Search This Blog

Tuesday, May 8, 2018

Conqeror Chocolate 2



happy reading..

Soeun tersentak duduk saat dering nyaring ponsel menyapa pendengarannya. Mata yang berat membuatnya hanya diam tanpa berniat menjawab panggilan ponsel itu. Yang benar saja, ia bahkan masih merasa lelah karena pernikahannya kemarinya. Namun sesuatu yang salah menyadarkan ia dari alam mimpi yang menyelimuti pikirannya. Soeun mengernyit dahi saat mencoba mengingat sesuatu yang penting.
Pernikahan !
Ya tuhan, batinnya. Secepat kilat ia membuka matanya dan menatap ranjang besarnya.
Kosong !
Detik berikutnya bola matanya  membulat menyadari jam pada dinding menunjukkan pukul 09.00 am. Soeun meloncat secepat kilat dan segera berlari masuk kedalam kamar mandi. Ini bahaya. Dimana ada seorang istri bangun siang dihari pertamanya? Tak sadarkan diri lebih baik bagi soeun saat ini. Kimbum, pria dingin itu pasti akan semakin mengacuhkannya setelah ini.
Jika bisa digambarkan, soeun menggambarkan dirinya saat ini adalah perajurit yang kalah sebelum berperang. Menyedihkan! Rutuknya.
****©©©****
Bogum sedang berdiri didepan meja kimbum sambil berbicara panjang lebar kepada pria yang lebih terlihat seperti seorang iblis berwajah tampan dari pada seorang manusia normal.
"Ada apa dengan mu ?" tanya bogum sambil memandang sekeliling. Rungan ini sedikit aneh, tak ada lily putih yang biasa tertata diatas meja. Begitu juga bingkai foto seorang gadis yang sangat disayangi kimbum. Seperti sengaja di ubah demi kenyamanan seseorang.
"Pakai bahasa formalmu. Kau  masih berada di jam kantor." ucap kimbum datar tanpa memandang lawan bicaranya.
"Kau memang aneh. Bagaimana bisa kau masuk kerja setelah hari pernikahanmu?" cibir bogem sambil mendudukkan tubuhnya diatas kursi. Segelas americano cofee tergeletak, memancing rasa haus dan  menyerang tenggorokannya. Ia seorang wakil dan juga sahabat. Jadi tidak ada alasan baginya untuk menakuti seorang kimbum.
"Kau tak perlu mencampuri urusan pribadiku." jawab kimbum marah. Ia mengalihkan tatapannya pada bogem. Begitu tajam dan menusuk. Dirinya paling tidak menyukai urusan pribadinya dicampuri, meski oleh orang terdekatnya
"Eoh, bagaimana rupa istri mu itu? Apa dia cantik? Sayang aku tidak bisa menghadiri pernikahanmu." celoteh bogem. Ia sepenuhnya mengacuhkan tatapan keji sang sahabat. Kebosanan yang melanda tampaknya mulai mengganggu kecerdasan otaknya.
"Dia seorang model." jawab kimbum singkat. Tatapannya turut kembali pada tumpukan kertas diatas mejanya.
"Omo, jeongmal ?" jerit bogem takjub. Ia bahkan memajukan tubuhnya lebih mendekati kimbum. Mengacuhkan sorot mata intimidasi yang kembali dilayangkan sahabat tampannya itu.
"Kembalilah bekerja. Aku membayarmu bukan untuk menggosip." hardik kimbum dingin.
Bogem mendengus mendengar hardikan kimbum, tubuhnya beranjak, lalu melangkah kembali pada ruang kerjanya. Selalu begitu, dan kimbum tak pernah berubah. Jika hatinya kacau, maka seluruh pikiran dan bibirnya turut menjadi kacau.
Kimbum menutup matanya, menghembuskan nafas marah secara diam-diam. Segalanya tampak runyam dan menghancurkan dimatanya. Tidak ada satupun pemikiran yang dpat diterima hatinya. Yang ada hanya bagaimana, bagaimana, dan bagaimana ? Seolah semua tertuang dalam ketidakpastian.
