Sunyi, seolah suara hilang dari ujung bibir. Tak ada alunan yang menyambung kalimat. Hanya diam membalas tatapan bagai perang mata. Kimbum kalah, ia mengalihkan tatapannya pada serakan kerta diatas meja. Nafasnya berhembus kasar menanti jawaban soeun. Ia mengepalkan tangannya tersembunyi ketika denyut berbeda dirasakan hatinya. Ia benar-benar seperti sedang menunggu sidang kematian.
"Shireo !."
Hoel, kimbum membelalak mendengar lontaran nada manja soeun. Apa gadis itu bodoh ? Atau dirinya yang bodoh ?. Bahkan ia sudah menyiapkan diri jika saja istri mungilnya itu akan meraung dihadapannya. Tapi semua nyatanya hanya khayalan ketololan.
"Kim so eun ini bukan permainan. Aku tidak bisa mencintaimu!." ucap kimbum geram, merasa frustasi menghadapi soeun. Dia tak berharap memukul gadis cantik itu.
"Bukan tidak bisa. Tapi kau tidak mau." jawab soeun. Hilang bagai tertelan bumi nada kemanjaanya. Ucapan kimbum meretakkan sebagian pertahanannya. Ia terlalu sering menahan sakit, hingga sayatan kimbum tidak membunuh perasannya. Tidak perduli kimbum akan memukulnya atau menghujatnya, soeun hanya ingin tetap berada dalam kehangatan ini. Kehangatan yang hanya didapatkan dari sahee dan sang wo.
"Soeun aku tak ingin melukaimu."
"Saat ini kau bahkan sudah melukaiku. Jika tidak bisa pun tidak masalah. Sekalipun hingga mati aku tidak bisa mendapatkan hatimu aku bisa menerimanya. Tapi kumohon jangan usir aku dari tempat ini."
Kimbum terdiam tanpa bisa membalas. Kalimat soeun mencambuk tepat diluka hatinya. Sungguh ia tidak bermaksud untuk mengusir soeun, hatinya hanya terbebani oleh pernikahan terpaksanya.
"Bisakah kau memberiku kesempatan bum-ah ?"
Ia tidak menangis. Genangan cairan pelupuk matanya mengering terhisap semangat hatinya. Keyakinan itu muncul mengatakan ia bisa menaklukkan hati pria tampan itu. Matanya masih awas menatap manik mata kimbum yang mengacuhkannya.
"Soeun itu percuma. Aku sangat mencintai gadis itu." Kimbum mengerang frustasi dalam hatinya. Apa lagi ? Apa lagi yang harus dirinya lakukan ? Menceraikan soeun sepihak hanya akan melukai soeun dan sahee.
"Gwaenchana, aku akan berusaha. Jika saat dia kembali aku tetap tak bisa meraihmu. Aku berjanji aku akan mundur."
"Aku___"
Lagi, kimbum terdiam, memutar otak cerdasnya yang telah melumpuh total. Kimbum menutup matanya, menghembuskan nafas frustasi, mencerna kembali kalimat-kalimat sendu soeun. Meski gadis itu bicara menggunakan ketenangan, kimbum bisa merasakan kesenduan turut tercipta didalamnya.
"Pandang saja aku sebagai adikmu." ucap soeun. Ia beranjak mendekati kimbum. Membuat pria dingin itu kembali tercekat, bukanlah debaran, hanya rasa tidak nyaman.
Dan soeun menciumnya, kilat tanpa lumatan, sekedar sentuhan hangat mengusir kecanggungan. Soeun tersenyum melihat reaksi datar kimbum. Sekalipun cinta itu bukan miliknya, hatinya tetap akan berjuang, mengembalikan kembali apa yang telah hilang didalam keluarga ini.
"Kau ingin makan malam ?" tanya soeun. Ia masih mengingat bahwa kimbum belum lah menyentuh apapun sejak siang tadi. Hanya secangkir kopi, dan itu sangat tidak baik.
"Tidak, beristirahatlah." jawab kimbum.
"Baiklah, bangunkan aku jika kau lapar." ucap soeun menyisakan keheningan tanpa jawaban.
Kimbum mendesah kasar ketika soeun telah hilang dibalik pintu penghubung kamarnya. Tangannya mengusap kasar wajah lelahnya, melampiaskan rasa kesal dan bingung dari hatinya. Ia tidak pernah menyangka soeun gadis yang tangguh dan keras kepala. Sekarang apa lagi yang harus dilakukannya? Bagaiana jika kekasihnya kembali ? Semua pertanyaan menyeruak dalam pikirannya, mengacau ketegasan. Dan sekali lagi, semua itu karena Kim so eun.
*****©©©*****
"Menantu eomma cantik sekali. Apa kau akan pergi ?" Sapa sahee riang. Ia tersenyum lebar menatap sang putra turun bersama dengan istri cantiknya. Kegagahan kimbum dan kecantikan soeun nampak sempurna didalam hatinya.
Ia seorang ibu, dan sahee tahu apa yang dirasakan hati putranya itu. Meski kimbum terbungkam, ia bisa melihat ada kepedulian yang terpancar dikedua bola matanya itu.
"Ne eomma. Aku akan menemui management baru ku." jawab soeun. Ia menduduki sebuah kursi disisi kanan kimbum, menghadap kursi kosong tanpa penghuni.
"Kau sudah menemukannya ?" tanya sahee. Ia bergerak cekatan menyiapkan sarapan putra tampannya itu, nasi goreng kimchi. Pria selalu yang utama bukan?.
"Mereka sendiri yang menawariku." jawab soeun.
