Kimbum menghembuskan nafasnya lirih. Menjadi sandaran bukanlah masalah, bahu kekarnya cukup kuat untuk sekedar menahan kepala soeun, hanya rasa tidak nyaman terus mengusik hati dan pemikirannya. Penerbangan panjang baru berlangsung selama 5 jam, itu berarti masih membutuhkan waktu 14 jam untuk tiba di negara romantis paris, perancis. Banyak waktu terbuang hanya untuk perjalanan bodoh, dan ia menyesal menuruti permintaan sang eomma. Jika saja sahee tak datang dan mengusik ke dalam ruang kerjanya, saat ini ia pasti tengah berlibur pribadi di pulau jeju tanpa harus mememani gadis manja seperti kim so eun.
19 jam penerbangan, dan gadis itu hanya tertidur sejak 4 jam yang lalu. Soeun hanya bangun untuk menggerutu selama satu jam dan berakhir dengan tidur lelapnya. Gadisnya tak pernah manja atau pun banyak bicara, membandingkan soeun dan kekasihnya, hanya layaknya langit dan bumi. Menurut kimbum kekasihnya terlalu sempurna untuk disandingkan dengan sosok menyebalkan soeun.
"Excuse me sir, do you want a glass cocktails ?."
Seorang pramugari cantik menyapa lembut. Memaksa kepalanya yang tertunduk terdongak membalas tatapan.
"Yes, and a glass of hot chocolate." jawab kimbum.
Sang pramugari tersenyum kikuk, menampilkan tarikan alis aneh. Namun tak berusaha beranjak dari tempatnya berdiri, seolah memastikan bahwa pendengarannya tak salah. Chocolate ?
"For my wife." ucap kimbum cepat, lalu kembali mengalihkan tatapannya pada tabloid yang berada di jemari kekarnya. Respon raut konyol sang pramugari sedikit mengusik, memunculkan rasa kesal menyelumuti hatinya. Chocolate ? dan haruskah si pramugari mengernyit aneh ? Seolah suatu hal yang salah jika dirinya memesan segelas minuman untuk gadisnya?
Tunggu, gadis? Kimbum menggelengkan kepalanya lirih, merasa bodoh dengan pikirannya sendiri. Sedang sang pramugari yang melihat tingkah aneh kimbum memilih pergi sebelum sang pria tampan menghardiknya tanpa ampun karena telah berani mencemooh lewat sebuah tatapan.
Sementara kimbum lagi-lagi menghembuskan nafasnya kasar, menggerakkan jemarinya lebih cepat dalam membalik helaian kertas. Apapun yang menyangkut kim so eun akan selalu memancing emosinya, dan sedetik kemudian bibirnya menyungging senyuman aneh ketika salah satu jemarinya tidak sengaja membuka selembar halaman yang menampilkan wajah dan tubuh sang istri.

Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja mood membacanya hilang bagai tertelan bumi. Dan Jantung sialannya mulai berdegub kencang, memberi rasa panas membakar setiap inci hatinya. Ia mengepalkan jemarinya kuat, mengumpat dan menolak pikiran bodoh yang berusaha masuk merayapi hati. Merafal keras, tak ada cinta untuk kim so eun.
*****©©©©*****
Goldshion tampak sibuk seperti biasanya, namun berbeda dengan ruang utama sang pemilik perusahaan. Dimana diantara tiga orang pria yang berada di dalamnya, nampak seseorang menggerutu dengan kalimat panjang yang memusingkan.
Memancing dua pria lainnya terkekeh mendengar segala lontarannya. Waktu masih menunjukkan pukul 10.00 am, dimana masih waktu sibuk bagi para pekerja kantoran seperti mereka. Setelan jas dan sepatu mahal memang suatu keharusan dalam berpenampilan. Penampilan memukau adalah salah satu kunci kesuksesan selain bermodalkan ketampanan dan kecerdasan. Itu yang dikatakan sang executive muda kim sang bum.
"Jadi dia berlibur? Hyung tidak adil! Bagaimana bisa dia tidak mengajakku?"
Lagi, ini adalah gerutuan ke 20 Yoon jilguk. Bibir dan wajah bertekuk menjadikan dirinya tampak begitu mengesalkan untuk sekedar dipandang mata. Jelas jika saja kimbum berada di dekatnya, pria dingin itu pasti akan mengirim jilguk ke planet pluto, yang bahkan telah dihapus dari daftar planet terkenal. Lontaran kalimat bodohnya begitu mengusik dan mengganggu pendengaran di telinga bogem.
"Untuk apa dia membawamu? Pabbo!" timpal bogem kesal. Ia sudah cukup kesal dengan kekonyolan kimbum yang memberinya pekerjaan begitu menumpuk. Dan kini jilguk justru hadir dan menyuarakan demo idiot tanpa memikirkan perasaannya.
"Tutup saja mulutmu hyung. Kau membuatku emosi." umpat jilguk. Ia beranjak dari sofa dan memilih mendekati sang wo yang menduduki kursi kebesaran kimbum.
