Kau sudah mempelajari berkas noonamu?"

"Ne. Menurut ku tak ada yang perlu di khawatirkan ajhusi. Tapi kenapa ajhusi harus meminta hyung mengancamku?"

Sang wo mengernyit mendengar ucapan jilguk. Lalu tersenyum ketika menyadari sesuatu di dalam benaknya. Hati seorang ayah tidak akan pernah salah.

"Aku tidak pernah mengatakan apapun. Bahkan aku baru tahu putraku itu memperkerjakanmu sebagai manager soeun." jawabnya

"Omo... jeongmal komisaris?" ucap bogem kaget.

"Ne." 

"Daebak, jadi di mempermainkan ku?" timpal jilguk. Ia menyeringai iblis saat menyadari arti senyuman sang paman. Dan jilguk bersumpah akan membalaskan kekesalannya pada kimbum. Pria tampan itu boleh saja mengelak, namun jangan panggil ia Yoon jilguk jika dirinya tak mampu membuat kimbum mengakui perasannya.

"Dia mengerikan. Kali ini pria dingin itu akan bertekuk lutut pada si gadis chocolate." jawab bogem menimpali. Kecerdasannya berada di atas rata-rata saat membahas hal rahasia menggunakan kode senyuman.

"Bicara tentang chocolate, kenapa noona begitu menyukainya?"

"Molla jhin ae mengatakan soeun menyukai makanan manis itu, karena seorang pemuda tampan pernah memberinya chocolate." jawab sang wo. Ia kembali meraih berkasnya dan kembali membaca ulang. Kimbum akan mengamuk bila pekerjaannya terbengkalai karena ulah sang appa.

"Jadi kimbum bukan cinta pertama soeun ? Aa.. dia akan kecewa." cibir bogem bahagia. Suatu hal yang menggembirakan mengetahui hati beku itu mulai mencair dan berpindah pada tempat yang seharusnya. Dan mulai saat ini bertambah satu pekerjaan dalam pikirannya. Membuat kimbum cemburu dan membuat bibir tajam itu mengungkapkan segalanya.

"Itu berarti mereka imbang." ucap jilguk. Ia mengalihkan tatapan, menatap bogem yang juga menatapnya aneh. Lalu tersenyum kompak menyalurkan ide-ide bodoh yang berkeliaran di dalam
Otak. Akan ada banyak hal yang menimpa kimbum dan mungkin akan membuat sang direktur tampan itu menahan kesabarannya berkali-kali lipat. Jilguk dan bogem adalah satu kesatuan yang sempurna dalam hal memporak-porandakan emosi. Kali ini keduanya akan memastikan Kim so eun mendapatkan Kim sang bum si pemilik hati beku.

*****©©©©******

Sheraton Paris Hotel.

Soeun menggerutu tak terhentikan. Tubuh yang lelah seolah tak menghalangi laju kecepatan bibirnya. Sejak mereka tiba suasana hatinya memburuk karena tingkah aneh sang suami. Kimbum tiba-tiba saja menjadi pembungkam mengerikan, dan jika ia bicara, bibirnya hanya akan berucap kata menyakitkan. Bahkan seorang pramugari yang mengantarkan minuman, harus menangis ketika mendapatkan amukan maha dasyat sang pria tampan. Mengakibatkan soeun terbangun dan harus berusaha meminta maaf. Dan kimbum ? Pria itu bersikap acuh memasuki kamar pribadi yang disewa hanya untuk dirinya sendiri.

Mereka mendarat tepat pada pukul 08.00 pagi, dan kimbum segera menariknya menuju hotel ini. Hotel mewah milik goldshion, lalu meninggalkannya sendirian sejak 3 jam yang lalu. Apa ini waras ? Untuk apa dia ikut jika hanya pergi menikmati liburan sendiri ?

Jika saja soeun berani maka ia pasti sudah pergi sedari tadi. Apa yang harus dikatakannya ? Sang abeonim memberinya uang  yang begitu banyak, namun soeun belum pernah sekalipun menginjakan kaki di negara eropa. Tersesat bukanlah jalan cerita yang bagus menurutnya. Akan lebih baik menunggu dan merengek pada kimbum untuk membawanya menikmati hari.

Menunggu adalah hal membosankan untuknya. Namun jika dengan menunggu bisa membuat kimbum mau mengajaknya berkencan, maka soeun akan dengan senang hati menunggu. Suara pintu terbuka dan tertutup membuat soeun segera berlari keluar dari dalam kamar. Tak perlu mencari tahu siapa yang tengah bertamu, karena sudah jelas yang dapat membuka pintu kamar hanya pria tampan kesayangannya.

"Kau sudah kembali ?." tanya soeun saat kimbum memilih mendudukkan tubuhnya di atas sofa. Hotel sang wo begitu mewah, sebuah kamar hotel dengan satu buah kamar di dalamanya, hingga nampak seperti apartemen mewah berukuran mini.

"Kau bisa melihatnya." jawab kimbum dingin. Ia menutup kedua matanya, memilih mengacuhkan kehadiran soeun. Suasana hati yang buruk membuatnya enggan untuk sekedar kembali ke dalam hotel. Bahkan sebenarnya ia sudah  berencana kembali ke korea.

"Bum-ah.. ayo temani aku." rengek soeun. Ia mendekati kimbum dan mendudukkan tubuhnya tepat di sisi kanan sang suami. Melancarkan aksi manja dengan memeluk erat tubuh kekar kimbum.

Kimbum mengerang frustasi di dalam hati. Bayangan gambar soeun terus mencambuk ulu hatinya. Dalam sekali hentak ia melepas kasar pelukan soeun. Lalu beranjak melangkah menuju kamar.

Soeun tercekat. Satu tohokan menghantam denyut jantungnya. Ia tersenyum tipis, lalu mengangkat kepalanya menatap punggung kimbum.

"Tidak bisakah kau menganggapku sebagai adik mu ?." ucapnya lirih.

Lirihan yang begitu sendu dan hanya seperti sebuah bisik tanpa suara. Mengalirkan kekecewaan ke dalam hatinya. Pernikahan hanya bagai sebuah permainan, dan ia sendiri yang memainkan semua lakonnya. Jika saja ia bisa menolak, maka saat kedua orang tuanya menyetujui perjodohan maka soeun akan menolaknya. Sendiri bahkan lebih baik dibanding menahan rasa.

Kimbum menghentikan langkah kakinya tepat saat jemarinya bersiap membuka pintu. Ia menghela nafas kasar dan memejamkan matanya sekejap. Alunan nada lirih soeun sampai pada saluran pendengarannya. Mengantarkan puluhan paus menghantam hatinya, terasa begitu sakit dan memuakkan.

"Beri aku waktu 2 jam beristirahat." jawabnya, lalu dengan cepat melangkah memasuki kamarnya. Ia juga manusia, dan pernah merasakan rasa itu. Cinta namun di abaikan.  Meski knum sendiri tak yakin dengan rasa cintanya itu. Setidaknya ia tak ingin soeun juga merasakan kehancuran hatinya.

Soeun tersenyum, memberi kiss jarak jauh dari posisi duduknya. Sebuah acting terkadang diperlukan untuk menaklukkan hati beku seorang pria. Oh astaga, buku yang diberikan bogem ketika mengantarnya pulang sangat berguna. Ketebalan yang membuat pusing, justru menghasilkan sebuah keberhasilan yang menyenangkan.

Soeun kembali terkekeh mengingat actingnya, lalu melompat-lompat di atas sofa. Mengacuhkan dress mininya yang ikut berlonjakan menampilkan keseksian paha putihnya. Tak ada yang lebih menyenangkan dibanding hari ini.

****©©©****

"Soeun berhentilah, kau mengangguku." gerutu kimbum sambil mendudukkan tubuhnya kasar. Ia mendengus lalu menatap kesal sang istri yang tertidur miring dengan senyum jahilnya. Gadis itu dengan sengaja terus meniupi wajahnya, dan sumpah demi apapun soeun begitu mengusik ketenangan.

"Kaja bum-ah.. Ppalli" jawab soeun. Ia tak beranjak hanya mengedip-kedipkan matanya menggoda kimbum.

Membuat kimbum bergidik dan segera beranjak memasuki kamar mandi. Ada yang aneh pada dirinya. Berada satu hari bersama soeun di paris membuat perasaannya berkecamuk tak karuan. Sebuah perubahan rasa yang menata ulang sebagian hatinya, dan kimbum tidak ingin melakukan hal konyol hanya karena tak mampu mengendalikan tubuhnya.

*****©©©©*****

Pont des Arts di Paris,

Kimbum mengumpat dalam hati menanggapi tingkah soeun. Ini adalah tujuan pertama liburan mereka dan gadis itu dengan sengaja memilih jembatan bodoh sebagai tempat wisatanya. Dan kini soeun bahkan terus saja menarik pergelangan tangannya hanya untuk memasang gembok cinta mereka.

Tunggu, kimbum menggeleng kasar, yang benar ialah gembok cinta si istri mungil nan menyebalkan.

Sangat memalukan seorang CEO GOLDSHION berada ditempat umum hanya untuk mrmasang sebuah gembok. Bahkan gerbang kediamannya di korea dapat dengan puas soeun pasangi gembok-gembok idiot.

Sedang soeun terus saja melangkah tak memperdulikan kekesalan yang jelas terlukis diwajah tampan kimbum. Pakaian formal yang digunakan sang suami sedikit menjadi ejekan dihatinya. Kimbum terlalu beku dalam segala hal, bahkan ketika soeun membongkar koper pria itu, matanya nyaris keluar karena terbelalak melihat isi yang berupa sekumpulan jas formal. Jelas saja karena kimbum tak mengizinkan dirinya menata pakaiannya.