"Ajhumma aku minta hot chocolate." lanjut soeun. Menghentikan pergerakan park ajhumma yang tengah bersiap menata makanan dihadapannya.
Membuat salah satu alis kimbum terangkat. Chocolate ?
Apa gadis itu bodoh ?. Ini sarapan dan gadis itu memilih chocolate. Tak ingin semakin banyak berfikir kimbum memilih melahap sarapannya.
Sahee tersenyum, soeun begitu mirip dengannya dulu. Tidak suka sarapan berat dipagi hari. Jika soeun menyukai chocolate, ia lebih menyukai vanila sebagai pengganjal perut. Meski korea masih asia yang memegang budaya nasi, baginya perut telah di ubah menjadi gaya eropa. Simple !
"Kau harus mempelajarinya terlebih dahulu nak." timpal sang wo. Sarapannya telah terlebih dahulu habis. Wajar, ia bahkan sudah duduk sejak 1 jam yang lalu. Waktunya kosong sejak sang putra menggantikan posisinya. Tapi tidak menganggur karena sesekali ia tetap menghadapi beberapa rekan bisnis tuanya. Yah, jabatan komisaris tetaplah ditangannya.
"Tenang saja abeonim. Aku akan mempelajarinya dengan teliti." jawab soeun. Tegukan hangat chocolate memberinya tersenyum cerah pagi ini. Ulasan peristiwa semalam membangkitkan kegembiraan dihatinya.
Sang wo mengangguk lalu mengalihkan tatapannya pada sang putra yang lebih memasa bodohi pembicaraan. Kimbum bahkan terlihat tanpa antusias , datar sudah biasa diperlihatkannya. Nasi goreng kimchi dan kopi panas nampaknya belum mampu mencairkan kebekuan bibirnya.
"Kau akan sibuk nak?" tanya sang wo.
"Sedikit appa. " jawab kimbum
"Jangan terlalu sibuk. Perhatikan juga istrimu." Sang wo
"Ne." Kimbum
Sendok yang digenggam diletakkan perlahan disisi piringnya. Meraih kopi dan meneguknya perlahan. Hanya sebagian dan ia segera melangkah pergi. Berada terlalu lama di meja bersama soeun akan selalu membuat hatinya terbebani dan gelisah. Meski gadis itu tak mengucapkan sepatah kata pun padanya. Karena bagi kimbum hawa keberadaan soeun saja telah mengganggu getaran jantungnya.
"Gwaenchana. Jangan khawatirkan aku. Semua akan baik-baik saja." ucap soeun. Ia tersenyum ketika sahee dan sang wo menatapnya sendu karena kepergian kimbum. Soeun meneguk habis sisa chocolate panasnya. Membasuh hati yang tercubit perih. Kemanisan cairan itu diharapkannya memaniskan hari-harinya. Biarlah seperti ini, ia tidak ingin kimbum merasa terbebani dan frustasi karena keberadaannya.
****©©©****
Bogem menatap aneh kimbum dengan mata memicing. Tidak habis pikir pada pemikiran pria tampan itu. Kemarin dan hari ini telah berbeda ucapan yang dilontarkan. Dan sumpah demi apapun meski ia lega namun bogem juga frustasi.
Kopi yang menguar aroma bahkan terasa menyumbat pernapasan baginya. Terlalu banyak pemikiran, sedang pagi baru saja tiba. Goldshion akan selalu sibuk, namun pagi mempunyai waktu tersendiri bagi bogem untuk mengusik sahabat tampannya itu.
"Jadi kau memberinya kesempatan ?." tanyanya mengulang.
Membuat kimbum mendengus kasar. Bahkan ia telah menjawab setidaknya 3 kali untuk pertanyaan itu. Bogem benar-benar membuat suasana keruh dan memperburuk rasa kopi yang sedang dicecap bibirnya. Tidak cukupkah kim so eun yang merusak paginya ? Haruskah bogem turut memanasi hati ?
"Bukankah itu akan lebih menyakitkan ?" tanya bogem lagi. Tatapan tajam kimbum adalah makanan sehari-hari untuknya. Satu kali bertanya tidak lah cukup untuk menjawab kerunyaman hatinya. Ia meraih cangkir dan turut mencecap kopi panas buatan office boy.
"Mola.. Itu yang diinginkannya."
Ini jawaban yang berbeda dari yang beberapa menit yang lalu. Jika tadi bibirnya mengatakan ya, ya dan ya. Kini kimbum lebih memilih memberi alasan, agar wakil menyebalkannya itu menghentikan pertanyaan dan segera pergi dari ruangannya.
Otaknya sedang buntu. Semalam ia terpksa menyusul langkah soeun dan memberi kesempatan pada gadis mungil itu untuk merebut hatinya. Ntah lah ada apa dengan otak cerdasnya. Kini bahkan ia mulai menyesali keputusannya.
"Tapi kurasa itu lebih baik. Aku berharap dia mampu menaklukkanmu."
Kimbum mengernyit mendengar kalimat bogem. Terkadang banyak makna yang terserap kedalam pikirannya.
"Wae??" tanya kimbum
"Gadis itu sudah menduakanmu, dan aku tidak ingin dia kembali padamu."
Bogem salah satu saksi kisah indahnya bersama sang kekasih, dan pria itu kini justru menyukai gadis menyebalkannya. Gila !.rutuk kimbum
"Tapi aku masih mencintainya."
"Hari esok tidak ada yang akan tahu."