"Cih. Dasar bocah!" desis bogem
Sang wo tersenyum dibalik keseriusannya, mencoba mengacuhkan sang keponakan yang kini telah terduduk santai di hadapannya.
"Ajushi kenapa kau tak memberi tahuku ?"
"Untuk apa? Mereka akan berbulan madu, apa kau kan mengganggu?"
"Aku tidak yakin pria dingin itu akan menjaga noona dengan baik."
Sang wo menghela nafas, melepas kaca mata minusnya dan merapikan beberapa berkas yang sebelumnya tengah di pelajari. Apa yang dikatakan jilguk memang benar adanya, dan ia juga khawatir kimbum justru tak mengacuhkan soeun dan membiarkannya berlibur sendirian. Namun apa boleh buat, ia tak memiliki banyak kekuasaan. Sahee pemilik kendali, dan kekerasan hati sahee juga soeun tak mampu di runtuhkan begitu saja.
"Jangan katakan itu. Kimbum memang keterlaluan, tapi dia pasti akan menjaganya."
"Aku akan menyusul."
"Yaaaaa, jangan merusak rencana yang sudah tersusun." sahut bogem cepat. Ia beranjak lalu memukul keras kepala jilguk. Astaga, dimana ada orang berbulan madu dengan membawa seorang pengganggu?
"Aish... Ini menyebalkan!" gerutu jilguk sambil mengusap kepalanya yang terasa berkedut.
"Kau sudah mempelajari berkas noonamu?"
"Ne. Menurut ku tak ada yang perlu di khawatirkan ajhusi. Tapi kenapa ajhusi harus meminta hyung mengancamku?"
Sang wo mengernyit mendengar ucapan jilguk. Lalu tersenyum ketika menyadari sesuatu di dalam benaknya. Hati seorang ayah tidak akan pernah salah.
"Aku tidak pernah mengatakan apapun. Bahkan aku baru tahu putraku itu memperkerjakanmu sebagai manager soeun." jawabnya
"Omo... jeongmal komisaris?" ucap bogem kaget.
"Ne."
"Daebak, jadi di mempermainkan ku?" timpal jilguk. Ia menyeringai iblis saat menyadari arti senyuman sang paman. Dan jilguk bersumpah akan membalaskan kekesalannya pada kimbum. Pria tampan itu boleh saja mengelak, namun jangan panggil ia Yoon jilguk jika dirinya tak mampu membuat kimbum mengakui perasannya.
"Dia mengerikan. Kali ini pria dingin itu akan bertekuk lutut pada si gadis chocolate." jawab bogem menimpali. Kecerdasannya berada di atas rata-rata saat membahas hal rahasia menggunakan kode senyuman.
"Bicara tentang chocolate, kenapa noona begitu menyukainya?"
"Molla jhin ae mengatakan soeun menyukai makanan manis itu, karena seorang pemuda tampan pernah memberinya chocolate." jawab sang wo. Ia kembali meraih berkasnya dan kembali membaca ulang. Kimbum akan mengamuk bila pekerjaannya terbengkalai karena ulah sang appa.
"Jadi kimbum bukan cinta pertama soeun ? Aa.. dia akan kecewa." cibir bogem bahagia. Suatu hal yang menggembirakan mengetahui hati beku itu mulai mencair dan berpindah pada tempat yang seharusnya. Dan mulai saat ini bertambah satu pekerjaan dalam pikirannya. Membuat kimbum cemburu dan membuat bibir tajam itu mengungkapkan segalanya.
"Itu berarti mereka imbang." ucap jilguk. Ia mengalihkan tatapan, menatap bogem yang juga menatapnya aneh. Lalu tersenyum kompak menyalurkan ide-ide bodoh yang berkeliaran di dalam
Otak. Akan ada banyak hal yang menimpa kimbum dan mungkin akan membuat sang direktur tampan itu menahan kesabarannya berkali-kali lipat. Jilguk dan bogem adalah satu kesatuan yang sempurna dalam hal memporak-porandakan emosi. Kali ini keduanya akan memastikan Kim so eun mendapatkan Kim sang bum si pemilik hati beku.
*****©©©©******
Sheraton Paris Hotel.
Soeun menggerutu tak terhentikan. Tubuh yang lelah seolah tak menghalangi laju kecepatan bibirnya. Sejak mereka tiba suasana hatinya memburuk karena tingkah aneh sang suami. Kimbum tiba-tiba saja menjadi pembungkam mengerikan, dan jika ia bicara, bibirnya hanya akan berucap kata menyakitkan. Bahkan seorang pramugari yang mengantarkan minuman, harus menangis ketika mendapatkan amukan maha dasyat sang pria tampan. Mengakibatkan soeun terbangun dan harus berusaha meminta maaf. Dan kimbum ? Pria itu bersikap acuh memasuki kamar pribadi yang disewa hanya untuk dirinya sendiri.