"Tidak bisakah kau berhenti ? Atau kau memang pabo ?." hardik kimbum. Ia menghempas kasar jemari soeun, lalu melangkah menjauh sebelum amarahnya lebih memuncak. Dirinya sudah cukup menahan malu ketika semua pandangan mata tertuju padanya yang ditarik-tarik seorang gadis mungil berparas cantik.

Soeun memuciskan bibirnya, lalu menghentak kakinya keras. Kimbum sungguh menyebalkan setiap saat, tapi ia tidak akan kalah. Meski akan tersesat ia harus segera memasang gembok cintanya.



Ponts des arts, merupakan tempat wisata di perancis di mana pasangan "mengunci" cinta mereka ke sisi jembatan dengan gembok cinta. Dan soeun berharap dengan memasang gemboknya maka cintanya pun terkunci selamanya.

Soeun berjalan mencari posisi yang tepat,lalu mengarahkan jemarinya memasang gembok cinta berwarna chocolatenya, membisik dan merafal doa, memohon pada tuhan untuk segera mengunci hati kimbum padanya, karena hatinya telah sepenuhnya terkunci pada pria tampan itu.

"Sudah selesai ?."

Soeun terlonjak dan segera berbalik ketika mendengar nada bariton sang suami menyapa pendengarannya. Bibirnya tersenyum manis saat melihat kimbum benar-benar berada tepat dibelakang tubuhnya. Lihatlah tuhan telah menjawab satu doanya. Soeun menganggguk lalu dengan cepat merangkul lengan kimbum dan membawanya berjalan menuju tempat selanjutnya.

Kimbum memalingkan wajahnya ke sisi kiri, menyungging senyum di dalam hati. Ada yang salah dan dirinya tampak begitu konyol. Ketika ia menjauh dan berdiri di sudut jalan, tanpa sengaja manik matanya menangkap seorang pria berjalan perlahan menuju sang istri. Berniat mengacuhkan namun emosinya memuncak ketika menyadari tingkah mencurigakan sang pria. Dan tepat ketika sang pria menjulurkan tangannya untuk mengangkat dress mini soeun,  kimbum dengan cepat berlari dan mencekal kuat lengan sang pria mesum. Menatapnya geram dan menariknya menjauh saat mendengar soeun berbisik-bisik seperti sedang merafal doa.

"Dia istriku ! Jangan coba menyentuhnya !."

Kimbum menggaruk tengkuknya, merasa bodoh saat mengingat kembali kalimat bernada geramannya yang membuat sang pria mesum berlari ketakutan. Entah apa yang terjadi, namun semua  begitu cepat berlangsung, hingga kimbum tak mampu menolak setiap respon tubuhnya. Seolah hati dan seluruh tubuhnya menuntut untuk melindungi soeun, mengukung gadis mungil itu dalam pelukan hangatnya.

"Waeyo bum-ah ?." tanya soeun. Ia mengernyit dan menatap fokus wajah kimbum.

"Gwaenchana, kemana kau akan pergi setelah ini ?." jawab kimbum. Ia menghentikan aksi bodohnya dan mentap datar pengunjung lainnya.

"Aku ingin makan." ucap soeun.

"Kau akan menikmati chocolate hoeh ?."

Kimbum memalingkan wajahnya, menatap remeh soeun yang ternyata juga mentapnya aneh.

"Kau mengingatnya ? Itu berarti kau memperhatikan ku."

"Kau bermimpi ?. Tentu saja aku mengingatnya. Bukankah itu makanan mu setiap hari ?."

Soeun terkikik mengacuhkan kalimat mengelak kimbum. Baginya kimbum mengingat hal seperti itu saja sudah cukup membahagiakan hatinya. Ada banyak kata yang terucap dan semua seolah tuhan telah menjawab doa-doanya. Pria itu bicara banyak meski dengan nada yang membekukan.

Sial !
Kimbum mendesah sesal dalam hati. Bibirnya terlalu bodoh dalam berucap, hingga membuat soeun salah mengartikan ucapannya. Sumpah demi apapun ia tak ingin soeun salah mengerti dan menganggapnya telah berpindah hati.

Kimbum masih terus menolak dengan kecerdasan otaknya, semua perasaan yang merayap di dalam hatinya. Memaksa tetap menomor satukan gadis yang kini bahkan telah terhapus dari dalam pikiran dan hatinya.

*****©©©*****

Kediaman utama kim sang wo tampak sepi tanpa lantunan manja seorang gadis. Menyisakan sepasang paruh paya yang memilih terduduk diam menatap layar televisi. Terasa hambar dan membosankan menikmati waktu yang biasa terasa menyenangkan. Bahkan aroma teh dan cookies yang menyeruak tak memancing keinginan untuk sekedar mencicipi.

"Aku merindukan gadis mungilku." ratap sahee. Ia melepas pandangannya dari majalah yang tergenggam. Meletakkan majalah di atas meja lalu menataap sang wo yang terduduk focus pada layar yang menyala.

"Berhentilah yeobo. Bukankah kau yang merengek." jawab sang wo, tanpa mengalihkan tatapannya. Sahee buruk ketika merindu. Semua ide adalah hasil pemikirannya, dan kini ketika gadis mungil itu berhasil pergi, istrinya itu justru merindu tak tertahankan.

Sahee menghela nafas. Apa yang dikatakan sang wo memang benar. Tapi sungguh dirinya tak bisa mengelak dari rasa rindu yang membuncah, meski soeun baru pergi beberapa hari.

"Hmm. Tapi rumah ini menjadi sepi tanpa nada manjanya." jawabnya.

"Kau sudah menghubungi hyerim ?." tanya sang wo mengalihkan pembicaraan. Sahee akan semakin menjadi bila ia terus menanggapi ratapan aneh istri cantiknya itu.

"Ne.. Dia mengatakan akan berkunjung ke hotel."

"Baguslah.. Ini awal baik untuk segalanya."

"Kau benar..."

Sahee tersenyum lalu memeluk erat sang wo yang kembali mengalihkan tatapannya pada layar. Putrinya telah mencair ketika mendengar kimbum telah menikah. Hyerim memang tak mengetahui prihal itu, wanita itu terus menjauh setelah kejadian yang hampir menghancurkan keluarga kecilnya karena kelakuan kekasih hati kimbum. Hal yang membuat hyerim membenci kimbum dan memilih pergi menetap di prancis.

*****©©©©*****

Dikamar hotelnya kimbum menatap tajam soeun yang terduduk diatas ranjang dengan bibir mengerucut. Hatinya merutuk kesal dengan segala tingkah manja sang istri. Setelah mereka kembali dari ponts des arts, soeun merengek meminta kembali ke hotel dengan alasan lelah dan lapar. Namun setelah tiba gadis itu justru merengek meminta cup cake chocolate sebagai menu makan siangnya. Dan sumpah demi apapun kimbum memberang dengan kekonyolan soeun. Ia tidak berniat merawat soeun, jika sampai istri mungilnya itu jatuh sakit karena tidak makan dengan benar.

Lagi kimbum mengangkat ganggang telfon memesan makanan, ini sudah yang ke 3 kalinya ia melakukan panggilan. Mungkin dibawah sana para staff order taker telah menggerutu menyumpahi aksi bodohnya.

"Deliver two portions of te volaille de bresse to my room !." perintah kimbum tegas ketika di ujung sana salah satu karyawannya menjawab sambungannya.

"Tidak mau, aku mau chocolate !." teriak soeun.

Kimbum memutar bola matnya malas, menutup kembali telfonnya dan beranjak ke sisi kiri ranjang. Tidur adalah pilihan terbaik untuk menenangkan diri akibat tingkah menyebalkan kim so eun.

"Terserah kau saja ! Kau bisa memesannya sendiri. Aku tidak perduli jika kau keracunan." jawab kimbum sinis.

"Kau memang jahat !." gerutu soeun. Bukan ia tidak senang menerima perhatian kimbum, hanya lidah manisnya terasa pahit dan tak berminat dengan makanan berat.

Kimbum mengacuh, lalu beranjak saat pendengarannya menangkap sebuah ketukan. Adakalanya menanggapi soeun adalah dengan mengacuhkannya.

"Noona ?" ucap kimbum kaget ketika menatap hyerim berdiri tepat di pintu kamar hotelnya bersama seorang pria yang adalah sang suami lee song jo.

Hyerim tersenyum menanggapi nada kaget sang adik. 2 tahun dan kimbum tak pernah berubah dimatanya. Tetap tampan dan begitu mempesona.

"Aku mengganggumu ?" tanya hyerim.

"Anio masuklah.." jawab kimbum. Ia menggeser tubuhnya memberi jalan pada hyerim dan jong so, lalu kembali menutup pintu dan melangkah menuju sofa.

Didalam kamar soeun mengernyit curiga dengan memicingkan matanya mendengar suara kimbum. Siapa  yang bertamu ke hotel ? Apakah kimbum membuat temu janji ? pikirnya. Merasa kesal dan semakin penasaran soeun segera beranjak keluar. Dahinya semakin mengernyit ketika melihat kimbum terduduk diam memandang marmer. Namun ketika melihat sepasang muda-mudi turut duduk dihadapan sang suami, soeun segera menyungging senyum secara sembunyi-sembunyi.

"Nuguseyo? Apa kau kekasih bodoh pria dingin ini ? Jika ia ku harap kau pergi saja." ucap soeun dingin. Soeun berkacang pinggang menatap tajam dua manusia yang kini menatapnya aneh. Di usir ? Itu sesuatu yang menyakitkan.