Kimbum terdiam menerawang jendela besar ruangannya. Apa yang dikatakan bogem benar adanya. Ia bahkan tidak mengetahui jika kekasihnya berbuat gila dan menghancurkan kebahagiaan keluarganya, lalu meninggalkannya dalam kesakitan. Tapi lagi-lagi hatinya menolak segala pemikiran positif otaknya. Bagi kimbum 5 tahun kehangatan yang didapatkannya jauh lebih berharga dibanding pemikiran positifnya itu.
Bogem mengerang dalam hati, menatap kimbun yang tak merespon ucapanya. Gadis itu telah mengotori segala kecerdasan kimbum. Menguasai dan menghancurkan segala kehidupannya. 2 tahun terlewati bahkan tidak ada yang berubah. Semua sama dan kimbum masih menantikan gadis itu, yang bahkan hanyalah sebuah pelacur murahan yang menjijikkan.
Bolehkah ia memohon agar kim so eun mampu merebut segala rasa dihati kimbum ?. Mengubah sahabat kecilnya itu seperti dulu, mengembalikan senyum dan kehangatannya. Ya tuhan, bogem sungguh sangat berharap. Bahkan ia siap melakukan apapun untuk membantu soeun merebut hati kimbum. Bogem meraih kembali kopinya. Meneguknya tanpa bersisa, membiarkan kimbum tetap dalam lamunan bodoh dan kelamnya. Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menyegarkan pikiran pria tampan itu.
****©©©****
Magnie management, terlalu banyak orang melangkah didalamnya. Naungan para model kelas atas yang menyediakan janji kepopuleran. Soeun berjalan didalamnya, hal baru yang tabu baginya. Biasanya jhin ae yang akan mengatur semua keperluan dan kepentingannya. Tapi kini ia harus mengeraskan hati mengurus segala sesuatu sendiri. Suami yang terkenal dan kaya bukan hal untuk menyombongkan diri baginya. Selama ia masih bernafas, ia masih mampu mencari kebutuhannya sendiri. Setidaknya jika suatu saat ia dan kimbum berpisah, ia sudah memiliki tabungan penopang kehidupannya.
Pintu besar dipojok rungan. Itu yang dikatakan wanita resepsionis dilobi sana padanya. Soeun mengetuk, lalu melangkah masuk setelah mendengar sahutan bariton dari balik pintu.
"Anneyeonghaseyo, kim so eun imnida " ucap soeun sambil membungkukkan tubuh, menyapa pria tua dihadapannya.
"Eoh, anneyeong nona kim. Silahkan duduk." jawab sang pria. Ia hanya berdiri dari balik meja kerjanya. Park il ahn, huruf yang tertulis pada kayu ukir disudut mejanya.
"Ne ." jawab soeun. Ia melangkah lalu mendudukkan diri dihadapan sang pemimpin teringgi.
"Saya senang anda menerima tawaran untuk bergabung bersama magnie management."
"Ne. Cheonmaneyo "
"Apakah anda sudah memiliki manager pribadi ?."
"Andwe tuan ahn. Saya masih mencarinya."
"Jika anda berkenan kami bisa menyediakannya."
"Saya rasa tidak perlu. Saya akan mencarinya sendiri tuan ahn."
"Ah baiklah.. Jadi kita akan langsung pada penandatanganan kontrak ?"
Ahn dengan cepat meraih beberapa berkasnya dari balik laci, dan menyerahkannya kehadapan soeun. Sebuah pulpen berkelas turut disodorkannya untuk membantu gerak lembut jemari soeun.
Soeun menerimanya dan membacanya sekilas. Berkas dengan ketebalan sekitar 10 lembar yang pastinya berisi ketentuan persyaratan dan peraturan memusingkan.
"Bisakah saya mempelajarinya terlebih dahulu ?" tanya soeun lembut. Ia membutuhkan banyak waktu untuk mempelajari semua ini. Penyesalan diakhir tidaklah lucu baginya. Meski ini pengalaman pertama, ia harus bisa mandiri menentukan yang terbaik.
"Tentu nona kim."
"Jeosonghamnida tuan ahn. Bisakah anda mengganti sebutan nona kim menjadi nyonya kim? Saya sudah menikah."
Ahn terdiam sesaat. Seperti ada sengatan yang menyegat hatinya. Namun akhirnya ia tersenyum kembali.
"Jeosonghamnida saya baru mengetahuinya." jawabnya santai.
"Ne khamsahamnida, saya permisi tuan ahn. " ucap soeun sambil berdiri dan mengulurkan tangannya.
Ahn mengangguk dan turut mengulurkan tangannya, menyambut kelembutan jemari soeun. Bibirnya tersenyum menyeringai ketika soeun telah sepenuhnya keluar dari pintu ruangannya. Membuatnya tampak seperti bajingan tua yang kelaparan. Menjijikkan dan memuakkan. Soeun begitu sangat cantik dan seksi dimatanya. Dress putih yang digunakannya sungguh membuat kelelakiannya berlonjak kegirangan. Jakpot, lirihnya .
*****©©©*****
"Apa yang sedang kau lakukan yeobo ?." tanya sahee. Ia mendekat pada sang suami yang tersenyum cerah dikursi kerjanya. Siang ini terasa sepi karena kepergian soeun. Tidak ada banyak hal yang bisa dilakukannya, dan mendatangi sang wo menjadi pilihannya. Suaminya itu akan tetap bekerja diruang pribadinya meski berada didalam rumah.
"Lihat apa yang kudapatkan. " jawab sang wo. Ia menggerakkan benda yang berada dihimpitan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Omo kau berhasil. Ya tuhan ini kabar gembira." jerit sahee riang. Ia berlari meraih benda ditangan sang wo, lalu berlonjakan girang bak bocah yang baru menerima sepuluh bungkusan permen.