Mereka mendarat tepat pada pukul 08.00 pagi, dan kimbum segera menariknya menuju hotel ini. Hotel mewah milik goldshion, lalu meninggalkannya sendirian sejak 3 jam yang lalu. Apa ini waras ? Untuk apa dia ikut jika hanya pergi menikmati liburan sendiri ?
Jika saja soeun berani maka ia pasti sudah pergi sedari tadi. Apa yang harus dikatakannya ? Sang abeonim memberinya uang yang begitu banyak, namun soeun belum pernah sekalipun menginjakan kaki di negara eropa. Tersesat bukanlah jalan cerita yang bagus menurutnya. Akan lebih baik menunggu dan merengek pada kimbum untuk membawanya menikmati hari.
Menunggu adalah hal membosankan untuknya. Namun jika dengan menunggu bisa membuat kimbum mau mengajaknya berkencan, maka soeun akan dengan senang hati menunggu. Suara pintu terbuka dan tertutup membuat soeun segera berlari keluar dari dalam kamar. Tak perlu mencari tahu siapa yang tengah bertamu, karena sudah jelas yang dapat membuka pintu kamar hanya pria tampan kesayangannya.
"Kau sudah kembali ?." tanya soeun saat kimbum memilih mendudukkan tubuhnya di atas sofa. Hotel sang wo begitu mewah, sebuah kamar hotel dengan satu buah kamar di dalamanya, hingga nampak seperti apartemen mewah berukuran mini.
"Kau bisa melihatnya." jawab kimbum dingin. Ia menutup kedua matanya, memilih mengacuhkan kehadiran soeun. Suasana hati yang buruk membuatnya enggan untuk sekedar kembali ke dalam hotel. Bahkan sebenarnya ia sudah berencana kembali ke korea.
"Bum-ah.. ayo temani aku." rengek soeun. Ia mendekati kimbum dan mendudukkan tubuhnya tepat di sisi kanan sang suami. Melancarkan aksi manja dengan memeluk erat tubuh kekar kimbum.
Kimbum mengerang frustasi di dalam hati. Bayangan gambar soeun terus mencambuk ulu hatinya. Dalam sekali hentak ia melepas kasar pelukan soeun. Lalu beranjak melangkah menuju kamar.
Soeun tercekat. Satu tohokan menghantam denyut jantungnya. Ia tersenyum tipis, lalu mengangkat kepalanya menatap punggung kimbum.
"Tidak bisakah kau menganggapku sebagai adik mu ?." ucapnya lirih.
Lirihan yang begitu sendu dan hanya seperti sebuah bisik tanpa suara. Mengalirkan kekecewaan ke dalam hatinya. Pernikahan hanya bagai sebuah permainan, dan ia sendiri yang memainkan semua lakonnya. Jika saja ia bisa menolak, maka saat kedua orang tuanya menyetujui perjodohan maka soeun akan menolaknya. Sendiri bahkan lebih baik dibanding menahan rasa.
Kimbum menghentikan langkah kakinya tepat saat jemarinya bersiap membuka pintu. Ia menghela nafas kasar dan memejamkan matanya sekejap. Alunan nada lirih soeun sampai pada saluran pendengarannya. Mengantarkan puluhan paus menghantam hatinya, terasa begitu sakit dan memuakkan.
"Beri aku waktu 2 jam beristirahat." jawabnya, lalu dengan cepat melangkah memasuki kamarnya. Ia juga manusia, dan pernah merasakan rasa itu. Cinta namun di abaikan. Meski knum sendiri tak yakin dengan rasa cintanya itu. Setidaknya ia tak ingin soeun juga merasakan kehancuran hatinya.
Soeun tersenyum, memberi kiss jarak jauh dari posisi duduknya. Sebuah acting terkadang diperlukan untuk menaklukkan hati beku seorang pria. Oh astaga, buku yang diberikan bogem ketika mengantarnya pulang sangat berguna. Ketebalan yang membuat pusing, justru menghasilkan sebuah keberhasilan yang menyenangkan.
Soeun kembali terkekeh mengingat actingnya, lalu melompat-lompat di atas sofa. Mengacuhkan dress mininya yang ikut berlonjakan menampilkan keseksian paha putihnya. Tak ada yang lebih menyenangkan dibanding hari ini.
****©©©****
"Soeun berhentilah, kau mengangguku." gerutu kimbum sambil mendudukkan tubuhnya kasar. Ia mendengus lalu menatap kesal sang istri yang tertidur miring dengan senyum jahilnya. Gadis itu dengan sengaja terus meniupi wajahnya, dan sumpah demi apapun soeun begitu mengusik ketenangan.
"Kaja bum-ah.. Ppalli" jawab soeun. Ia tak beranjak hanya mengedip-kedipkan matanya menggoda kimbum.