***©©©***
Ruang keluarga memang adalah sebuah pilihan disaaat kebosanan melanda. Dan itulah yang dilakukan sahee bersama majalah mode di jemarinya. Sahee tersenyum saat matanya menangkap sosok sang menantu  berjalan mendekatinya. Tatapannya mengumbar hawa hangat dalam memandang soeun. Gadis itu tampak sedikit aneh, namun tetap lucu. Rambutnya yang dibiarkan tergerai dan wajah bertekuknya sungguh membuat hati menjadi geli tergelitik. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 am, Yang berarti sudah mendekati jam makan siang.
"Ada apa sayang ? Apa kimbum memarahi mu ?" tanya sahee. Uap teh dan makanan hangatnya menyeruak diudara. Menciptakan wangi tersendiri didalam paru-paru.
"Belum eomma. Tapi akan." jawab soeun tak bersemangat. Ia membaringkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya diatas pangkuan sahee. Hangat, itu yang dirasakannya. Ntah kapan terakhir kali ia bermanjaan bersama seorang ibu. Yang jelas sudah begitu lama dan ia sudah lupa.
Sahee tersenyum, sebelah tangannya bergerak mengusap helaian rambut halus soeun. Hatinya berbunga seperti 25 tahun yang lalu, saat ia membelai kepala putri sulungnya, Kim hyena.
"Apa maksudmu nak?" tanyanya lembut. Sorot matanya menatap lembut mata soeun yang terutup menikmati belaiannya.
"Eottoke eomma ? Bum-ah akan mengacuhkan ku." rengek soeun. Ia membuka matanya, menatap cemas sang ibu mertua.
"Dia tidak mungkin mengacuhkanmu."
"Aku bangun telat, pasti dia marah."
"Itu wajar sayang. Karena kau kelelahan."
"Tetap saja itu salah eomma. Oeh, Bagaimana jika aku mengunjunginya ?"
"Terserah kau saja. Eomma mengizinkan"
"Gomawo eomma. Aku akan bersiap." riang soeun.
Ia beranjak dengan cepat dan segera berlari menuju kamarnya. Dan lagi-lagi sahee terkekeh, soeun selalu nampak lucu dengan tingkah kekanakannya. Sahee menyesap teh nya, mengantarkan rasa segar mengaliri kerongkongannya. Menikmati rasa hangat yang turut menjalar pada hatinya. Kehadiran soeun memberi warna kebahagiaan di hati dan kediaman mewahnya.
***©©©***
Soeun melangkah memasuki gedung mewah Goldshion Corp. Kepalanya bergerak lincah berpaling kekiri dan kanan, memperhatikan seluruh karyawan yang nampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
"Eomma mengatakan lantai teratas. Geure, bersiaplah kim so eun." gumam soeun lirih, sambil berbelok kekiri memasuki sebuah lift yang hampir saja tertutup.
Dahinya sedikit mengernyit ketika menyadari beberapa pasang mata pria menatapnya aneh dan tanpa berkedip. Apa yang salah? Pikirnya. Soeun menundukkan kepalanya, menatap dan merinci pakaian yang digunakan. Mungkin saja ada bagian yang kotor atau robek, hingga memancing respon aneh mereka. Tapi tidak, pakaiannya bersih dan normal. Akhirnya soeun memilih mengendik bahu, mengacuhkan tatapan lekat para pria itu. kimbum lebih penting saat ini baginya.
Saat lift terbuka, soeun segera bergerak menuju seorang wanita yang terduduk sendiri.
"Anneyeonghaseyo." sapa soeun ramah saat kakinya terhenti di meja wanita yang dipastikan adalah sekertaris kimbum.
"Ne, ada yang bisa saya bantu nona ?" tanya wanita itu.
"Hm. Aku ingin bertemu kim sangjangnim." jawab soeun lembut. Kesan pertama harus lah baik menurutnya.
"Apa anda sudah memiliki janji nona?" tanya wanita itu lagi. Ia memang tersenyum, namun patut dipertanyakan.
"Kurasa aku tidak perlu membuat janji." jawab soeun. Rasa sebal mulai menggerogoti hatinya. Hanya bertemu suami, haruskah membuat janji?. Tanpa menyadari wanita tersebut tidak lah mengetahui posisinya.
"Jeosonghamnida nona, kami tidak bisa mengizinkan anda masuk bila belum membuat janji." wanita itu kembali tersenyum, sinis. Raut wajahnya yang mulai menua cukup membuat soeun merasa geli diri menatapnya.