"Bisakah kau menutup mulutmu ?!. Lebih baik kau pergi ! Aku sudah cukup muak melihat tingkahmu." hardik kimbum. Kimbum berdiri menatap geram soeun, membuat hyerim dan jong so terlonjak kaget mendengar hardikan kasarnya.

"Arrasseo.. Hyerim eonnie senang berkenalan dengan mu. Anneyeong oppa." ucap soeun. Ia membungkukkan tubuhnya cepat, lalu segera melangkah menuju pintu keluar. Ada rasa sakit ketika mendengar teriakan keras kimbum, dan soeun tak berniat memangis dihadapan pria itu dan keluarganya.

Kimbum terdiam di tempatnya berdiri. Nafasnya menyesak ketika soeun menyebutkan nama sang noona. Gadis itu mengenalnya, dan ia justru memarahinya. Tapi kenapa soeun harus bertingkah bodoh dengan berpura-pura tak mengenal, hingga membuatnya salah paham. Kimbum menghela nafasnya perlahan, tak bermaksud memaki, hanya takut sang noona terluka dan kembali membencinya. Ia terlalu bahagia hyerim mau menemuinya setelah dua tahun berlalu, dan kimbum tak ingin sang noona meninggalkannya kembali.

Sedang hyerim mencoba mengejar langkah soeun. Meski sejujurnya ia sedikit bingung mengetahui soeun mengenalinya.

"Hey, kim so eun." teriaknya lembut, namun hyerim harus menghembuskan nafasnya saat soeun telanjur masuk ke dalam lift.

Hyerim kembali masuk, memandang kesal sang adik yang hanya tetap berdiri diam tanpa tindakan.

"Apa yang kau lakukan ? Kejar dia." perintahnya.

Sial ! Hyerim tidak habis pikir, kimbum justru duduk kembali pada sofanya,  mengacuhkan sang istri yang sedang terluka.

"Tidak perlu ! Dia tahu jalan pulang." jawab kimbum acuh.

Membuat hyerim lagi-lagi menghela nafas pasrahnya. Sifat kimbum tidak berubah, bahkan hyerim sadar adiknya itu masih menunggu si gadis pelacur, dan menjadikan pernikahan sebagai pelampiasan rasa sakitnya.

"Kau masih belum melupakan gadis pelacur itu ?." ucap hyerim sinis.

"Ayolah noona.. Hentikan." jawab kimbum. Ia menatap hyerim sendu.

Ada pancaran menyesal terlukis di kedua bola matanya, dan hyerim dapat melihatnya dengan sangat jelas. Namun rasa sakit dan kecewanya memaksanya egois agar kimbum mampu melupakan gadis itu. Hyerim mengetahui segalanya, kimbum tidak benar-benar mencintai gadis itu. Dulu adiknya itu selalu bercerita,ia menyukai seorang gadis kecil pencuri ciuman pertamanya. Dan entah mengapa kimbum menganggap gadis pelacur itu adalah gadis kecil yang dicarinya. Dan hyerim yakin rasa yang tetuang dihati kimbum hanyalah sebuah obsesi kepemilikan saja.

"Bagaimana keadaanmu ?." ucap jong so. Ia mencoba mencairkan suasana yang kembali menegang. Ia juga salah satu pemeran dalam kehancuran yang terjadi dan jong so berharap kedua kakak beradik itu mampu membaik seperti dulu kembali.

"Seperti yang kau lihat." jawab kimbum.

"Dia menggemaskan, kau tidak tertarik ?." jong so tersenyum menatap kimbum. Mencoba bergurau menenangkan hati sang adik ipar.

"Tidak semudah itu hyung. Mianhae untuk kejadian yang lalu." jawab kimbum seraya membalas tatapan jong so hangat. Hati itu kembali menghanyut, menyebar rasa sesal telah melukai. Jong so pria yang baik dan kimbum sadar itu. Hanya entah mengapa dulu ia bisa menghajar pria itu, membuatnya terbaring kritis hanya karena rasa tidak terima.

Jong so tersenyum. Cukup lama kata hyung menghilang dari pendengarannya. Dulu ia dan kimbum cukup akrab layaknya saudara sedarah, namun semua mengkelam ketika gadis kesayangan kimbum menghancurkan segalanya. Membuatnya kehilangan adik dan keluarga, membuat istrinya membenci semua dan tak pernah ingin kembali ke korea.

"Tak apa, aku sudah melupakannya." jawab jong so.

"Kau membenciku ?." Tanya kimbum. Ia memalingkan pandangannya pada hyerim yang memilih menunduk mengacuhkan pembicaraan.

"Tentu, aku hanya akan memaafkan mu bila mencintai gadis cantik itu." jawab hyerim tetap tak memandang kimbum..

"Konyol." jawab kimbum.

Hyerim tersenyum dibalik tundukan kepalanya. Sesakit apapun ia tidak benar-benar membenci adik tampannya itu. Hanya kecewa kimbum lebih mempercayai orang lain dibanding dirinya, kakak kandungnya sendiri. Kini ia berharap hati kimbum dapat berlabuh seutuhnya pada sosok mungil kesayangan kedua orang tuanya. Hyerim sudah mengetahui semua riwayat kehidupan soeun, siapa soeun dan mengapa sang ayah begitu menyayanginya. Hanya wajahnya saja  yang baru diketahuinya. Dan jujur saja hyerim dengan cepat menyayangi gadis cantik berkelakuan manja itu. Tingkah lucu soeun sungguh membuatnya terpikat. Pantas saja sang eomma bahkan mengatakan soeun adalah pemilik hatinya. Karena hyerim pun mengakui kini soeun telah memiliki sebagian rasa sayangnya.

*****©©©©*****

"Menyebalkan !." gerutu soeun sambil terus melangkah menuju pintu lobi. Kakinya yang terhentak-hentak dan bibir yang memucis sebal, membuatnya menjadi focus pandangan para karyawan dan pengunjung sheraton hotel yang merasa gemas. Soeun nampak seperti seorang gadis remaja yang tengah merajuk kesal. Mereka tak terganggu, justru merasa gemas dan ingin mendekati. Terkhusus para pria yang melihat soeun dengan pandangan terpesona. Itu semua karena soeun tak menyadari dirinya masih memakai dress mini putihnya yang menampilkan sebagian paha putih mulusnya.

"Aku hanya bercanda. Haruskah dia murka ?. Bukankah dia sudah berjanji ingin menemaniku ?." lagi ia menggerutu, dan berhenti tepat  dibawah pohon taman hotel, memandang sebal para tamu. Hatinya masih saja mengumpati kimbum yang begitu sensitif.

Sedetik kemudian nafasnya tercekat ketika tanpa sengaja matanya menatap segerombolan pria kekar melangkah mengiringi seorang pria paruh baya ke dalam mobilnya.

"Appa... " lirih soeun. Soeun mencoba berlari, namun terhenti ketika sang pria telah pergi bersama mobil mewahnya. Dengan tangan bergetar soeun berusaha menekan asal ponselnya, mencoba menghubungi jhin ae.

"Yeobseyo "

"Eonnie aku diparis." ucap soeun parau. Air matanya mulai mengalir ketika diujung sana jhin ae justru terbungkam tak menjawab kalimatnya.

"Katakan dimana appa ?." ucap soeun. Ia mengepalkan jemarinya kuat, menahan amarah menyadari jhin ae mencoba menyembunyikan sesuatu.

"Eonnie !." teriak soeun.

Soeun terduduk, menyembunyikan kepalanya diantara kedua lututnya, mengisak ketika jhin ae dengan teganya memutus panggilan. Disana terasa sesak, hatinya merasa seolah terpukul oleh sesuatu. Sang appa masih berada di paris dan jhin ae dengan sengaja menyembunyikannya. Itu tidak adil bagi soeun. Ia sangat merindukan minjae, satu kali saja soeun berharap dapat memeluk sang appa.

"Aku harus mencarinya " lirih soeun. Ia berdiri, menghapus kasar air matanya dan segera berlari mendekati reception.

"Excuse me, can you give me information about an old man who just came out of this hotel?." ucap soeun.

"sorry lady kim, but we can not divulge hotel guest information to anyone."

"I understand, thank you"

Soeun kembali melangkah keluar, menaiki  taxi yang tepat terpakir tak jauh dari halaman hotel. Meminta sang supir melajukan mobilnya menggunakan bahasa inggrisnya yang tidak terlalu fasih. Soeun menekan kembali ponselnya, mencari alamat perusahaan sang appa yang berada di paris. Jika jhin ae memilih membungkam, maka soeun akan memilih mencari jalannya sendiri. Tak perduli jhin ae akan memarahinya, soeun hanya ingin menemui sang appa dan mengungkapkan semua perasaannya.

*****©©©©*****

Udara malam terasa dingin menyentuh permukaan kulit. Paris tengah berada di musim gugur dikala bulan september. Jika pada umumnya semua orang menggunakan mantel di bawah langit, kimbum justru menggunakan hatinya untuk terus mengumpat kesal. Ia melangkah kembali ke dalam kamar hotelnya. Terduduk di atas sofa sambil mengacak kasar rambut hitamnya, membuat wajah cemasnya terlihat aneh dan sedikit mengerikan.

Waktu menunjukkan pukul 21.00 pm dan soeun belum juga kembali. Demi tuhan ia benar-benar menyesal membiarkan soeun pergi begitu saja. Rasa gengsi membuatnya lupa bahwa mereka tengah berada di kota romantis, dan soeun tidak banyak mengetahui jalan.