Sang wo tersenyum, ia beranjak dan segera memeluk istri cantiknya. Astaga, sahee bahkan berkeringat karena uforia kebahagiannya.
"Akhirnya istri ku kembali bahagia. " ucap sang wo lembut.
Menghantarkan perasaan bahagianya yang membuat sahee kembali tersenyum. Ia membalas pelukan sang wo tak kalah erat. Sungguh ia sangat bahagia, berharap ini awal baik untuk masa depan keluarganya. Air matanya mengalir, mengiringi setiap usaha jerih lelah mencari kehangatan yang menghilang. Sahee bersyukur sang wo selalu berusaha mengabulkan segala keinginannya. 35 tahun pernikahan, dan sang wo tak pernah berubah selalu hangat dan penyayang.
*****©©©©*****
Kimbum menatap datar pria tampan dihadapannya itu. Punggungnya ditempel rekat pada sandaran kursi besarnya. Menimang-nimang dan menilai didalam pikirannya .
Suasana riuh diluar sana jelas tidak mengusik ruang sepinya berkat peredam suara yang telah tersebar dipenjuru sudut. Sesekali kimbum mengetuk-ketuk pulpennya diatas meja. Menciptakan suara-suara alunan bak gendang lirih.
"Jadi kau sedang mencari pekerjaan ?" tanyanya sambil melipat kedua tangannya didepan dada.
"Ne hyung, bantu aku. " jawab sang pria.
Ia menatap memelas kimbum yang duduk dengan gagahnya. Tingkah dingin kimbum sudahlah biasa baginya
Kimbum mendengus mendengar kalimat tamu tak diundangnya itu. Ia melemparkan sorot mata tajam sebagai awal peringatan. Membuat si pria tampan terkikik geli.
"Kau adik sepupu yang menyusahkan." gerutu kimbum. Alunan manja pria itu sungguh mengingatkannya pada sosok si gadis mungil. Bertambah satu lagi bayi besarnya.
"Ayolah hyung.. Sebagai asistenmu pun aku tidak masalah." jawabnya kembali memohon. Ditambah dengan kedua telapak tangan yang ditempelkan, khas permohonan.
"Dan kau akan menghancurkan semua pekerjaan ku." cibir kimbum. Oh ayolah, sudah cukup soeun yang membuatnya pusing. Haruskah tuhan mengirim seorang lagi dalam kehidupannya ?.
Pintu berderit tanpa ketukan, membuat hatinya kembali mengumpat. Bersiap memaki namun segera terhenti ketika,
"Bum-ah.."
Triple sial, umpatnya lagi. Tuhan benar-benar mengujinya saat ini. Kimbum menatap datar soeun yang masuk dan duduk disisi sepupunya. Hembusan nafas kasar, hanya itu yang bisa dirinya lakukan saat ini.
"Ah, Noonanim anneyeonghaseyo."
"Anneyeong jilguk-ah. " jawab soeun. Ia tersenyum membalas sapaan jilguk. Soeun cukup mengenal pria tampan itu, ia sering datang mengusik kimbum ketika soeun dalam masa pengenalan selama satu minggu. Dan yah soeun tahu, kimbum sangat jengah dengan tingkat keusilan adik sepupunya itu. Hey, pria itu tampan dan putih, hanya saja manja dan..
Banyak maunya.
"Ada yang penting ?" tanya kimbum. Posisinya tetap tidak berubah. Sekarang sorot matanya menatap sang istri yang tidak diharapkan kedatangannya.
Soeun membalas tatapan kimbum santai. Hembusan nafasnya tidak sedang teratur. Ia kemari karena kepalanya sedikit pusing saat tengah dalam perjalanan pulang.
"Anio. Aku hanya merindukanmu." jawab soeun.
"Kau sudah mendapatkan manager baru ?" tanya kimbum mengalihkan topik idiot soeun. Suasanana hati nya sedang buruk karena kehadiran jilguk. Dan ia tidak ingin soeun menjadi pelampiasan kemarahannya, karena kalimat -kalimat bodoh soeun.
"Eoh, belum. Akan butuh waktu untuk menyeleksinya, tapi aku tidak akan merepotkanmu"
"Yoon jilguk, kau diterima !."
"Nde,?" ucap soeun dan jilguk bersamaan. Keduanya bahkan sama-sama melotot dengan kening berkerut bingung. Nampak begitu bodoh dan menyebalkan dimata kimbum.
"Pria manja ini memohon pekerjaan." jelas kimbum. Ia lebih memilih menjawab kebingungan soeun, sebelum gadis itu bertanya lebih banyak dan akan memakan waktu lama hanya untuk sekedar menjelaskan.
Soeun mengangguk lalu tersenyum. Pusing di kepalanya masih terus menghantam, membuat keringat dingin sedikit membasahi pelipisnya.
"Kau serius hyung ?." tanya jilguk riang.
Kimbum mengangguk dan membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. Detakan jantungnya tiba-tiba saja menguat dan menyesakkan.
"Wuaaa gomawo.. Akau akan berusaha dengan baik. Tapi aku bekerja menjadi apa ?."
Soeun terkekeh tak tertahankan. Jilguk sangat lucu menurutnya. Hatinya selalu saja hangat setiap kali bertemu pria manja itu. Mungkin karena mereka sesama manja, atau mungkin juga karena jilguk bisa menerima kehadirannya.
"Kekeke. Kau sangat lucu jilguk-ah." ucak soeun sambil beranjak mendekati kimbum.