"Ck, kau terlalu banyak bicara ajhumma. Katakan saja pada direktur mu itu, aku ingin bertemu." gerutu soeun. Kali ini bukan lagi sebal dihatinya, marah telah seluruhnya mendominasi.
"Tidak bisa nona. Itu menyalahi aturan." tegas si wanita
"Aish. Kau menyebalkan." hardik seun. Ia melangkah cepat menuju pintu dan mulai mengetuknya dengan keras. Wanita itu salah besar jika bermain-main dengannya.
"Nona apa yang kau lakukan ?" tegur si wanita keras.
"Tentu saja mengetuk pintu." jawab soeun tak kalah keras. Tidak perduli kimbum akan memarahinya, yang terpenting adalah ia bisa bertemu suami tampannya itu.
"Masuk." terdengar jawaban datar kimbun dari dalam ruangan, dan itu cukup menorehkan senyum cantik diwajah soeun.
"Dia mengizinkan bukan ?" cibir soeun pada sang wanita, lalu bergerak membuka pintu ruangan.
"Jeosonghamnida nona anda sudah melebihi batas." ucap si wanita. Ntah bagaimana, tiba-tiba ia telah berdiri dan mencekal lengan soeun bersama seorang petugas keamanan yang bertugas menjaga pintu lift.
"Yaaa apa yang kau lakukan ?" teriak soeun. Ia meronta ketika sang wanita dan keamanan itu menariknya paksa menuju lift kembali.
"Anda harus pergi nona, anda sudah mengganggu kenyamanan." ucap si wanita sinis. Otaknya mungkin sedikit rusak, hingga dia lupa bertanya siapa nama gadis yang berniat menemui direktur mudanya itu.
"Appoyo. Lepas." ringis soeun. Ia terus mencoba menahan laju gerakan kakinya yang terus terseret pergi. Air mata yang berkumpul di pelupuk matanya sedikit demi sedikit mulai menetes dikedua pipinya.
"Ada apa ini ?"
Teguran dingin yang menggema membuat cekalan pada kedua lengan soeun segera terlepas. Hal yang tidak disia-siakan oleh soeun. Ia berlari dan memeluk pria yang bersuara didepan pintu ruangannya, kimbum.
"hiks, bum-ah." isaknya tak tertahankan. Rasa sakit pada kedua lengannya sungguh membuat soeun ingin berteriak lebih keras. Ia seorang model, dan tubuh yang molek adalah aset berharga tak terelakkan.
Bogem yang turut berdiri disisi kimbum, menarik sebelah alisnya keatas. Bingung dengan situasi yang tercipta. Sejak kapan sahabat dinginnya itu bersedia didekap seorang gadis ?
"Jeosonghamnida sangjangnim. Kami sudah berusaha menghalanginya, namun nona ini terus membuat masalah." ucap si wanita cepat. Tubuhnya membungkuk sebagai permintaan maaf.
"Apa yang kau lakukan disini ?" tanya kimbum tanpa memperdulikan lontaran kalimat dan sang karyawan yang kini terdiam bingung karena sikap acuhnya.
"hiks, appoyo bum-ah." lagi, bukan menjawab justru isakan yang dilontarkan soeun. Ini ajang mencari perhatian kimbum yang sempurna. Kesempatan yang ada tidaklah boleh disia-sia kan.
Kimbum menghela nafas mendengar isakan soeun. Banyak pekerjaan menantinya, dan soeun justru hadir mengusik ketenangan.
"Bawakan kotak obat dan kalian juga masuk keruangan ku." Perintah kimbum, tangannya menarik soeun lembut memasuki ruangannya. Mendudukkan sang istri di atas sofa.
Ketika sang sekertaris menyerahkan kotak obat padanya, kimbum segera mengobati lengan soeun yang memerah. Tindakannya kembali menarik perhatian bogem dan kedua karyawannya itu. Seolah apa yang dilakukannya adalah hal tak masuk akal untuk terjadi.
"Gwaenchana nona ?" tanya bogem ketika kimbum selesai membalut lengan sang gadis.
"Lebih baik. Gomawo bum-ah." jawab soeun riang. Ia menatap bahagia kimbum yang duduk disisi kirinya. Tanpa memandang sipemberi pertanyaan.