"Sial,sial,sial !." umpat kimbum. Ia kembali mengacak rambutnya kasar. Jantung terasa sialan terus saja berdetak dengan cepat. Menimbulkan rasa sesak yang menyebalkan. Terlebih ketika tiba-tiba saja otaknya membayangkan hal-hal buruk yang mungkin saja menimpa soeun, ia kembali merasa takut dan cemas tak beralasan. Soeun benar-benar telah memenuhi pikirannya hanya dalam waktu satu hari. Jika sudah begini sang wo mungkin akan mengulitinya hidup-hidup jika benar soeun dalam keadaan tidak baik.

Kimbum berdiri menatap tajam seseorang yang membuka pintu hotel secara perlahan, nampak seperti seorang pencuri tengah berusaha masuk sembunyi-sembunyi.

"Dari mana saja kau ? Kenapa kau selalu membuatku susah ?!."hardik kimbum. Cukup sudah ia seperti orang gila. Berputa-putar mengelilingi hotel hanya untuk mencari istri mungilnya itu. Menghardik para bawahannya yang telah membiarkan soeun pergi dan ternyata gadis itu baik-baik saja.

"Mianhae bum-ah." lirih soeun. Ia menunduk tanpa niat membantah. Mengusap kedua tangannya mengurangi rasa takut.

"Mandi dan istirahatlah." perintah kimbum melembut. Lirihan nada soeun menggores luka dihatinya. Ada sedikit sengatan di tubuhnya ketika menyadari tubuh mungil itu memucat karena sehelai dress mini yang melekat menantang malam. Kimbum menghela nafas, memilih mendudukkan tubuhnya diatas sofa ketika soeun beranjak masuk kedalam kamar tanpa menjawab lontarannya. Meski kimbum selalu menginginkan soeun diam dalam beberapa saat, namun ketika hal itu terjadi ia tak bisa lagi mengelak bahwa hatinya merindu mendengar rengekan bernada manja istri cantiknya itu. Ada waktu dan rasa telah mulai berubah.

Soeun menutup pintu perlahan, lalu melangkah mendekati lemari, membuka koper dan meraih bingkai biru. Menatap sendu dan mulai mengalunkan isakan menyedihkan. Sudut ranjang menjadi sandaran punggung bergetarnya dan marmer dingin menjadi alas duduk tubuh lemahnya. Ia pergi namun tak menemukan sang appa di perusahaannya. Terlalu menyakitkan ketika harus kembali kehilangan sosok kerinduannya.

"Joon, aku merindukan mu. Kembalilah, kumohon hiks,hiks." isak soeun. Ia memeluk erat bingkainya. Berharap dapat menyalurkan kesakitannya.

"Hiks, bogoshipo appa,hiks,hiks bogoshipo joon-ah." racau soeun dalam tangisannya. Ia menciumi foto seseorang yang terpasang di bingkai genggamannya tanpa menyadari seseorang berdiri tersembunyi dibalik pintu kamar sembari mengepalkan kedua tanggannya kuat.

To be continue..

*****©©©©*****

Hai...
Gimana ? Rada aneh ya ??
Ya begitulah. Seperti autour yang aneh ini. Wkwkwk

Kemarin banyak yang minta up kilat. Sayangnya aku tidak bisa mewujudkan :( mianhae.

Seperti kemaren aku katalan. Ff ini tercipta tanpa adanya persiapan jadi butuh waktu dalam menciptakannya :p

Tapi aku mengucapkan gomawo untuk chingu yang masih tetap menantikannya meski harus menunggu. :)

Untuk next partnya aku nggak bisa janji dalam waktu dekat. Tetep yang pasti akan terus berlanjut. Jadi mohon bersabar ;) (kedip mata)

Mianhae untuk typo yang bertebaran and please dont forget voment for part 4  :)

Conqeror Chocolate 3

Sunyi, seolah suara hilang dari ujung bibir. Tak ada alunan yang menyambung kalimat. Hanya diam membalas tatapan bagai perang mata. Kimbum kalah, ia mengalihkan tatapannya pada serakan kerta diatas meja. Nafasnya berhembus kasar menanti jawaban soeun. Ia mengepalkan tangannya tersembunyi ketika denyut berbeda dirasakan hatinya. Ia benar-benar seperti sedang menunggu sidang kematian.

"Shireo !."

Hoel, kimbum membelalak mendengar lontaran nada manja soeun. Apa gadis itu bodoh ? Atau dirinya yang bodoh ?. Bahkan ia sudah menyiapkan diri jika saja istri mungilnya itu akan meraung dihadapannya. Tapi semua nyatanya hanya khayalan ketololan.

"Kim so eun ini bukan permainan. Aku tidak bisa mencintaimu!." ucap kimbum geram, merasa frustasi menghadapi soeun. Dia tak berharap memukul gadis cantik itu.

"Bukan tidak bisa. Tapi kau tidak mau." jawab soeun. Hilang bagai tertelan bumi nada kemanjaanya. Ucapan kimbum meretakkan sebagian pertahanannya. Ia terlalu sering menahan sakit, hingga sayatan kimbum tidak membunuh perasannya. Tidak perduli kimbum akan memukulnya atau menghujatnya, soeun hanya ingin tetap berada dalam kehangatan ini. Kehangatan yang hanya didapatkan dari sahee dan sang wo.

"Soeun aku tak ingin melukaimu."

"Saat ini kau bahkan sudah melukaiku. Jika tidak bisa pun tidak masalah. Sekalipun hingga mati aku tidak bisa mendapatkan hatimu aku bisa menerimanya. Tapi kumohon jangan usir aku dari tempat ini."

Kimbum terdiam tanpa bisa membalas. Kalimat soeun mencambuk tepat diluka hatinya. Sungguh ia tidak bermaksud untuk mengusir soeun, hatinya hanya terbebani oleh pernikahan terpaksanya.

"Bisakah kau memberiku kesempatan bum-ah ?"

Ia tidak menangis. Genangan cairan pelupuk matanya mengering terhisap semangat hatinya. Keyakinan itu muncul mengatakan ia bisa menaklukkan hati pria tampan itu. Matanya masih awas menatap manik mata kimbum yang mengacuhkannya.

"Soeun itu percuma. Aku sangat mencintai gadis itu." Kimbum mengerang frustasi dalam hatinya. Apa lagi ? Apa lagi yang harus dirinya lakukan ? Menceraikan soeun sepihak hanya akan melukai soeun dan sahee.

"Gwaenchana, aku akan berusaha. Jika saat dia kembali aku tetap tak bisa meraihmu. Aku berjanji aku akan mundur."

"Aku___"

Lagi, kimbum terdiam, memutar otak cerdasnya yang telah melumpuh total. Kimbum menutup matanya, menghembuskan nafas frustasi, mencerna kembali kalimat-kalimat sendu soeun. Meski gadis itu bicara menggunakan ketenangan, kimbum bisa merasakan kesenduan turut tercipta didalamnya.

"Pandang saja aku sebagai adikmu." ucap soeun. Ia beranjak mendekati kimbum. Membuat pria dingin itu kembali tercekat, bukanlah debaran, hanya rasa tidak nyaman.

Dan soeun menciumnya, kilat tanpa lumatan, sekedar sentuhan hangat mengusir kecanggungan. Soeun tersenyum melihat reaksi datar kimbum. Sekalipun cinta itu bukan miliknya, hatinya tetap akan berjuang, mengembalikan kembali apa yang telah hilang didalam keluarga ini.

"Kau ingin makan malam ?" tanya soeun. Ia masih mengingat bahwa kimbum belum lah menyentuh apapun sejak siang tadi. Hanya secangkir kopi, dan itu sangat tidak baik.

"Tidak, beristirahatlah." jawab kimbum.

"Baiklah, bangunkan aku jika kau lapar." ucap soeun menyisakan keheningan tanpa jawaban.

Kimbum mendesah kasar ketika soeun telah hilang dibalik pintu penghubung kamarnya. Tangannya mengusap kasar wajah lelahnya, melampiaskan rasa kesal dan bingung dari hatinya. Ia tidak pernah menyangka soeun gadis yang tangguh dan keras kepala. Sekarang apa lagi yang harus dilakukannya? Bagaiana jika kekasihnya kembali ? Semua pertanyaan menyeruak dalam pikirannya, mengacau ketegasan. Dan sekali lagi, semua itu karena Kim so eun.

*****©©©*****

"Menantu eomma cantik sekali. Apa kau akan pergi ?" Sapa sahee riang. Ia tersenyum lebar menatap sang putra turun bersama dengan istri cantiknya. Kegagahan kimbum dan kecantikan soeun nampak sempurna didalam hatinya.

Ia seorang ibu, dan sahee tahu apa yang dirasakan hati putranya itu. Meski kimbum terbungkam, ia bisa melihat ada kepedulian yang terpancar dikedua bola matanya itu.

"Ne eomma. Aku akan menemui management baru ku." jawab soeun. Ia menduduki sebuah kursi disisi kanan kimbum, menghadap kursi kosong tanpa penghuni.

"Kau sudah menemukannya ?" tanya sahee. Ia bergerak cekatan menyiapkan sarapan putra tampannya itu, nasi goreng kimchi. Pria selalu yang utama bukan?.

"Mereka sendiri yang menawariku." jawab soeun.

"Ajhumma aku minta hot chocolate." lanjut soeun. Menghentikan pergerakan park ajhumma yang tengah bersiap menata makanan dihadapannya.

Membuat salah satu alis kimbum terangkat. Chocolate ?
Apa gadis itu bodoh ?. Ini sarapan dan gadis itu memilih chocolate. Tak ingin semakin banyak berfikir kimbum memilih melahap sarapannya.