Membuat kimbum kembali tercekat. Ulasan kejadian semalam tiba-tiba menyerang pikirannya. Nafasnya menyesak ketika soeun dengan tenangnya duduk diatas pangkuannya dengan memeluk erat lehernya.
"Ini jam kantor soeun." tegur kimbum tegas.
Meski dalam suaranya terdengar nada getaran tak terelakkan.
Sedang jilguk hanya menahan senyum melihat kecanggungan sepupu dinginnya itu. Ini menyenangkan menurutnya, kimbum pria itu selalu tegas dan menyebalkan. Tapi sekarang ia terlihat pasrah pada tingkah manja istrinya sendiri.
"Aku hanya ingin beristirahat sebentar bum-ah. Aku tidak akan mengusikmu." jawab soeun lirih. Ia meletakkan kepalanya dipundak kimbum. Pusing itu belum juga menghilang, dan kini membuatnya ingin pingsan. Astaga, jangan sampai terjadi !.batin soun.
"Noona kau membuat ku iri." ucap jilguk
"Carilah kekasih."canda soeun
"Itu sulit. "
"Eoh hyung, kau memperkerjakan ku dibagian mana?." lanjut jilguk ketika mengingat kimbum belum memberitahukan pekerjaannya.
Membuat soeun mengulum senyum dalam pejaman matanya. Jilguk memang keterlaluan polos.
"Pakai otakmu. Dia mencari manager baru dan aku memerima mu. Jadi apa pekerjaanmu ?" hardik kimbum. Emosinya terpancing jilguk tak juga memahami ucapannya.
Nafasnya mulai teratur ketika hembusan lembut nafas soeun menerpa cerukan lehernya. Ntah lah hatinya selalu mendadak damai ketika soeun tertidur dipangkuannya. Hembusan nafas soeun seolah menyapu segala kepenatan didalam hatinya.
"Maksud mu aku menjadi manager soeun noona ? Daebak.. kau terbaik hyung." jerit jilguk bahagia. Ia tersenyum cerah sambil mengkedip-kedipkan kedua matanya, membuat kimbum bergidik geli.
"Soeun Eoddieo ?" tanya kimbum lembut mencoba membangunkan soeun.
"Mwo..??" jawab soeun parau. Matanya sedikit membuka mencoba menyadarkan otaknya. tidur selama beberapa detik ternyata semakin memusingkan kepalanya.
"Surat kontrak kerjasama mu." jawab kimbum dingin.
"Untuk apa ?." tanya soeun. Ia berusaha membuka matanya yang menutup erat dan meraih berkas didalam tas yang dipangkunya.
"Haruskah kau bertanya?." tanya kimbum dingin. Ntahlah kehilangan hembusan nafas soeun justru membuat hatinya kembali bergejolak.
"Kau kasar sekali. Igeo " Soeun menyerahkan berkasnya diatas meja kimbum. Lalu kembali meletakkan kepalanya diatas bahu kimbum. Berharap 20 menit lagi pusing itu akan segera menghilang.
"Jilguk, pelajari ini. Putuskan pantas tidaknya kim so eun menandatanganinya." perintah kimbum tegas. Ia meletakkan berkas soeun tepat dihadapan jilguk. Soeun yang mendengarnya tersenyum cantik sembunyi-sembunyi. Hatinya menghangat menyadari maksud kimbum. Pria dingin itu telah mulai membuka diri dan memberinya kesempatan.
"Siap tuan kim. " jawab jilguk
"Kau harus benar-benar menelitinya. Jika sampai banyak kebodohan kau lakukan, tuan besar kim sang wo akan menggantungmu digerbang utama goldshion. Kau paham ?"
"Arrasseo."
"Tuan kim, kita akan rapat 30 menit la__"
Lagi kimbum mengumpat ketika sebuah suara menyapa pendengarannya. Bogem dan soeun adalah satu kesatuan pemancing emosi.
Sedang bogem hanya bisa tersenyum bodoh saat manik matanya menangkap aura kemarahan kimbum yang terlukis jelas dikedua mata tajamnya.
"Kenapa kau disini ?." tanya bogem saat menyadari jilguk duduk dikursi tamu kimbum.
"Mencari pekerjaan." jawab jilguk santai. Bogem sudah dianggapnya sebagai sepupu layaknya kimbum.
"Jika kau mencari pekerjaan, temui staff bukan kesini." cibir bogem sambil duduk dikursi yang sempat ditempati soeun.
"Itu tak berlaku untuk ku. Ajhussi ku pemilik perusahaan ini." jawab jilguk.
"Ck, anak ini." decak bogem. Jilguk sangat menyembalkan menurutnya. Tingkah kemanjaannya hampir setara dengan istri cantik kimbum.
Bogem mengalihkan tatapannya pada kimbum. Ia tersenyum melihat tatapan kejam yang tertuju padanya. Namun hatinya tergelitik saat menyadari seseorang tertidur dalam pangkuan sajangnim dinginnya itu.
"Oeh, dia disini ?" tanya bogem mencoba mengacuhkan tatapan kimbum.
"Kurasa mata mu tidak buta." jawab kimbum dingin. Hatinya cukup kesal karena tingkah bogem dan jilguk.
"Kalian tampak manis. Aku akan mengabadikannya." goda bogem sambil mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan mengarahkannya pada kimbum.
"Berhentilah bogem !. Itu tidak lucu." hardik kimbum cepat. Ia menatap bogem marah. Mungkin jika soeun tak sedang dalam pangkuannya. Ia sudah memukul bogem tanpa ampun. Hati itu masih milik orang lain. Dan kimbum tidak ingin gadis nya terluka bila melihat fotonya memangku kim so eun.