"Kau mengenalnya ?" Bogem mengalihkan pandangannya pada kimbum yang lebih terfocus sada sosok soeun.
"Bukankah tadi kau bertanya soal dirinya ?" jawab kimbum datar. Ia beranjak dan melangkah kembali pada kursi kebesarannya.
"Maksudmu dia istrimu ?" teriak bogem keras. Membuat kedua karyawan nya yang masih berdiri terbelalak tak percaya.
"Kalian semua, minta maaflah padanya." perintah kimbum. Nada ketegasan jelas terdengar dalam kalimatnya.
"Jeosonghamnida nyonya muda kim. Jeosonghamnida." ucap sang wanita. Tubuhnya berulang kali membungkuk hormat diikuti sang keamanan. Tolol,umpat batinnya.
"Gwaenchana." jawab soeun lembut, ia beranjak mendekati kimbum dan berdiri disisinya.
"Kembalilah bekerja." tegas kimbum dingin mengacuhkan soeun disisinya.
Membuat kedua karyawannya itu segera membungkuk hormat dan beranjak kembali pada kegiatannya.
"Bum-ah, aku lapar." ucap soeun merengek.
"Katakan saja pada mereka." jawab kimbum acuh, seluruh pandangannya terfocus pada berkas dihadapannya.
"Shireo. Aku ingin makan bersama mu." lagi bibir soeun merengek, mengacuhkan bogem yang masih berdiri dan menatapnya aneh.
"Aku masih sibuk." jawab kimbum.
"Oppa tua kaja temani aku makan."
Soeun mengalihkan pandangannya pada sosok bogem. Tidak ada jalan lain. Ia tidak ingin makan sendirian diluar sana, sedang dirinya masih belum mengetahui banyak jalan.
"Mwoo?? Kau menyebutku apa?"
Bogem membelalak mendengar kalimat soeun. Apa pendengarannya rusak ? Oppa tua ?
"Kau tuli? Aku memanggil mu oppa tua." jawab soeun santai. Ia melangkah mendekati bogem dan berhenti ketika sampai dihadapannya.
"Aku tidak mau menemanimu" tolak bogem. Ia sungguh tidak terima dengan ucapan kurang ajar soeun.
"Aku tidak menerima penolakan." jawab soeun angkuh.
"Yaaaaa..." teriak bogem. Soeun menariknya begitu saja tanpa canggung atau takut. Ia merasa seolah seperti seorang kerbau yang dipaksa untuk bertani. Beruntung gadis itu cantik, seksi dan istri atasannya. Jika saja bukan, mungkin dirinya telah mencium kesal wajah cantik itu.
Kimbum menatap datar soeun dan bogem. Tak ada kecemburuan dihatinya, karena memang tak pernah ada cinta untuk soeun. Kimbum menghembuskan nafasnya, meraih bingkai didalam laci dan memandangnya sendu. Seorang gadis bersurai kunin, cantik namun tinggi. Kenangan berharga yang sangat dirinya jaga.
"Apakah masih ada cinta untukku? " bisik kimbum lirih sambil memeluk bingkai gadisnya.
"Kembalilah. Aku masih mencintaimu. Kumohon, aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini." lanjutnya lagi. Kimbum menutup matanya mencoba menghadirkan kembali ingatan tentang kekasih cantiknya, membiarkan kenangan itu berputar-putar dalam pikirannya. Apapun, apapun kesalahan gadis itu, kimbum hanya mencintainya.
****©©©****
Kediman kim sang wo terlalu lengang. Waktu makan siang membuat para pelayannya sibuk menikmati waktu istirahat mereka. Menyisakan sahee dan sang wo berdua, menikmati hari sambil menonton acara favorite mereka.
"Yeobo, apakah kita harus memberitahu kimbum keadaan soeun.?" tanya sahee membuka suara. 30 menit diam cukup membuat bibirnya gatal untuk berceloteh.
"Kurasa belum saatnya." jawab sang wo. Tatapannya tetap tak berubah masih setia pada acara yang diperhatikannya.
"Aku takut gadis brengsek itu kembali dan merebutnya dari kita." lirih sahee. Ia tertunduk menutupi mata merahnya. Bayangan kelam kehadiran seorang penghancur membuatnya kembali terluka.