Membuat kimbum bergidik dan segera beranjak memasuki kamar mandi. Ada yang aneh pada dirinya. Berada satu hari bersama soeun di paris membuat perasaannya berkecamuk tak karuan. Sebuah perubahan rasa yang menata ulang sebagian hatinya, dan kimbum tidak ingin melakukan hal konyol hanya karena tak mampu mengendalikan tubuhnya.
*****©©©©*****
Pont des Arts di Paris,
Kimbum mengumpat dalam hati menanggapi tingkah soeun. Ini adalah tujuan pertama liburan mereka dan gadis itu dengan sengaja memilih jembatan bodoh sebagai tempat wisatanya. Dan kini soeun bahkan terus saja menarik pergelangan tangannya hanya untuk memasang gembok cinta mereka.
Tunggu, kimbum menggeleng kasar, yang benar ialah gembok cinta si istri mungil nan menyebalkan.
Sangat memalukan seorang CEO GOLDSHION berada ditempat umum hanya untuk mrmasang sebuah gembok. Bahkan gerbang kediamannya di korea dapat dengan puas soeun pasangi gembok-gembok idiot.
Sedang soeun terus saja melangkah tak memperdulikan kekesalan yang jelas terlukis diwajah tampan kimbum. Pakaian formal yang digunakan sang suami sedikit menjadi ejekan dihatinya. Kimbum terlalu beku dalam segala hal, bahkan ketika soeun membongkar koper pria itu, matanya nyaris keluar karena terbelalak melihat isi yang berupa sekumpulan jas formal. Jelas saja karena kimbum tak mengizinkan dirinya menata pakaiannya.
"Tidak bisakah kau berhenti ? Atau kau memang pabo ?." hardik kimbum. Ia menghempas kasar jemari soeun, lalu melangkah menjauh sebelum amarahnya lebih memuncak. Dirinya sudah cukup menahan malu ketika semua pandangan mata tertuju padanya yang ditarik-tarik seorang gadis mungil berparas cantik.
Soeun memuciskan bibirnya, lalu menghentak kakinya keras. Kimbum sungguh menyebalkan setiap saat, tapi ia tidak akan kalah. Meski akan tersesat ia harus segera memasang gembok cintanya.

Ponts des arts, merupakan tempat wisata di perancis di mana pasangan "mengunci" cinta mereka ke sisi jembatan dengan gembok cinta. Dan soeun berharap dengan memasang gemboknya maka cintanya pun terkunci selamanya.
Soeun berjalan mencari posisi yang tepat,lalu mengarahkan jemarinya memasang gembok cinta berwarna chocolatenya, membisik dan merafal doa, memohon pada tuhan untuk segera mengunci hati kimbum padanya, karena hatinya telah sepenuhnya terkunci pada pria tampan itu.
"Sudah selesai ?."
Soeun terlonjak dan segera berbalik ketika mendengar nada bariton sang suami menyapa pendengarannya. Bibirnya tersenyum manis saat melihat kimbum benar-benar berada tepat dibelakang tubuhnya. Lihatlah tuhan telah menjawab satu doanya. Soeun menganggguk lalu dengan cepat merangkul lengan kimbum dan membawanya berjalan menuju tempat selanjutnya.
Kimbum memalingkan wajahnya ke sisi kiri, menyungging senyum di dalam hati. Ada yang salah dan dirinya tampak begitu konyol. Ketika ia menjauh dan berdiri di sudut jalan, tanpa sengaja manik matanya menangkap seorang pria berjalan perlahan menuju sang istri. Berniat mengacuhkan namun emosinya memuncak ketika menyadari tingkah mencurigakan sang pria. Dan tepat ketika sang pria menjulurkan tangannya untuk mengangkat dress mini soeun, kimbum dengan cepat berlari dan mencekal kuat lengan sang pria mesum. Menatapnya geram dan menariknya menjauh saat mendengar soeun berbisik-bisik seperti sedang merafal doa.
"Dia istriku ! Jangan coba menyentuhnya !."
Kimbum menggaruk tengkuknya, merasa bodoh saat mengingat kembali kalimat bernada geramannya yang membuat sang pria mesum berlari ketakutan. Entah apa yang terjadi, namun semua begitu cepat berlangsung, hingga kimbum tak mampu menolak setiap respon tubuhnya. Seolah hati dan seluruh tubuhnya menuntut untuk melindungi soeun, mengukung gadis mungil itu dalam pelukan hangatnya.
"Waeyo bum-ah ?." tanya soeun. Ia mengernyit dan menatap fokus wajah kimbum.
"Gwaenchana, kemana kau akan pergi setelah ini ?." jawab kimbum. Ia menghentikan aksi bodohnya dan mentap datar pengunjung lainnya.
"Aku ingin makan." ucap soeun.
"Kau akan menikmati chocolate hoeh ?."
Kimbum memalingkan wajahnya, menatap remeh soeun yang ternyata juga mentapnya aneh.
"Kau mengingatnya ? Itu berarti kau memperhatikan ku."
"Kau bermimpi ?. Tentu saja aku mengingatnya. Bukankah itu makanan mu setiap hari ?."