"Kau mengerikan." gerutu bogem sambil memasukkan kembali ponselnya. Tatapan kejam kimbum benar-benar membuatnya takut.
"Pulanglah, dan istirahat dirumah." lirih kimbum pada soeun yang ternyata terbangun karena hardikan kerasnya.
"Hmm..arrasseo." jawab soeun parau. Jantungnya berdegub mendengar kemarahan kimbum. Tak ingin kimbum semakin murka, ia segera beranjak berdiri. Sayang, dirinya yang baru terbangun membuat tubuhnya tidak siap dengan pergerakkannya. Alhasil soeun terjatuh tepat disisi kursi kimbum.
Membuat jilguk dan bogem refleks berdiri kaget, namun bogem dengan cepat beranjak mendekati soeun yang terdiam diatas marmer sambil memegangi kepalanya.
"Gwaenchana ?." tanya bogem. Ia cukup cemas menyadari soeun berwajah sedikit pucat.
"Aish, appo." ringis soeun manja. Sedikit cubitan menyerang hatinya saat kimbum hanya diam tanpa ekspresi melihatnya terjatuh.
"Seharusnya kau tidak langsung melangkah. Kau baru terbangun, otak mu harus disadarkan dulu." goda bogem. Ia membantu soeun berdiri, mengacuhkan sang sahabat yang terdiam berpura-pura tak mengerti apa terjadi.
"Kau mencibirku oppa tua ?." ucap soeun kesal.
"Anggap saja begitu. Ayo aku akan mengantarmu."
"Tidak perlu. Aku akan naik taksi."
"Kau ini cerewet sekali. Kimbum, bolehkah aku mengantarnya? Aku khawatir ia akan menabrak mobil orang." tanya bogem. Ia mengalihkan pandangannya pada kimbum. Sekalipun hatinya kesal ingin memukul kepala bodoh pria tampan itu, namun baginya soeun jauh lebih membutuhkan pertolongan saat ini.
"Aish.."
Soeun berdesis mendengar kalimat cibiran idiot bogem. Bagaimana bisa ia menabrak mobil orang ?. Sedang jelas-jelas ia datang menggunakan taksi.
"Tak perlu bertanya ? Kau sudah mengetahui jawabanku." jawab kimbum datar. Ia segera mengalihkan tatapannya pada berkas-berkasnya kembali. Mengacuhkan tatapan datar jilguk dihadapannya. Bukan salahnya soeun terjatuh, dan bukan tanggung jawabnya juga menolong soeun. Bukankah sudah dikatakannya ia tidak bisa mencintai soeun ?.
"Baiklah kami pergi." ucap bogem. Semakin lama hatinya semakin memanas mendengar ucapan acuh kimbum.
Jilguk mengepalkan kedua tangannya diam-diam. Ucapan kimbum sungguh menggores luka dihatinya. Sekeji itukah sepupunya itu ? Jilguk menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya kasar. Ia berdiri dan menatap kimbum datar.
"Aku tidak tahu bagaimana perasaan mu. Tapi aku terluka melihat kau mengacuhkannya. Sekalipun kau tidak mencintainya, setidaknya jangan menyakitinya hyung. Bukankah kau sudah merasakan sakitnya dilukai dan diacuhkan ? Rasakan itu juga untuk kim so eun noona. Maaf jika aku melampaui batasanku. Aku hanya mengungkapkan kesedihan ku. Kau idola ku hyung. Aku begitu bangga pada mu. Tapi hari ini kukatakan aku kecewa. Aku akan mempelajari perjanjian ini. Trimakasih untuk kesempatan yang kau berikan. Aku akan menjaganya diluar sana. Permisi." ucapnya , lalu keluar dengan cepat.
Kimbum terdiam, menatap pintu yang telah tertutup rapat kembali. Jantungnya berdetak kuat mencerna setiap lantunan ucapan jilguk. Hatinya tertohok begitu kuat menyadari kebenaran kalimat itu. Sejahat itu kah dirinya ?
*****©©©*****
Soeun menghempaskan kasar tubuhnya diatas ranjang. Rasa pusing dikepalanya telah sedikit menghilang. Ide bogem tak terlalu buruk menurutnya. Segelas hot chocolate yang diberikan bogem ternyata mampu menjernihkan pikirannya. Soeun mendudukkan tubuhnya kembali saat mendengar dering ponsel dan segera mengangkatnya ketika melihat nama sang eonnie tertera dilayar ponselnya.
"yeobseyo sayang. Apa yang sedang kau lakukan ?."
"Aku baru tiba eonnie." jawab soeun manja. Astaga, bahkan setetes air matanya jatuh mengalir begitu saja. Hatinya begitu merindukan pelukan sang eonni.
"Kau dari mana.?"
"Aku mengunjungi bum-ah."
"Kalian sudah mulai akrab ?.
"Hm. Apa kabar appa, eomma dan halmeoni ?."
Soeun menutup matanya. Memohon pengampunan karena telah berbohong pada jhin ae dan mengalihkan pembicaraan.
"Mola.. Mereka tengah berlibur di paris."
"Itu menyenangkan."
"Kau tak melakukannya ?.
"Kimbum masih sibuk eonnie."
Lagi, soeun menghela nafas merasa bersalah. hey, ini pertama kalinya ia berbohong. Soeun tidak ingin jhin ae banyak pikiran karena mencemaskan keadaannya.
"Kau masih menyembunyikannya ?."
"Aku ingin memiliki hatinya tanpa rasa kasihan eonnie."
"Arrasseo."
"Eonnie aku ingin mandi."