"Itu tidak akan pernah terjadi. Percayalah padaku. Soeun akan merebut semua hati putra kita." ucap sang wo lembut. Ia  mengusap kepala sang istri, menenangkan hati yang kembali merasa pilu. Bukan hanya sahee, ia juga muak dan benci pada gadis dimasa lalu putranya itu. Pembawa kehancuran dan kepiluan dalam keluarganya. Membuat sang putri sulung memilih pergi mengikuti sang suami. Kenyataan tersembunyi yang selalu ditutupinya dari dunia kejam diluar sana.
"Semoga saja." lirih sahee. ia memeluk sang wo erat. Berdoa dalam hati, memohon agar soeun diberi kesempatan menaklukkan hati beku putranya itu. Membawanya kembali pada keceriaan yang terhempas.
*****©©©©*****
Resto JW. Marriot tampak begitu ramai disiang hari. Mewah dan berkelas begitu mendominasi segalanya. Wewangian sedap sajian turut melukiskan betapa hebatnya restoran ini. Di sudut kanan dekat sebuah kaca pembatas tembus pandang,  soeun dan bogem duduk berhadapan meniknati sepiring  Chocolate waffles dan segelas hot chocolate. Ralat, hanya soeun seorang yang menikmati makanannya. Karena bogem lebih memilih memandangi kegiatan dihadapannya.
"Tidak bisakah kau makan lebih cepat " gerutu bogem. Bahkan segelas americano cooffenya telah habis tanpa bersisa.
"Oppa tua, aku akan mati jika makan terburu-buru." jawab soeun. Gerakan tangannya disengaja semakin diperlambat.
"Berhenti bicara sambil makan." tegur bogem. Otaknya tak habis pikir. Bagaimana bisa seorang model menikmati sajian chocolate sebagai menu makan siang. Bukankan seorang model terbiasa menghindari makanan manis itu ?
"Kau yang terus mengajakku bicara." celoteh soeun tak mau kalah. Mulutnya yang penuh dengan potongan waffles tak menghambat laju kalimatnya.
"Ck, bagaimana bisa kimbum menikahi bocah." cibir bogem.
"Jaga bicaramu oppa. Aku berusia 24 tahun." jawab soeun tak terima. Jari telunjuknya diarahkan tepat diwajah bogem.
"Kukira kau bocah smp." jawab bogem santai. Ia menepis lembut gerakan jemari soeun yang sangat tidak sopan menurutnya.
"Aku memang imut." jawab soeun riang. Ia tersenyum cerah dan lebar memandang bogem. Pria itu sangat lucu dan menggemaskan menurutnya,  dan ia menyukai bogem untuk dijadikan teman bermainnya.
"Kau terlalu sombong." jawab bogem. Ia mengalihkan tatapanya pada kaca yang menampilkan jalan besar. Ada yang salah. Tatapan soeun sedikit menggetarkan detak jantungnya. Ini bernahaya, tidak mungkin ia mulai menaruh rasa pada istri atasannya itu. Meskipun kimbum tak pernah mengatakan mencintai gadis dihadapannya itu. Bogem menghembuskan nafasnya lirih. Mungkin ia hanya malu, batinnya menepis.
****©©©****
Waktu menunjukkan pukul 15.00 am ketika bogem dan soeun tiba diruangan kimbum. Apa boleh buat, soeun yang terus merengek meminta ditemani berbelanja membuat bogem tak mampu menolak. Ia tidak ingin gadis mungil itu mengadukannya pada sang komisaris,  Kim sang so. Dan berakhir dengan pemecatan.
Bogem menatap kimbum datar. Tadinya ia telah kembali keruangannya. Namun 15 menit yang lalu kimbum kembali memanggilnya.
"Kau yakin dengan keputusan mu itu? " tanya bogem. Ia menatap miris soeun yang tertidur lelap di atas sofa. Gaun mininya tidak tersingkap karena jas kimbum menindih diatasnya   mungkin kimbum yang sengaja melakukannya.
"Itu lebih baik gem-ah." jawab kimbum. Pikirannya kembali menerawang membayangkan sosok gadisnya. Segala sesuatu tentang gadis itu begitu menyita perhatiannya.
"Tidakkah itu terlalu menyakitkan untuknya?" bogem memandang kimbum tegas. Meminta pria itu untuk memikirkan kembali keputusannya.