Sahee tersenyum, soeun begitu mirip dengannya dulu. Tidak suka sarapan berat dipagi hari. Jika soeun menyukai chocolate, ia lebih menyukai vanila sebagai pengganjal perut. Meski korea masih asia yang memegang budaya nasi, baginya perut telah di ubah menjadi gaya eropa. Simple !

"Kau harus mempelajarinya terlebih dahulu nak." timpal sang wo. Sarapannya telah terlebih dahulu habis. Wajar, ia bahkan sudah duduk sejak 1 jam yang lalu. Waktunya kosong sejak sang putra menggantikan posisinya. Tapi tidak menganggur karena sesekali ia tetap menghadapi beberapa rekan bisnis tuanya. Yah, jabatan komisaris tetaplah ditangannya.

"Tenang saja abeonim. Aku akan mempelajarinya dengan teliti." jawab soeun. Tegukan hangat chocolate memberinya tersenyum cerah pagi ini. Ulasan peristiwa semalam membangkitkan kegembiraan dihatinya.

Sang wo mengangguk lalu mengalihkan tatapannya pada sang putra yang lebih memasa bodohi pembicaraan. Kimbum bahkan terlihat tanpa antusias , datar sudah biasa diperlihatkannya. Nasi goreng kimchi dan kopi panas nampaknya belum mampu mencairkan kebekuan bibirnya.

"Kau akan sibuk nak?" tanya sang wo.

"Sedikit appa. " jawab kimbum

"Jangan terlalu sibuk. Perhatikan juga istrimu." Sang wo

"Ne." Kimbum

Sendok yang digenggam diletakkan perlahan disisi piringnya. Meraih kopi dan meneguknya perlahan. Hanya sebagian dan ia segera melangkah pergi. Berada terlalu lama di meja bersama soeun akan selalu membuat hatinya terbebani dan gelisah. Meski gadis itu tak mengucapkan sepatah kata pun padanya. Karena bagi kimbum hawa keberadaan soeun saja telah mengganggu getaran jantungnya.

"Gwaenchana. Jangan khawatirkan aku. Semua akan baik-baik saja." ucap soeun. Ia tersenyum ketika sahee dan sang wo menatapnya sendu karena kepergian kimbum. Soeun meneguk habis sisa chocolate panasnya. Membasuh hati yang tercubit perih. Kemanisan cairan itu diharapkannya memaniskan hari-harinya. Biarlah seperti ini, ia tidak ingin kimbum merasa terbebani dan frustasi karena keberadaannya.

****©©©****
Bogem menatap aneh kimbum dengan mata memicing. Tidak habis pikir pada pemikiran pria tampan itu. Kemarin dan hari ini telah berbeda ucapan yang dilontarkan. Dan sumpah demi apapun meski ia lega namun bogem juga frustasi.

Kopi yang menguar aroma bahkan terasa menyumbat pernapasan baginya. Terlalu banyak pemikiran, sedang pagi baru saja tiba. Goldshion akan selalu sibuk, namun pagi mempunyai waktu tersendiri bagi bogem untuk mengusik sahabat tampannya itu.

"Jadi kau memberinya kesempatan ?." tanyanya mengulang.

Membuat kimbum mendengus kasar. Bahkan ia telah menjawab setidaknya 3 kali untuk pertanyaan itu. Bogem benar-benar membuat suasana keruh dan memperburuk rasa kopi yang sedang dicecap bibirnya. Tidak cukupkah kim so eun yang merusak paginya ? Haruskah bogem turut memanasi hati ?

"Bukankah itu akan lebih menyakitkan ?" tanya bogem lagi. Tatapan tajam kimbum adalah makanan sehari-hari untuknya. Satu kali bertanya tidak lah cukup untuk menjawab kerunyaman hatinya. Ia meraih cangkir dan turut mencecap kopi panas buatan office boy.

"Mola.. Itu yang diinginkannya."

Ini jawaban yang berbeda dari yang beberapa menit yang lalu. Jika tadi bibirnya mengatakan ya, ya dan ya. Kini kimbum lebih memilih memberi alasan, agar wakil menyebalkannya itu menghentikan pertanyaan dan segera pergi dari ruangannya.

Otaknya sedang buntu. Semalam ia terpksa menyusul langkah soeun dan memberi kesempatan pada gadis mungil itu untuk merebut hatinya. Ntah lah ada apa dengan otak cerdasnya. Kini bahkan ia mulai menyesali keputusannya.

"Tapi kurasa itu lebih baik. Aku berharap dia mampu menaklukkanmu."

Kimbum mengernyit mendengar kalimat bogem. Terkadang banyak makna yang terserap kedalam pikirannya.

"Wae??" tanya kimbum

"Gadis itu sudah menduakanmu, dan aku tidak ingin dia kembali padamu."

Bogem salah satu saksi kisah indahnya bersama sang kekasih, dan pria itu kini justru menyukai gadis menyebalkannya. Gila !.rutuk kimbum

"Tapi aku masih mencintainya."

"Hari esok tidak ada yang akan tahu."

Kimbum terdiam menerawang jendela besar ruangannya. Apa yang dikatakan bogem benar adanya. Ia bahkan tidak mengetahui jika kekasihnya berbuat gila dan menghancurkan kebahagiaan keluarganya, lalu meninggalkannya dalam kesakitan. Tapi lagi-lagi hatinya menolak segala pemikiran positif otaknya. Bagi kimbum 5 tahun kehangatan yang didapatkannya jauh lebih berharga dibanding pemikiran positifnya itu.

Bogem mengerang dalam hati, menatap kimbun yang tak merespon ucapanya. Gadis itu telah mengotori segala kecerdasan kimbum. Menguasai dan menghancurkan segala kehidupannya. 2 tahun terlewati bahkan tidak ada yang berubah. Semua sama dan kimbum masih menantikan gadis itu, yang bahkan hanyalah sebuah pelacur murahan yang menjijikkan.

Bolehkah ia memohon agar kim so eun mampu merebut segala rasa dihati kimbum ?. Mengubah sahabat kecilnya itu seperti dulu, mengembalikan senyum dan kehangatannya. Ya tuhan, bogem sungguh sangat berharap. Bahkan ia siap melakukan apapun untuk membantu soeun merebut hati kimbum. Bogem meraih kembali kopinya. Meneguknya tanpa bersisa, membiarkan kimbum tetap dalam lamunan bodoh dan kelamnya. Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menyegarkan pikiran pria tampan itu.

****©©©****

Magnie management, terlalu banyak orang melangkah didalamnya. Naungan para model kelas atas yang menyediakan janji kepopuleran. Soeun berjalan didalamnya, hal baru yang tabu baginya. Biasanya jhin ae yang akan mengatur semua keperluan dan kepentingannya. Tapi kini ia harus mengeraskan hati mengurus segala sesuatu sendiri. Suami yang terkenal dan kaya bukan hal untuk menyombongkan diri baginya. Selama ia masih bernafas, ia masih mampu mencari kebutuhannya sendiri. Setidaknya jika suatu saat ia dan kimbum berpisah, ia sudah memiliki tabungan penopang kehidupannya.

Pintu besar dipojok rungan. Itu yang dikatakan wanita resepsionis dilobi sana padanya. Soeun mengetuk, lalu melangkah masuk setelah mendengar sahutan bariton dari balik pintu.

"Anneyeonghaseyo, kim so eun imnida " ucap soeun sambil membungkukkan tubuh, menyapa pria tua dihadapannya.

"Eoh, anneyeong nona kim. Silahkan duduk." jawab sang pria. Ia hanya berdiri dari balik meja kerjanya. Park il ahn, huruf yang tertulis pada kayu ukir disudut mejanya.

"Ne ." jawab soeun. Ia melangkah lalu mendudukkan diri dihadapan sang pemimpin teringgi.

"Saya senang anda menerima tawaran untuk bergabung bersama magnie management."

"Ne. Cheonmaneyo "

"Apakah anda sudah memiliki manager pribadi ?."

"Andwe tuan ahn. Saya masih mencarinya."

"Jika anda berkenan kami bisa menyediakannya."

"Saya rasa tidak perlu. Saya akan mencarinya sendiri tuan ahn."

"Ah baiklah.. Jadi kita akan langsung pada penandatanganan kontrak ?"

Ahn dengan cepat meraih beberapa berkasnya dari balik laci, dan menyerahkannya kehadapan soeun. Sebuah pulpen berkelas turut disodorkannya untuk membantu gerak lembut jemari soeun.

Soeun menerimanya dan membacanya sekilas. Berkas dengan ketebalan sekitar 10 lembar yang pastinya berisi ketentuan persyaratan dan peraturan memusingkan.

"Bisakah saya mempelajarinya terlebih dahulu ?" tanya soeun lembut. Ia membutuhkan banyak waktu untuk mempelajari semua ini. Penyesalan diakhir tidaklah lucu baginya. Meski ini pengalaman pertama, ia harus bisa mandiri menentukan yang terbaik.

"Tentu nona kim."

"Jeosonghamnida tuan ahn. Bisakah anda mengganti sebutan nona kim menjadi nyonya kim? Saya sudah menikah."

Ahn terdiam sesaat. Seperti ada sengatan yang menyegat hatinya. Namun akhirnya ia tersenyum kembali.

"Jeosonghamnida saya baru mengetahuinya." jawabnya santai.

"Ne khamsahamnida, saya permisi tuan ahn. " ucap soeun sambil berdiri dan mengulurkan tangannya.