"Baiklah eonnie akan tutup. Jaga dirimu baik-baik ne. Hubungi eonnie atau oppa jika terjadi sesuatu."
"Ne..Pye pye eonnie "
Soeun menghembuskan nafasnya lirih. Rasa bersalah semakin menggerogoti hatinya. Membuat air matanya mengalir tanpa bisa ditahan lagi. Soeun mencengkram kuat dada kirinya, terasa begitu sakit dan menyesakkan. Bolehkah ia berharap tuhan dapat memanggilnya ?. Menemui pria yang sangat disayangi. Jauh diatas sana mungkin pria itu tengah tersenyum damai menatapnya.
****©©©****
Sahee terus saja merutuk batin melihat raut kesal putranya. Sosoknya yang tampan kini terlihat begitu berantakan. Rambut teracak, dasi dilonggarkan asal dan kemeja yang terbuka 2 kancingnya, membuat kimbum terlihat begitu buruk.
Well, waktu memang telah menunjukkan pukul 21.00 pm. Waktu lelah bagi para pria kantoran. Dan sang suami dengan sengaja meminta putranya itu duduk untuk mendengarkan berita yang akan disampaikannya. Jelas saja kimbum marah dan lebih memilih diam sedari tadi. Ia bahkan tidak menyapa sang istei yang duduk disisi kirinya.
Tapi tidak dengan sang wo. Ia terus diam menatap manik mata kimbum yang juga tengah menatapnya. Sengaja memancing kekesalan sang putra. Ia cukup jengah ketika melihat kimbum pulang, namun tidak menyapa menantu cantiknya yang tengah duduk bersamanya diruang keluarga.
"Apa yang sebenarnya ingin abeonim sampaikan ?." tanya soeun. Suasana yang memanas membuatnya memilih mengeluarkan suaranya untuk mengurangi kecanggungan.
"Kudengar kau sudah mendapatakan manager baru. Apa itu benar nak ?." sang wo mengalihkan pandangannya pada soeun. Melemparkan senyum menjawab nada kemanjaan sang menantu. Ah, hatinya selalu gembira bila melihat gadis mungil itu. Kecantikan soeun membuatnya begitu menyayanginya.
"Hmm..Bum-ah memperkerjakan jilguk sebagai managerku." jawab soeun.
"Itu bagus. Kami akan tenang bila dia yang menjagamu. Meski dia kekanakam, dia tidak akan membiarkan orang melukaimu " timpal sahee.
"Ne. Eomma benar." jawab soeun.
Membuat kimbum merutuk dalam hati. Ia terlihat bagai seonggok patung bodoh dihadapan ketiga orang itu. Dan itu cukup memancing emosinya.
"Hanya inikah yang ingin kalian sampaikan ?. Aku masih banyak pekerjaan." ucapnya dingin. Masalah begitu banyak menghampirinya, dan ia tidak cukup sabar hanya untuk mendengar pembicaraan bodoh ini.
"Ani. Mulai besok kau cuti. Aku yang akan menggantikan pekerjaanmu." jawab sang wo tegas. Ia kembali menatap datar kimbum.
"Apa maksudmu appa?. Appa tidak berhak mencampuri urusan pekerjaanku" jawab kimbum geram.
"Aku pemilik goldshion dan aku berhak memutuskan apapun." jawab sang wo tak kalah geram. Kimbum memang pemimpin, tapi perusahaan tetaplah miliknya. Cukup sudah selama ini ia mencoba diam dan mengalah. Kini ia yang akan mengatur dan mengembalikan semuanya seperti awal.sebelum kehancuran memporak-porandakan kehangatan keluarganya.
"Kenapa bum-ah cuti abeonim ?. Apa ada sesuatu ?." tanya soeun.. Ia menyadari kimbum tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dan soeun tidak ingin kimbum semakin emosi.
"Ne, bersiaplah. Besok pukul 09.00 pagi." ucap sang wo sambil menyerahkan sepasang tiket kehadapan soeun.
"Omo paris ?." jerit soeun. Ia membelalakkan matanya tak percaya.
Sedang kimbum hanya diam membuang nafas kesal. Ia sudah bisa menebak apa maksud sang appa memberinya cuti dan soeun sepasang tiket pesawat.
"Bulan madu 2 minggu penuh." ucap sang wo
"Kyaaaaaa... Saranghae abeonim." teriak soeun bahagia. Ia berdiri dan melompat-lompat layaknya bocah berusia 8 tahun.
Membuat sahee dan sang wo terkekeh melihat tingkah kekanankannya. Terakhir kali mereka mengingat itu saat hyerim berusia 10 tahun. Putri cantiknya itu akan berteriak sambil berlompatan ketika sedang bahagia.
"Aku tudak bisa !." ucap kimbum
Menghentikan tawa sahee dan sang wo. Menghilangkan jerit kebahagian soeun dalam sepersekian detik saja. Menimbulkan hawa marah yang menyeruak memenuhi hati sang wo dan sahee.
"Kau harus menemaninya !." geram sang wo. Ia mengumpat dalam hati. Tidak bisakah putranya itu membahagiakan soeun walau hanya sekali. Mereka tidak mengharapkan cinta yang banyak. Sedikit saja tidak masalah asal soeun bahagia.
"Gwaenchana abeonim. Sendiri juga aku tak masalah. " ucap soeun cepat. Ia tersenyum seraya melangkah mendekati sang wo.
"Sejak kecil aku berharap bisa berlibur ke eropa. Gomawo abeonim." lanjutnya. Ia memeluk sang wo erat. Menyembunyikan air matanya yang mulai mengalir dikedua pipinya. Ini terlalu membahagiakan dan soeun tak mampu mengungkapkannya.