Soeun terkikik mengacuhkan kalimat mengelak kimbum. Baginya kimbum mengingat hal seperti itu saja sudah cukup membahagiakan hatinya. Ada banyak kata yang terucap dan semua seolah tuhan telah menjawab doa-doanya. Pria itu bicara banyak meski dengan nada yang membekukan.
Sial !
Kimbum mendesah sesal dalam hati. Bibirnya terlalu bodoh dalam berucap, hingga membuat soeun salah mengartikan ucapannya. Sumpah demi apapun ia tak ingin soeun salah mengerti dan menganggapnya telah berpindah hati.
Kimbum masih terus menolak dengan kecerdasan otaknya, semua perasaan yang merayap di dalam hatinya. Memaksa tetap menomor satukan gadis yang kini bahkan telah terhapus dari dalam pikiran dan hatinya.
*****©©©*****
Kediaman utama kim sang wo tampak sepi tanpa lantunan manja seorang gadis. Menyisakan sepasang paruh paya yang memilih terduduk diam menatap layar televisi. Terasa hambar dan membosankan menikmati waktu yang biasa terasa menyenangkan. Bahkan aroma teh dan cookies yang menyeruak tak memancing keinginan untuk sekedar mencicipi.
"Aku merindukan gadis mungilku." ratap sahee. Ia melepas pandangannya dari majalah yang tergenggam. Meletakkan majalah di atas meja lalu menataap sang wo yang terduduk focus pada layar yang menyala.
"Berhentilah yeobo. Bukankah kau yang merengek." jawab sang wo, tanpa mengalihkan tatapannya. Sahee buruk ketika merindu. Semua ide adalah hasil pemikirannya, dan kini ketika gadis mungil itu berhasil pergi, istrinya itu justru merindu tak tertahankan.
Sahee menghela nafas. Apa yang dikatakan sang wo memang benar. Tapi sungguh dirinya tak bisa mengelak dari rasa rindu yang membuncah, meski soeun baru pergi beberapa hari.
"Hmm. Tapi rumah ini menjadi sepi tanpa nada manjanya." jawabnya.
"Kau sudah menghubungi hyerim ?." tanya sang wo mengalihkan pembicaraan. Sahee akan semakin menjadi bila ia terus menanggapi ratapan aneh istri cantiknya itu.
"Ne.. Dia mengatakan akan berkunjung ke hotel."
"Baguslah.. Ini awal baik untuk segalanya."
"Kau benar..."
Sahee tersenyum lalu memeluk erat sang wo yang kembali mengalihkan tatapannya pada layar. Putrinya telah mencair ketika mendengar kimbum telah menikah. Hyerim memang tak mengetahui prihal itu, wanita itu terus menjauh setelah kejadian yang hampir menghancurkan keluarga kecilnya karena kelakuan kekasih hati kimbum. Hal yang membuat hyerim membenci kimbum dan memilih pergi menetap di prancis.
*****©©©©*****
Dikamar hotelnya kimbum menatap tajam soeun yang terduduk diatas ranjang dengan bibir mengerucut. Hatinya merutuk kesal dengan segala tingkah manja sang istri. Setelah mereka kembali dari ponts des arts, soeun merengek meminta kembali ke hotel dengan alasan lelah dan lapar. Namun setelah tiba gadis itu justru merengek meminta cup cake chocolate sebagai menu makan siangnya. Dan sumpah demi apapun kimbum memberang dengan kekonyolan soeun. Ia tidak berniat merawat soeun, jika sampai istri mungilnya itu jatuh sakit karena tidak makan dengan benar.
Lagi kimbum mengangkat ganggang telfon memesan makanan, ini sudah yang ke 3 kalinya ia melakukan panggilan. Mungkin dibawah sana para staff order taker telah menggerutu menyumpahi aksi bodohnya.
"Deliver two portions of te volaille de bresse to my room !." perintah kimbum tegas ketika di ujung sana salah satu karyawannya menjawab sambungannya.
"Tidak mau, aku mau chocolate !." teriak soeun.
Kimbum memutar bola matnya malas, menutup kembali telfonnya dan beranjak ke sisi kiri ranjang. Tidur adalah pilihan terbaik untuk menenangkan diri akibat tingkah menyebalkan kim so eun.
"Terserah kau saja ! Kau bisa memesannya sendiri. Aku tidak perduli jika kau keracunan." jawab kimbum sinis.
"Kau memang jahat !." gerutu soeun. Bukan ia tidak senang menerima perhatian kimbum, hanya lidah manisnya terasa pahit dan tak berminat dengan makanan berat.
Kimbum mengacuh, lalu beranjak saat pendengarannya menangkap sebuah ketukan. Adakalanya menanggapi soeun adalah dengan mengacuhkannya.
"Noona ?" ucap kimbum kaget ketika menatap hyerim berdiri tepat di pintu kamar hotelnya bersama seorang pria yang adalah sang suami lee song jo.