"Setidaknya itu hanya sementara." jawab kimbum. Tatapannya telah beralih pada sosok soeun.
"Geurae, semua memang keputusanmu."
Setelah lontaran kalimatnya. Bogem segera beranjak dan melangkah pergi begitu saja. Ia tidak dapat menerima ucapan kimbum. Namun juga tidak bisa memaksakan kehendaknnya. Sahabatnya itu jatuh terlalu dalam, dan sulit untuk menyelamatkannya kembali.
****©©©****
Langit telah sepenuhnya gelap. menciptakan suasana tenang dan sepi. Soeun yang baru tiba didalam kamarnya terduduk lemas diatas sofa. Tubuhnya terasa lelah dan tak bersemangat, mungkin karena ia terlalu lama tertidur diruangan kimbum atau terlalu banyak berjalan bersama bogem.
"Mandilah. Setelah itu temui aku diruang kerja ku." ucap kimbum datar, lalu berlalu memasuki ruang kerjanya melalui pintu yang terhubung dengan kamar.
Soeun menghembuskan nafasnya berat. Kimbum semakin terlihat dingin dan acuh padanya. Bahkan saat dikantornya, kimbum membangunkan dengan cara datar tanpa menyentuh tubuhnya. Melangkah terlebih dahulu dan meninggalkannya seorang diri dibelakang. Soeun tidak mengeluh, hanya merasa sedih dengan takdir kehidupannya. Boleh kah ia jujur. ?
Soeun menutup matanya. Mengatur aliran nafasnya. Ingin sekali bibirnya mengucapkn Aku mencintamu pada kimbum. Namun ia tak memiliki keberanian, mengingat kimbum tak pernah mengharapkan kehadirannya. Soeun tersenyum, beranjak masuk kedalam kamar mandinya. Membasuh tubuh mungkin akan sedikit meringankan pikirannya.
Tak perlu waktu lama. 45 menit soeun telah kembali segar. Piyama tidurnya membuatnya terlihat seperti seorang gadis sma yang begitu cute. Ia menatap pintu dihadapannya. Menghembuskan nafas untuk menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba saja bergemuruh. Kimbum tak kembali sedari tadi. Ntah dia sudah mandi atau belum, soeun tak terlalu memperdulikannya. Ia meraih ganggang pintu dan segera membukanya.
"Apa yang ingin kau katakan ?" tanya soeun. Kakinya melangkah pasti mendekati kimbum, lalu duduk dikursi dihadapan meja kimbum. Mengacuhkan tatapan datar suaminya yang memandang ragu. Bibirnya tersenyum saat menyadari pria itu belumlah berganti.
Kimbum mengusap kasar wajahnya yang lelah. Menempelkan punggungnya pada sandaran kursi, dan menghembuskan nafasnya sediki-sedikit.
"Kim so eun, kau pasti sudah mengetahui segala tentangku." jawab kimbum. Ia memandangan permadani tebal dibawah sofa ruang kerjanya. Sengaja mengalihkan tatapan dari pancaran mata soeun yang selalu mampu melumpuhkan kalimat cerdasnya.
"Ne.." jawab soeun.
"Aku tidak ingin terlalu banyak bicara. Aku mencintai gadis lain." tegas kimbum. Kini matanya pasti menatap manik mata soeun yang juga menatap matanya.
"Lalu ?" tanya soeun. Sikapnya begitu tenang, meski kedua tangannya telah terkepal kuat disisi tububnya. Ia mengerti. Ia tahu arah pembicaraan kimbum. Namun sekuat tenaga ia menolak pemikirannya.
"Aku ingin kita bercerai."
Tepat seperti yang dipikirkannya. 
Soeun terdiam. Namun tetap menatap sendu manik mata kimbum. Mencari kejujuran atas kalimat yang terlontar. Dan akhirnya soeun tersenyum miris. Disana, tepat dibola mata hitam kimbum. Ia melihatnya. Soeun melihat kejujuran itu terpancar jelas menyerang manik matanya.

To be continue...

Conqeror Chocolate 1






Cintai aku.
Dan kau akan bahagia.
Ditambah dengan tingkah santai siwon yang asik dengan kegiatan laptopnya, sungguh memancing segala kekesalannya.