Ahn mengangguk dan turut mengulurkan tangannya, menyambut kelembutan jemari soeun. Bibirnya tersenyum menyeringai ketika soeun telah sepenuhnya keluar dari pintu ruangannya. Membuatnya tampak seperti bajingan tua yang kelaparan. Menjijikkan dan memuakkan. Soeun begitu sangat cantik dan seksi dimatanya. Dress putih yang digunakannya sungguh membuat kelelakiannya berlonjak kegirangan. Jakpot, lirihnya .

*****©©©*****

"Apa yang sedang kau lakukan yeobo ?." tanya sahee. Ia mendekat pada sang suami yang tersenyum cerah dikursi kerjanya. Siang ini terasa sepi karena kepergian soeun. Tidak ada banyak hal yang bisa dilakukannya, dan mendatangi sang wo menjadi pilihannya. Suaminya itu akan tetap bekerja diruang pribadinya meski berada didalam rumah.

"Lihat apa yang kudapatkan. " jawab sang wo. Ia menggerakkan benda yang berada dihimpitan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Omo kau berhasil. Ya tuhan ini kabar gembira." jerit sahee riang. Ia berlari meraih benda ditangan sang wo, lalu berlonjakan girang bak bocah yang baru menerima sepuluh bungkusan permen.

Sang wo tersenyum, ia beranjak dan segera memeluk istri cantiknya. Astaga, sahee bahkan berkeringat karena uforia kebahagiannya.

"Akhirnya istri ku kembali bahagia. " ucap sang wo lembut.

Menghantarkan perasaan bahagianya yang membuat sahee kembali tersenyum. Ia membalas pelukan sang wo tak kalah erat. Sungguh ia sangat bahagia, berharap ini awal baik untuk masa depan keluarganya. Air matanya mengalir, mengiringi setiap usaha jerih lelah mencari kehangatan yang menghilang. Sahee bersyukur sang wo selalu berusaha mengabulkan segala keinginannya. 35 tahun pernikahan, dan sang wo tak pernah berubah selalu hangat dan penyayang.

*****©©©©*****

Kimbum menatap datar pria tampan dihadapannya itu. Punggungnya ditempel rekat pada sandaran kursi besarnya. Menimang-nimang dan menilai didalam pikirannya .

Suasana riuh diluar sana jelas tidak mengusik ruang sepinya berkat peredam suara yang telah tersebar dipenjuru sudut. Sesekali kimbum mengetuk-ketuk pulpennya diatas meja. Menciptakan suara-suara alunan bak gendang lirih.

"Jadi kau sedang mencari pekerjaan ?" tanyanya sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

"Ne hyung, bantu aku. " jawab sang pria.

Ia menatap memelas kimbum yang duduk dengan gagahnya. Tingkah dingin kimbum sudahlah biasa baginya

Kimbum mendengus mendengar kalimat tamu tak diundangnya itu. Ia melemparkan sorot mata tajam sebagai awal peringatan. Membuat si pria tampan terkikik geli.

"Kau adik sepupu yang menyusahkan." gerutu kimbum. Alunan manja pria itu sungguh mengingatkannya pada sosok si gadis mungil. Bertambah satu lagi bayi besarnya.

"Ayolah hyung.. Sebagai asistenmu pun aku tidak masalah." jawabnya kembali memohon. Ditambah dengan kedua telapak tangan yang ditempelkan, khas permohonan.

"Dan kau akan menghancurkan semua pekerjaan ku." cibir kimbum. Oh ayolah, sudah cukup soeun yang membuatnya pusing. Haruskah tuhan mengirim seorang lagi dalam kehidupannya ?.

Pintu berderit tanpa ketukan, membuat hatinya kembali mengumpat. Bersiap memaki namun segera terhenti ketika,

"Bum-ah.."

Triple sial, umpatnya lagi. Tuhan benar-benar mengujinya saat ini. Kimbum menatap datar soeun yang masuk dan duduk disisi sepupunya. Hembusan nafas kasar, hanya itu yang bisa dirinya lakukan saat ini.

"Ah, Noonanim anneyeonghaseyo."

"Anneyeong jilguk-ah. " jawab soeun. Ia tersenyum membalas sapaan jilguk. Soeun cukup mengenal pria tampan itu, ia sering datang mengusik kimbum ketika soeun dalam masa pengenalan selama satu minggu. Dan yah soeun tahu, kimbum sangat jengah dengan tingkat keusilan adik sepupunya itu. Hey, pria itu tampan dan putih, hanya saja manja dan..
Banyak maunya.

"Ada yang penting ?" tanya kimbum. Posisinya tetap tidak berubah. Sekarang sorot matanya menatap sang istri yang tidak diharapkan kedatangannya.

Soeun membalas tatapan kimbum santai. Hembusan nafasnya tidak sedang teratur. Ia kemari karena kepalanya sedikit pusing saat tengah dalam perjalanan pulang.

"Anio. Aku hanya merindukanmu." jawab soeun.

"Kau sudah mendapatkan manager baru ?" tanya kimbum mengalihkan topik idiot soeun. Suasanana hati nya sedang buruk karena kehadiran jilguk. Dan ia tidak ingin soeun menjadi pelampiasan kemarahannya, karena kalimat -kalimat bodoh soeun.

"Eoh, belum. Akan butuh waktu untuk menyeleksinya, tapi aku tidak akan merepotkanmu"

"Yoon jilguk, kau diterima !."

"Nde,?" ucap soeun dan jilguk bersamaan. Keduanya bahkan sama-sama melotot dengan kening berkerut bingung. Nampak begitu bodoh dan menyebalkan dimata kimbum.

"Pria manja ini memohon pekerjaan." jelas kimbum. Ia lebih memilih menjawab kebingungan soeun, sebelum gadis itu bertanya lebih banyak dan akan memakan waktu lama hanya untuk sekedar menjelaskan.

Soeun mengangguk lalu tersenyum. Pusing di kepalanya masih terus menghantam, membuat keringat dingin sedikit membasahi pelipisnya.

"Kau serius hyung ?." tanya jilguk riang.

Kimbum mengangguk dan membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. Detakan jantungnya tiba-tiba saja menguat dan menyesakkan.

"Wuaaa gomawo.. Akau akan berusaha dengan baik. Tapi aku bekerja menjadi apa ?."

Soeun terkekeh tak tertahankan. Jilguk sangat lucu menurutnya. Hatinya selalu saja hangat setiap kali bertemu pria manja itu. Mungkin karena mereka sesama manja, atau mungkin juga karena jilguk bisa menerima kehadirannya.

"Kekeke. Kau sangat lucu jilguk-ah." ucak soeun sambil beranjak mendekati kimbum.

Membuat kimbum kembali tercekat. Ulasan kejadian semalam tiba-tiba menyerang pikirannya. Nafasnya menyesak ketika soeun dengan tenangnya duduk diatas pangkuannya dengan memeluk erat lehernya.

"Ini jam kantor soeun." tegur kimbum tegas.

Meski dalam suaranya terdengar nada getaran tak terelakkan.

Sedang jilguk hanya menahan senyum melihat kecanggungan sepupu dinginnya itu. Ini menyenangkan menurutnya, kimbum pria itu selalu tegas dan menyebalkan. Tapi sekarang ia terlihat pasrah pada tingkah manja istrinya sendiri.

"Aku hanya ingin beristirahat sebentar bum-ah. Aku tidak akan mengusikmu." jawab soeun lirih. Ia meletakkan kepalanya dipundak kimbum. Pusing itu belum juga menghilang, dan kini membuatnya ingin pingsan. Astaga, jangan sampai terjadi !.batin soun.

"Noona kau membuat ku iri." ucap jilguk

"Carilah kekasih."canda soeun

"Itu sulit. "

"Eoh hyung, kau memperkerjakan ku dibagian mana?." lanjut jilguk ketika mengingat kimbum belum memberitahukan pekerjaannya.

Membuat soeun mengulum senyum dalam pejaman matanya. Jilguk memang keterlaluan polos.

"Pakai otakmu. Dia mencari manager baru dan aku memerima mu. Jadi apa pekerjaanmu ?" hardik kimbum. Emosinya terpancing jilguk tak juga memahami ucapannya.

Nafasnya mulai teratur ketika hembusan lembut nafas soeun menerpa cerukan lehernya. Ntah lah hatinya selalu mendadak damai ketika soeun tertidur dipangkuannya. Hembusan nafas soeun seolah menyapu segala kepenatan didalam hatinya.

"Maksud mu aku menjadi manager soeun noona ? Daebak.. kau terbaik hyung." jerit jilguk bahagia. Ia tersenyum cerah sambil mengkedip-kedipkan kedua matanya, membuat kimbum bergidik geli.

"Soeun Eoddieo ?" tanya kimbum lembut mencoba membangunkan soeun.

"Mwo..??" jawab soeun parau. Matanya sedikit membuka mencoba menyadarkan otaknya. tidur selama beberapa detik ternyata semakin memusingkan kepalanya.

"Surat kontrak kerjasama mu." jawab kimbum dingin.

"Untuk apa ?." tanya soeun. Ia berusaha membuka matanya yang menutup erat dan meraih berkas didalam tas yang dipangkunya.

"Haruskah kau bertanya?." tanya kimbum dingin. Ntahlah kehilangan hembusan nafas soeun justru membuat hatinya kembali bergejolak.

"Kau kasar sekali. Igeo " Soeun menyerahkan berkasnya diatas meja kimbum. Lalu kembali meletakkan kepalanya diatas bahu kimbum. Berharap 20 menit lagi pusing itu akan segera menghilang.