Hyerim tersenyum menanggapi nada kaget sang adik. 2 tahun dan kimbum tak pernah berubah dimatanya. Tetap tampan dan begitu mempesona.
"Aku mengganggumu ?" tanya hyerim.
"Anio masuklah.." jawab kimbum. Ia menggeser tubuhnya memberi jalan pada hyerim dan jong so, lalu kembali menutup pintu dan melangkah menuju sofa.
Didalam kamar soeun mengernyit curiga dengan memicingkan matanya mendengar suara kimbum. Siapa yang bertamu ke hotel ? Apakah kimbum membuat temu janji ? pikirnya. Merasa kesal dan semakin penasaran soeun segera beranjak keluar. Dahinya semakin mengernyit ketika melihat kimbum terduduk diam memandang marmer. Namun ketika melihat sepasang muda-mudi turut duduk dihadapan sang suami, soeun segera menyungging senyum secara sembunyi-sembunyi.
"Nuguseyo? Apa kau kekasih bodoh pria dingin ini ? Jika ia ku harap kau pergi saja." ucap soeun dingin. Soeun berkacang pinggang menatap tajam dua manusia yang kini menatapnya aneh. Di usir ? Itu sesuatu yang menyakitkan.
"Bisakah kau menutup mulutmu ?!. Lebih baik kau pergi ! Aku sudah cukup muak melihat tingkahmu." hardik kimbum. Kimbum berdiri menatap geram soeun, membuat hyerim dan jong so terlonjak kaget mendengar hardikan kasarnya.
"Arrasseo.. Hyerim eonnie senang berkenalan dengan mu. Anneyeong oppa." ucap soeun. Ia membungkukkan tubuhnya cepat, lalu segera melangkah menuju pintu keluar. Ada rasa sakit ketika mendengar teriakan keras kimbum, dan soeun tak berniat memangis dihadapan pria itu dan keluarganya.
Kimbum terdiam di tempatnya berdiri. Nafasnya menyesak ketika soeun menyebutkan nama sang noona. Gadis itu mengenalnya, dan ia justru memarahinya. Tapi kenapa soeun harus bertingkah bodoh dengan berpura-pura tak mengenal, hingga membuatnya salah paham. Kimbum menghela nafasnya perlahan, tak bermaksud memaki, hanya takut sang noona terluka dan kembali membencinya. Ia terlalu bahagia hyerim mau menemuinya setelah dua tahun berlalu, dan kimbum tak ingin sang noona meninggalkannya kembali.
Sedang hyerim mencoba mengejar langkah soeun. Meski sejujurnya ia sedikit bingung mengetahui soeun mengenalinya.
"Hey, kim so eun." teriaknya lembut, namun hyerim harus menghembuskan nafasnya saat soeun telanjur masuk ke dalam lift.
Hyerim kembali masuk, memandang kesal sang adik yang hanya tetap berdiri diam tanpa tindakan.
"Apa yang kau lakukan ? Kejar dia." perintahnya.
Sial ! Hyerim tidak habis pikir, kimbum justru duduk kembali pada sofanya, mengacuhkan sang istri yang sedang terluka.
"Tidak perlu ! Dia tahu jalan pulang." jawab kimbum acuh.
Membuat hyerim lagi-lagi menghela nafas pasrahnya. Sifat kimbum tidak berubah, bahkan hyerim sadar adiknya itu masih menunggu si gadis pelacur, dan menjadikan pernikahan sebagai pelampiasan rasa sakitnya.
"Kau masih belum melupakan gadis pelacur itu ?." ucap hyerim sinis.
"Ayolah noona.. Hentikan." jawab kimbum. Ia menatap hyerim sendu.
Ada pancaran menyesal terlukis di kedua bola matanya, dan hyerim dapat melihatnya dengan sangat jelas. Namun rasa sakit dan kecewanya memaksanya egois agar kimbum mampu melupakan gadis itu. Hyerim mengetahui segalanya, kimbum tidak benar-benar mencintai gadis itu. Dulu adiknya itu selalu bercerita,ia menyukai seorang gadis kecil pencuri ciuman pertamanya. Dan entah mengapa kimbum menganggap gadis pelacur itu adalah gadis kecil yang dicarinya. Dan hyerim yakin rasa yang tetuang dihati kimbum hanyalah sebuah obsesi kepemilikan saja.
"Bagaimana keadaanmu ?." ucap jong so. Ia mencoba mencairkan suasana yang kembali menegang. Ia juga salah satu pemeran dalam kehancuran yang terjadi dan jong so berharap kedua kakak beradik itu mampu membaik seperti dulu kembali.
"Seperti yang kau lihat." jawab kimbum.
"Dia menggemaskan, kau tidak tertarik ?." jong so tersenyum menatap kimbum. Mencoba bergurau menenangkan hati sang adik ipar.