"Uljima sayang. Aku juga appa mu." sang wo mengusap dan mengecup lembut kepala soeun. Menghantarkan rasa sayangnya yang terdalam. Sahee tersenyum melihatnya. Ia bagai melihat sang wo tengah memeluk putri sulungnya.
Sedang kimbum membungkam mulutnya. Menyesali setiap kalimatnya. Ada rasa tak nyaman dihatinya ketika mendengar isakan lirih soeun. Bibirnya terlalu bodoh untuk sekedar menghargai kebahagiaan seseorang.
"Abeonim, apa aku akan diberi uang saku ?. Aku sudah lama tidak bejerja, uang ku sedikit menipis " ucap soeun sambil melepaskan pelukan sang wo. Tangisnya telah berganti menjadi senyuman manja. Tidak baik bersedih disaat mendapat kejutan. Bukan begitu ?
"Hahaha. Kau lucu sekali. Kenapa tidak meminta uang suamimu itu saja ?." sang wo tertawa lebar melihat perubahan sang menantu. Astaga bahkan ia sudah terbawa suasana dan hampir ikut menangis. Soeun benar-benar luar biasa menggemaskan baginya.
Soeun tersenyum kikuk . meminta uang pada kimbum ? Yang benar saja, batinnya. pria itu saja selalu mengacuhkannya. Harga dirinya akan jatuh jika meminta pada suami dinginnya itu. Dan soeun tidak ingin kimbum menganggapnya sebagai wanita matrealistis.
"Kau tenang saja, abeonim akan mentrasfer uang saku yang banyak, agar kau bisa bersenang-senang. " lanjut sang wo mengerti kekikuan soeun. Ia menghela nafas ketika melihat kimbum hanya acuh menanggapi ucapan cibirannya. Ntah apalagi yang harus dilakukannya untuk menaklukkan putra keras kepalanya itu.
"Jeongmal.. ? Gomawo abeonim"
"Kau bahagia ?. "
"Hmm..Ini hari keberuntunganku."
"Baguslah, sekarang pergilah bersiap."
"Ne..Selamat malam appa, eomma" ucap soeun sambil mencium satu persatu pipi sahee dan sang wo. Menciptakan senyuman bahagia di wajah kedua paruh baya itu.
"Selamat malam bum-ah." lanjut soeun. Satu kecupan didaratkannya dipipi sang suami. Soeun tersenyum melihat raut wajah acuh kimbum. Terlalu biasa dan membosankan, ia melangkah menaiki tangga bersiap untuk berlibur. Sendiri bukanlah masalah untuknya. Seperti tadi yang dikatakan, ia begitu ingin berlibur keeropa. Melihat dan menikamati kota-kota besar dinegara biru. Kekayaan orang tuanya tidak bisa mewujudkan impiannya itu. Dan hasil kerjanya lebih banyak dinikmatinya untuk berbelanja tas dan baju bermerk.
Sang wo menatap kimbum sendu. Ada banyak rasa tertuang didalam hatinya. Jika saja hati itu bisa bicara mungkin ia kan menangis. Soeun bukan seperti yang kimbum pikirkan. Namun ia juga tidak bisa memberitahukan putranya itu sesakit apa menjadi seorang kim so eun.
"Mungkin bagimu soeun tidak ada artinya. Tapi bagi ku dia adalah putri kecil kesayangan ku. Kau ingat gadis 18 tahun yang lalu ? penolong kecilku. Dia kim soe un !." ucapnya lirih. Ia melirik sahee, memberi isyarat untuk segera berdiri.
Kimbum terbelalak mendengar kalimat sang appa. Jantungnya berdegub kencang saat sebuah pemikiran memenuhi kepalanya.
"Dia ___" ucap kimbum tercekat. Ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Terlalu sulit bibirnya bergerak melontarkan.
"Seperti pemikiranmu. Kau akan tetap cuti selama masa soeun berlibur. dan kau bisa melakukan apapun yang kau mau." jawab sang wo sambil menarik pergi sahee dari hadapan putranya. Membiarkan kimbum dalam penyesalan dan pemikirannya sendiri. Setidaknya satu jalan telah berusaha dibukanya. jalan-jalan berikutnya ia berharap soeun mampu untuk membukanya kembali.
Kimbum menyentuh dadanya. Apa yang dikatakan appanya ? Apa itu benar ?, batinnya. Semua pikiran berputar-putar dalam kepalanya. Begitu banyak dan membuatnya tak mampu berpikir lebih jauh. Kepalanya menggeleng ketika sebuah pemikiran logis merayapi otak cerdasnya. Ia terus menggeleng menolak pemikiran yang terus berusaha meyakinkan hatinya. Kimbum menolak, Sangat menyakitkan bila saja semua pemikirannya benar adanya.
To be continue
Hoya hoya
Eottoke ? Menarik ? kurang menarik?
Siapa yang kemarin dug dag serr menanti jawaban soeun?.
Udah tenang toh sekarang ?.)
Btw and the bustway
Karya ini akan slow upgrade.
Why ?
Karena emang ini bikinnya tanpa persiapan, jadi buatnya masih ngayal-ngayal dikit. :)
Dan
Untuk typo yang bertebaran, please mianhe :)
Biasa lah yak kan. Mata kalo udah sliwer, banyak bamget kendalanya. (Ngeles dikit :p)
Oke cukup segini dulu dumelan author. Panjang-panjang biasanya buat bosen. Betulkah ? (Nangis darah )
Please buat para reader voment nya jangan lupa.
Thank you :)