"Jilguk, pelajari ini. Putuskan pantas tidaknya kim so eun menandatanganinya." perintah kimbum tegas. Ia meletakkan berkas soeun tepat dihadapan jilguk. Soeun yang mendengarnya tersenyum cantik sembunyi-sembunyi. Hatinya menghangat menyadari maksud kimbum. Pria dingin itu telah mulai membuka diri dan memberinya kesempatan.

"Siap tuan kim. " jawab jilguk

"Kau harus benar-benar menelitinya. Jika sampai banyak kebodohan kau lakukan, tuan besar kim sang wo akan menggantungmu digerbang utama goldshion. Kau paham ?"

"Arrasseo."

"Tuan kim, kita akan rapat 30 menit la__"

Lagi kimbum mengumpat ketika sebuah suara menyapa pendengarannya. Bogem dan soeun adalah satu kesatuan pemancing emosi.

Sedang bogem hanya bisa tersenyum bodoh saat manik matanya menangkap aura kemarahan kimbum yang terlukis jelas dikedua mata tajamnya.

"Kenapa kau disini ?." tanya bogem saat menyadari jilguk duduk dikursi tamu kimbum.

"Mencari pekerjaan." jawab jilguk santai. Bogem sudah dianggapnya sebagai sepupu layaknya kimbum.

"Jika kau mencari pekerjaan, temui staff bukan kesini." cibir bogem sambil duduk dikursi yang sempat ditempati soeun.

"Itu tak berlaku untuk ku. Ajhussi ku pemilik perusahaan ini." jawab jilguk.

"Ck, anak ini." decak bogem. Jilguk sangat menyembalkan menurutnya. Tingkah kemanjaannya hampir setara dengan istri cantik kimbum.

Bogem mengalihkan tatapannya pada kimbum. Ia tersenyum melihat tatapan kejam yang tertuju padanya. Namun hatinya tergelitik saat menyadari seseorang tertidur dalam pangkuan sajangnim dinginnya itu.

"Oeh, dia disini ?" tanya bogem mencoba mengacuhkan tatapan kimbum.

"Kurasa mata mu tidak buta." jawab kimbum dingin. Hatinya cukup kesal karena tingkah bogem dan jilguk.

"Kalian tampak manis. Aku akan mengabadikannya." goda bogem sambil mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan mengarahkannya pada kimbum.

"Berhentilah bogem !. Itu tidak lucu." hardik kimbum cepat. Ia menatap bogem marah. Mungkin jika soeun tak sedang dalam pangkuannya. Ia sudah memukul bogem tanpa ampun. Hati itu masih milik orang lain. Dan kimbum tidak ingin gadis nya terluka bila melihat fotonya memangku kim so eun.

"Kau mengerikan." gerutu bogem sambil memasukkan kembali ponselnya. Tatapan kejam kimbum benar-benar membuatnya takut.

"Pulanglah, dan istirahat dirumah." lirih kimbum pada soeun yang ternyata terbangun karena hardikan kerasnya.

"Hmm..arrasseo." jawab soeun parau. Jantungnya berdegub mendengar kemarahan kimbum. Tak ingin kimbum semakin murka, ia segera beranjak berdiri. Sayang, dirinya yang baru terbangun membuat tubuhnya tidak siap dengan pergerakkannya. Alhasil soeun terjatuh tepat disisi kursi kimbum.

Membuat jilguk dan bogem refleks berdiri kaget, namun bogem dengan cepat beranjak mendekati soeun yang terdiam diatas marmer sambil memegangi kepalanya.

"Gwaenchana ?." tanya bogem. Ia cukup cemas menyadari soeun berwajah sedikit pucat.

"Aish, appo." ringis soeun manja. Sedikit cubitan menyerang hatinya saat kimbum hanya diam tanpa ekspresi melihatnya terjatuh.

"Seharusnya kau tidak langsung melangkah. Kau baru terbangun, otak mu harus disadarkan dulu." goda bogem. Ia membantu soeun berdiri, mengacuhkan sang sahabat yang terdiam berpura-pura tak mengerti apa terjadi.

"Kau mencibirku oppa tua ?." ucap soeun kesal.

"Anggap saja begitu. Ayo aku akan mengantarmu."

"Tidak perlu. Aku akan naik taksi."

"Kau ini cerewet sekali. Kimbum, bolehkah aku mengantarnya? Aku khawatir ia akan menabrak mobil orang." tanya bogem. Ia mengalihkan pandangannya pada kimbum. Sekalipun hatinya kesal ingin memukul kepala bodoh pria tampan itu, namun baginya soeun jauh lebih membutuhkan pertolongan saat ini.

"Aish.."

Soeun berdesis mendengar kalimat cibiran idiot bogem. Bagaimana bisa ia menabrak mobil orang ?. Sedang jelas-jelas ia datang menggunakan taksi.

"Tak perlu bertanya ? Kau sudah mengetahui jawabanku." jawab kimbum datar. Ia segera mengalihkan tatapannya pada berkas-berkasnya kembali. Mengacuhkan tatapan datar jilguk dihadapannya. Bukan salahnya soeun terjatuh, dan bukan tanggung jawabnya juga menolong soeun. Bukankah sudah dikatakannya ia tidak bisa mencintai soeun ?.

"Baiklah kami pergi." ucap bogem. Semakin lama hatinya semakin memanas mendengar ucapan acuh kimbum.

Jilguk mengepalkan kedua tangannya diam-diam. Ucapan kimbum sungguh menggores luka dihatinya. Sekeji itukah sepupunya itu ? Jilguk menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya kasar. Ia berdiri dan menatap kimbum datar.

"Aku tidak tahu bagaimana perasaan mu. Tapi aku terluka melihat kau mengacuhkannya. Sekalipun kau tidak mencintainya, setidaknya jangan menyakitinya hyung. Bukankah kau sudah merasakan sakitnya dilukai dan diacuhkan ? Rasakan itu juga untuk kim so eun noona. Maaf jika aku melampaui batasanku. Aku hanya mengungkapkan kesedihan ku. Kau idola ku hyung. Aku begitu bangga pada mu. Tapi hari ini kukatakan aku kecewa. Aku akan mempelajari perjanjian ini. Trimakasih untuk kesempatan yang kau berikan. Aku akan menjaganya diluar sana. Permisi." ucapnya , lalu keluar dengan cepat.

Kimbum terdiam, menatap pintu yang telah tertutup rapat kembali. Jantungnya berdetak kuat mencerna setiap lantunan ucapan jilguk. Hatinya tertohok begitu kuat menyadari kebenaran kalimat itu. Sejahat itu kah dirinya ?

*****©©©*****

Soeun menghempaskan kasar tubuhnya diatas ranjang. Rasa pusing dikepalanya telah sedikit menghilang. Ide bogem tak terlalu buruk menurutnya. Segelas hot chocolate yang diberikan bogem ternyata mampu menjernihkan pikirannya. Soeun mendudukkan tubuhnya kembali saat mendengar dering ponsel dan segera mengangkatnya ketika melihat nama sang eonnie tertera dilayar ponselnya.

"yeobseyo sayang. Apa yang sedang kau lakukan ?."

"Aku baru tiba eonnie." jawab soeun manja. Astaga, bahkan setetes air matanya jatuh mengalir begitu saja. Hatinya begitu merindukan pelukan sang eonni.

"Kau dari mana.?"

"Aku mengunjungi bum-ah."

"Kalian sudah mulai akrab ?.

"Hm. Apa kabar appa, eomma dan halmeoni ?."

Soeun menutup matanya. Memohon pengampunan karena telah berbohong pada jhin ae dan mengalihkan pembicaraan.

"Mola.. Mereka tengah berlibur di paris."

"Itu menyenangkan."

"Kau tak melakukannya ?.

"Kimbum masih sibuk eonnie."

Lagi, soeun menghela nafas merasa bersalah. hey, ini pertama kalinya ia berbohong. Soeun tidak ingin jhin ae banyak pikiran karena mencemaskan keadaannya.

"Kau masih menyembunyikannya ?."

"Aku ingin memiliki hatinya tanpa rasa kasihan eonnie."

"Arrasseo."

"Eonnie aku ingin mandi."

"Baiklah eonnie akan tutup. Jaga dirimu baik-baik ne. Hubungi eonnie atau oppa jika terjadi sesuatu."

"Ne..Pye pye eonnie "

Soeun menghembuskan nafasnya lirih. Rasa bersalah semakin menggerogoti hatinya. Membuat air matanya mengalir tanpa bisa ditahan lagi. Soeun mencengkram kuat dada kirinya, terasa begitu sakit dan menyesakkan. Bolehkah ia berharap tuhan dapat memanggilnya ?. Menemui pria yang sangat disayangi. Jauh diatas sana mungkin pria itu tengah tersenyum damai menatapnya.

****©©©****

Sahee terus saja merutuk batin melihat raut kesal putranya. Sosoknya yang tampan kini terlihat begitu berantakan. Rambut teracak, dasi dilonggarkan asal dan kemeja yang terbuka 2 kancingnya, membuat kimbum terlihat begitu buruk.

Well, waktu memang telah menunjukkan pukul 21.00 pm. Waktu lelah bagi para pria kantoran. Dan sang suami dengan sengaja meminta putranya itu duduk untuk mendengarkan berita yang akan disampaikannya. Jelas saja kimbum marah dan lebih memilih diam sedari tadi. Ia bahkan tidak menyapa sang istei yang duduk disisi kirinya.

Tapi tidak dengan sang wo. Ia terus diam menatap manik mata kimbum yang juga tengah menatapnya. Sengaja memancing kekesalan sang putra. Ia cukup jengah ketika melihat kimbum pulang, namun tidak menyapa menantu cantiknya yang tengah duduk bersamanya diruang keluarga.