"Tidak semudah itu hyung. Mianhae untuk kejadian yang lalu." jawab kimbum seraya membalas tatapan jong so hangat. Hati itu kembali menghanyut, menyebar rasa sesal telah melukai. Jong so pria yang baik dan kimbum sadar itu. Hanya entah mengapa dulu ia bisa menghajar pria itu, membuatnya terbaring kritis hanya karena rasa tidak terima.
Jong so tersenyum. Cukup lama kata hyung menghilang dari pendengarannya. Dulu ia dan kimbum cukup akrab layaknya saudara sedarah, namun semua mengkelam ketika gadis kesayangan kimbum menghancurkan segalanya. Membuatnya kehilangan adik dan keluarga, membuat istrinya membenci semua dan tak pernah ingin kembali ke korea.
"Tak apa, aku sudah melupakannya." jawab jong so.
"Kau membenciku ?." Tanya kimbum. Ia memalingkan pandangannya pada hyerim yang memilih menunduk mengacuhkan pembicaraan.
"Tentu, aku hanya akan memaafkan mu bila mencintai gadis cantik itu." jawab hyerim tetap tak memandang kimbum..
"Konyol." jawab kimbum.
Hyerim tersenyum dibalik tundukan kepalanya. Sesakit apapun ia tidak benar-benar membenci adik tampannya itu. Hanya kecewa kimbum lebih mempercayai orang lain dibanding dirinya, kakak kandungnya sendiri. Kini ia berharap hati kimbum dapat berlabuh seutuhnya pada sosok mungil kesayangan kedua orang tuanya. Hyerim sudah mengetahui semua riwayat kehidupan soeun, siapa soeun dan mengapa sang ayah begitu menyayanginya. Hanya wajahnya saja yang baru diketahuinya. Dan jujur saja hyerim dengan cepat menyayangi gadis cantik berkelakuan manja itu. Tingkah lucu soeun sungguh membuatnya terpikat. Pantas saja sang eomma bahkan mengatakan soeun adalah pemilik hatinya. Karena hyerim pun mengakui kini soeun telah memiliki sebagian rasa sayangnya.
*****©©©©*****
"Menyebalkan !." gerutu soeun sambil terus melangkah menuju pintu lobi. Kakinya yang terhentak-hentak dan bibir yang memucis sebal, membuatnya menjadi focus pandangan para karyawan dan pengunjung sheraton hotel yang merasa gemas. Soeun nampak seperti seorang gadis remaja yang tengah merajuk kesal. Mereka tak terganggu, justru merasa gemas dan ingin mendekati. Terkhusus para pria yang melihat soeun dengan pandangan terpesona. Itu semua karena soeun tak menyadari dirinya masih memakai dress mini putihnya yang menampilkan sebagian paha putih mulusnya.
"Aku hanya bercanda. Haruskah dia murka ?. Bukankah dia sudah berjanji ingin menemaniku ?." lagi ia menggerutu, dan berhenti tepat dibawah pohon taman hotel, memandang sebal para tamu. Hatinya masih saja mengumpati kimbum yang begitu sensitif.
Sedetik kemudian nafasnya tercekat ketika tanpa sengaja matanya menatap segerombolan pria kekar melangkah mengiringi seorang pria paruh baya ke dalam mobilnya.
"Appa... " lirih soeun. Soeun mencoba berlari, namun terhenti ketika sang pria telah pergi bersama mobil mewahnya. Dengan tangan bergetar soeun berusaha menekan asal ponselnya, mencoba menghubungi jhin ae.
"Yeobseyo "
"Eonnie aku diparis." ucap soeun parau. Air matanya mulai mengalir ketika diujung sana jhin ae justru terbungkam tak menjawab kalimatnya.
"Katakan dimana appa ?." ucap soeun. Ia mengepalkan jemarinya kuat, menahan amarah menyadari jhin ae mencoba menyembunyikan sesuatu.
"Eonnie !." teriak soeun.
Soeun terduduk, menyembunyikan kepalanya diantara kedua lututnya, mengisak ketika jhin ae dengan teganya memutus panggilan. Disana terasa sesak, hatinya merasa seolah terpukul oleh sesuatu. Sang appa masih berada di paris dan jhin ae dengan sengaja menyembunyikannya. Itu tidak adil bagi soeun. Ia sangat merindukan minjae, satu kali saja soeun berharap dapat memeluk sang appa.
"Aku harus mencarinya " lirih soeun. Ia berdiri, menghapus kasar air matanya dan segera berlari mendekati reception.
"Excuse me, can you give me information about an old man who just came out of this hotel?." ucap soeun.
"sorry lady kim, but we can not divulge hotel guest information to anyone."
"I understand, thank you"
Soeun kembali melangkah keluar, menaiki taxi yang tepat terpakir tak jauh dari halaman hotel. Meminta sang supir melajukan mobilnya menggunakan bahasa inggrisnya yang tidak terlalu fasih. Soeun menekan kembali ponselnya, mencari alamat perusahaan sang appa yang berada di paris. Jika jhin ae memilih membungkam, maka soeun akan memilih mencari jalannya sendiri. Tak perduli jhin ae akan memarahinya, soeun hanya ingin menemui sang appa dan mengungkapkan semua perasaannya.