"Apa yang sebenarnya ingin abeonim sampaikan ?." tanya soeun. Suasana yang memanas membuatnya memilih mengeluarkan suaranya untuk mengurangi kecanggungan.

"Kudengar kau sudah mendapatakan manager baru. Apa itu benar nak ?." sang wo mengalihkan pandangannya pada soeun. Melemparkan senyum menjawab nada kemanjaan sang menantu. Ah, hatinya selalu gembira bila melihat gadis mungil itu. Kecantikan soeun membuatnya begitu menyayanginya.

"Hmm..Bum-ah memperkerjakan jilguk sebagai managerku." jawab soeun.

"Itu bagus. Kami akan tenang bila dia yang menjagamu. Meski dia kekanakam, dia tidak akan membiarkan orang melukaimu " timpal sahee.

"Ne. Eomma benar." jawab soeun.

Membuat kimbum merutuk dalam hati. Ia terlihat bagai seonggok patung bodoh dihadapan ketiga orang itu. Dan itu cukup memancing emosinya.

"Hanya inikah yang ingin kalian sampaikan ?. Aku masih banyak pekerjaan." ucapnya dingin. Masalah begitu banyak menghampirinya, dan ia tidak cukup sabar hanya untuk mendengar pembicaraan bodoh ini.

"Ani. Mulai besok kau cuti. Aku yang akan menggantikan pekerjaanmu." jawab sang wo tegas. Ia kembali menatap datar kimbum.

"Apa maksudmu appa?. Appa tidak berhak mencampuri urusan pekerjaanku" jawab kimbum geram.

"Aku pemilik goldshion dan aku berhak memutuskan apapun." jawab sang wo tak kalah geram. Kimbum memang pemimpin, tapi perusahaan tetaplah miliknya. Cukup sudah selama ini ia mencoba diam dan mengalah. Kini ia yang akan mengatur dan mengembalikan semuanya seperti awal.sebelum kehancuran memporak-porandakan kehangatan keluarganya.

"Kenapa bum-ah cuti abeonim ?. Apa ada sesuatu ?." tanya soeun.. Ia menyadari kimbum tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dan soeun tidak ingin kimbum semakin emosi.

"Ne, bersiaplah. Besok pukul 09.00 pagi." ucap sang wo sambil menyerahkan sepasang tiket kehadapan soeun.

"Omo paris ?." jerit soeun. Ia membelalakkan matanya tak percaya.

Sedang kimbum hanya diam membuang nafas kesal. Ia sudah bisa menebak apa maksud sang appa memberinya cuti dan soeun sepasang tiket pesawat.

"Bulan madu 2 minggu penuh." ucap sang wo

"Kyaaaaaa... Saranghae abeonim." teriak soeun bahagia. Ia berdiri dan melompat-lompat layaknya bocah berusia 8 tahun.

Membuat sahee dan sang wo terkekeh melihat tingkah kekanankannya. Terakhir kali mereka mengingat itu saat hyerim berusia 10 tahun. Putri cantiknya itu akan berteriak sambil berlompatan ketika sedang bahagia.

"Aku tudak bisa !." ucap kimbum

Menghentikan tawa sahee dan sang wo. Menghilangkan jerit kebahagian soeun dalam sepersekian detik saja. Menimbulkan hawa marah yang menyeruak memenuhi hati sang wo dan sahee.

"Kau harus menemaninya !." geram sang wo. Ia mengumpat dalam hati. Tidak bisakah putranya itu membahagiakan soeun walau hanya sekali. Mereka tidak mengharapkan cinta yang banyak. Sedikit saja tidak masalah asal soeun bahagia.

"Gwaenchana abeonim. Sendiri juga aku tak masalah. " ucap soeun cepat. Ia tersenyum seraya melangkah mendekati sang wo.

"Sejak kecil aku berharap bisa berlibur ke eropa. Gomawo abeonim." lanjutnya. Ia memeluk sang wo erat. Menyembunyikan air matanya yang mulai mengalir dikedua pipinya. Ini terlalu membahagiakan dan soeun tak mampu mengungkapkannya.

"Uljima sayang. Aku juga appa mu." sang wo mengusap dan mengecup lembut kepala soeun. Menghantarkan rasa sayangnya yang terdalam. Sahee tersenyum melihatnya. Ia bagai melihat sang wo tengah memeluk putri sulungnya.

Sedang kimbum membungkam mulutnya. Menyesali setiap kalimatnya. Ada rasa tak nyaman dihatinya ketika mendengar isakan lirih soeun. Bibirnya terlalu bodoh untuk sekedar menghargai kebahagiaan seseorang.

"Abeonim, apa aku akan diberi uang saku ?. Aku sudah lama tidak bejerja, uang ku sedikit menipis " ucap soeun sambil melepaskan pelukan sang wo. Tangisnya telah berganti menjadi senyuman manja. Tidak baik bersedih disaat mendapat kejutan. Bukan begitu ?

"Hahaha. Kau lucu sekali. Kenapa tidak meminta uang suamimu itu saja ?." sang wo tertawa lebar melihat perubahan sang menantu. Astaga bahkan ia sudah terbawa suasana dan hampir ikut menangis. Soeun benar-benar luar biasa menggemaskan baginya.

Soeun tersenyum kikuk . meminta uang pada kimbum ? Yang benar saja, batinnya. pria itu saja selalu mengacuhkannya. Harga dirinya akan jatuh jika meminta pada suami dinginnya itu. Dan soeun tidak ingin kimbum menganggapnya sebagai wanita matrealistis.

"Kau tenang saja, abeonim akan mentrasfer uang saku yang banyak, agar kau bisa bersenang-senang. " lanjut sang wo mengerti kekikuan soeun. Ia menghela nafas ketika melihat kimbum hanya acuh menanggapi ucapan cibirannya. Ntah apalagi yang harus dilakukannya untuk menaklukkan putra keras kepalanya itu.

"Jeongmal.. ? Gomawo abeonim"

"Kau bahagia ?. "

"Hmm..Ini hari keberuntunganku."

"Baguslah, sekarang pergilah bersiap."

"Ne..Selamat malam appa, eomma" ucap soeun sambil mencium satu persatu pipi sahee dan sang wo. Menciptakan senyuman bahagia di wajah kedua paruh baya itu.

"Selamat malam bum-ah." lanjut soeun. Satu kecupan didaratkannya dipipi sang suami. Soeun tersenyum melihat raut wajah acuh kimbum. Terlalu biasa dan membosankan, ia melangkah menaiki tangga bersiap untuk berlibur. Sendiri bukanlah masalah untuknya. Seperti tadi yang dikatakan, ia begitu ingin berlibur keeropa. Melihat dan menikamati kota-kota besar dinegara biru. Kekayaan orang tuanya tidak bisa mewujudkan impiannya itu. Dan hasil kerjanya lebih banyak dinikmatinya untuk berbelanja tas dan baju bermerk.

Sang wo menatap kimbum sendu. Ada banyak rasa tertuang didalam hatinya. Jika saja hati itu bisa bicara mungkin ia kan menangis. Soeun bukan seperti yang kimbum pikirkan. Namun ia juga tidak bisa memberitahukan putranya itu sesakit apa menjadi seorang kim so eun.

"Mungkin bagimu soeun tidak ada artinya. Tapi bagi ku dia adalah putri kecil kesayangan ku. Kau ingat gadis 18 tahun yang lalu ? penolong kecilku. Dia kim soe un !." ucapnya lirih. Ia melirik sahee, memberi isyarat untuk segera berdiri.

Kimbum terbelalak mendengar kalimat sang appa. Jantungnya berdegub kencang saat sebuah pemikiran memenuhi kepalanya.

"Dia ___" ucap kimbum tercekat. Ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Terlalu sulit bibirnya bergerak melontarkan.

"Seperti pemikiranmu. Kau akan tetap cuti selama masa soeun berlibur. dan kau bisa melakukan apapun yang kau mau." jawab sang wo sambil menarik pergi sahee dari hadapan putranya. Membiarkan kimbum dalam penyesalan dan pemikirannya sendiri. Setidaknya satu jalan telah berusaha dibukanya. jalan-jalan berikutnya ia berharap soeun mampu untuk membukanya kembali.

Kimbum menyentuh dadanya. Apa yang dikatakan appanya ? Apa itu benar ?, batinnya. Semua pikiran berputar-putar dalam kepalanya. Begitu banyak dan membuatnya tak mampu berpikir lebih jauh. Kepalanya menggeleng ketika sebuah pemikiran logis merayapi otak cerdasnya. Ia terus menggeleng menolak pemikiran yang terus berusaha meyakinkan hatinya. Kimbum menolak, Sangat menyakitkan bila saja semua pemikirannya benar adanya.

To be continue

***©©©***


Hoya hoya
Eottoke ? Menarik ? kurang menarik?
Siapa yang kemarin dug dag serr menanti jawaban soeun?.
Udah tenang toh sekarang ?.)
Btw and the bustway
Karya ini akan slow upgrade.
Why ?
Karena emang ini bikinnya tanpa persiapan, jadi buatnya masih ngayal-ngayal dikit. :)
Dan
Untuk typo yang bertebaran, please mianhe :)
Biasa lah yak kan. Mata kalo udah sliwer, banyak bamget kendalanya. (Ngeles dikit :p)


Oke cukup segini dulu dumelan author. Panjang-panjang biasanya buat bosen. Betulkah ? (Nangis darah )


Please buat para reader voment nya jangan lupa.
Thank you :)