*****©©©©*****
Udara malam terasa dingin menyentuh permukaan kulit. Paris tengah berada di musim gugur dikala bulan september. Jika pada umumnya semua orang menggunakan mantel di bawah langit, kimbum justru menggunakan hatinya untuk terus mengumpat kesal. Ia melangkah kembali ke dalam kamar hotelnya. Terduduk di atas sofa sambil mengacak kasar rambut hitamnya, membuat wajah cemasnya terlihat aneh dan sedikit mengerikan.
Waktu menunjukkan pukul 21.00 pm dan soeun belum juga kembali. Demi tuhan ia benar-benar menyesal membiarkan soeun pergi begitu saja. Rasa gengsi membuatnya lupa bahwa mereka tengah berada di kota romantis, dan soeun tidak banyak mengetahui jalan.
"Sial,sial,sial !." umpat kimbum. Ia kembali mengacak rambutnya kasar. Jantung terasa sialan terus saja berdetak dengan cepat. Menimbulkan rasa sesak yang menyebalkan. Terlebih ketika tiba-tiba saja otaknya membayangkan hal-hal buruk yang mungkin saja menimpa soeun, ia kembali merasa takut dan cemas tak beralasan. Soeun benar-benar telah memenuhi pikirannya hanya dalam waktu satu hari. Jika sudah begini sang wo mungkin akan mengulitinya hidup-hidup jika benar soeun dalam keadaan tidak baik.
Kimbum berdiri menatap tajam seseorang yang membuka pintu hotel secara perlahan, nampak seperti seorang pencuri tengah berusaha masuk sembunyi-sembunyi.
"Dari mana saja kau ? Kenapa kau selalu membuatku susah ?!."hardik kimbum. Cukup sudah ia seperti orang gila. Berputa-putar mengelilingi hotel hanya untuk mencari istri mungilnya itu. Menghardik para bawahannya yang telah membiarkan soeun pergi dan ternyata gadis itu baik-baik saja.
"Mianhae bum-ah." lirih soeun. Ia menunduk tanpa niat membantah. Mengusap kedua tangannya mengurangi rasa takut.
"Mandi dan istirahatlah." perintah kimbum melembut. Lirihan nada soeun menggores luka dihatinya. Ada sedikit sengatan di tubuhnya ketika menyadari tubuh mungil itu memucat karena sehelai dress mini yang melekat menantang malam. Kimbum menghela nafas, memilih mendudukkan tubuhnya diatas sofa ketika soeun beranjak masuk kedalam kamar tanpa menjawab lontarannya. Meski kimbum selalu menginginkan soeun diam dalam beberapa saat, namun ketika hal itu terjadi ia tak bisa lagi mengelak bahwa hatinya merindu mendengar rengekan bernada manja istri cantiknya itu. Ada waktu dan rasa telah mulai berubah.
Soeun menutup pintu perlahan, lalu melangkah mendekati lemari, membuka koper dan meraih bingkai biru. Menatap sendu dan mulai mengalunkan isakan menyedihkan. Sudut ranjang menjadi sandaran punggung bergetarnya dan marmer dingin menjadi alas duduk tubuh lemahnya. Ia pergi namun tak menemukan sang appa di perusahaannya. Terlalu menyakitkan ketika harus kembali kehilangan sosok kerinduannya.
"Joon, aku merindukan mu. Kembalilah, kumohon hiks,hiks." isak soeun. Ia memeluk erat bingkainya. Berharap dapat menyalurkan kesakitannya.
"Hiks, bogoshipo appa,hiks,hiks bogoshipo joon-ah." racau soeun dalam tangisannya. Ia menciumi foto seseorang yang terpasang di bingkai genggamannya tanpa menyadari seseorang berdiri tersembunyi dibalik pintu kamar sembari mengepalkan kedua tanggannya kuat.
To be continue..
*****©©©©*****
Hai...
Gimana ? Rada aneh ya ??
Ya begitulah. Seperti autour yang aneh ini. Wkwkwk
Kemarin banyak yang minta up kilat. Sayangnya aku tidak bisa mewujudkan :( mianhae.
Seperti kemaren aku katalan. Ff ini tercipta tanpa adanya persiapan jadi butuh waktu dalam menciptakannya :p
Tapi aku mengucapkan gomawo untuk chingu yang masih tetap menantikannya meski harus menunggu. :)
Untuk next partnya aku nggak bisa janji dalam waktu dekat. Tetep yang pasti akan terus berlanjut. Jadi mohon bersabar ;) (kedip mata)
Mianhae untuk typo yang bertebaran and please dont forget voment for part 4 :)
Aku suka ka, makin seru tapi koq cuma sampe ke part 7 sedangkan part 5 dan 6 gak ada
ReplyDeleteSemangat ka