Kim so eun
***©©©***
Semua orang menatapnya kagum. Gown putih yang tersemat menyempurnakan pesonanya. Alunan musik menyeruak menghipnotis setiap perasaan, menyalurkan rasa kehilangan dan juga kebahagiaan. Hall itu begitu megah, ditata mewah menggunakan barang-barang berkelas tinggi. Bunga yang tertata pun adalah bunga hidup yang bermekaran indah. Bukan sembarang bunga yang didapat dari pekarangan liar hutan. Jelas saja, karena ini pernikahan pewaris utama goldshion Corp. Perusahan kontruksi ternama di korea selatan. Jadi tidak aneh acara yang diselenggarakan begitu berbeda. Bukan hanya hall dan dekorasinya yang mewah. Para tamu undangan pun dari kalangan pejabat dan rekan-rekan bisnis yang menjalin kerjasama dengan Goldshion. Semua telah diatur sempurna oleh sahee. Pernikahan termewah untuk putra bungsu kesayangannya itu. Lebih dari apapun, tidak ada yang bisa melukiskan kebahagiaannya saat ini.
****©©©****
Soeun menghembuskan nafas berat saat jhin ae memeluknya dengan isak tangisan. Ini hari sakral, hari pernikahannya. Haruskah berderai air mata ? Bahkan dirinya begitu bahagia meski pria tampan disisinya hanya menampilkan wajah datar dan sedikit menyeramkan.
"Selamat sayang." ucap jhin ae
"Gomawo eonnie. Berhentilah menangis, kau tampak menyedihkan." canda soeun
"Aish, kau memang nakal," jhin ae melepas pelukannya dan mengusap lembut wajah soeun.
"Appa eoddio ?" tanya soeun seraya melemparkan pandangan matanya kesegala arah.
"Mereka masih sibuk sayang. " jawab jhin ae. Degub jantung mulai meresahkan perasaannya.
"Aku mengerti." lirih soeun. Tanpa perlu penjelasan berbelit-belit ia mengerti maksud dari kalimat jhin ae.
"Kimbum, Chukhahaeyo.. Aku titip adikku padamu "
Siwon, pria yang adalah pasangan jhin ae turut memeluk sang mempelai pria. Sedikit bergurau untuk mengurangi kesedihan.
"Ne.. " jawab kimbum dengan sedikit senyum dibibirnya. Sekedar untuk menghormati acara yang diselenggarakan kedua orang tuanya. Dan lagi pula siwon juga salah satu rekan bisnis terdekatnya.
"Soeun-ah, eonnie harus segera kembali." ucap hyin ae lembut. Ia kembali memeluk tubuh soeun. Apa boleh buat, meski rasa tak rela mendominasi hatinya, ia tetap harus kembali kejepang. Banyak hal yang harus segera diselesaikan.
"Aku akan merindukanmu." jawab soeun. Setetes air mata jatuh mengiringi ucapannya.
Jhin ae tersenyum sambil mengusap lembut pipi adiknya. Soeun selalu merengek disaat yang salah. Jhin ae memajukan tubuhnya, mengecup sayang dahi soeun, lalu melangkah menuju alam dibawah langit bersama siwon. Denyut dalam jantungnya cukup menyesakkan saluran pernapasan ketika kembali menyadari adiknya itu telah menikah. Tanpa cinta dan tanpa saling mengenal. Mengikuti segala keputusan egois kedua orang tuanya. Namun justru kedua orang tua itu yang tak hadir mendampingi soeun. Jhin ae mengepalkan kedua jemarinya. Menahan laju teriakan yang berada di ujung lidahnya. Begitu kejamnya kah tuhan? Hukuman macam apa yang disematkannya pada kehidupan adik kecilnya ?. Sedang siwon yang berada disisi jhin ae hanya menghembuskan nafas lirih. Pelukan diberikan pada tubuh istrinya itu. Apapun yang terjadi ia berharap semua akan baik-baik saja.
***©©©***
Kimbum menatap bingung gadis disisinya. Mereka tengah menuju kediaman utama Goldshion Corp, dan gadis yang telah berstatus sebagai istrinya itu terus saja membungkam bibir tak mau bicara. Sedikit aneh, karena satu minggu soeun tinggal dikediamannya, gadis itu selalu tampil ceria, cerewet dan manja.
"Kau sakit ?" tanya kimbum sambil memalingkan wajahnya pada wajah soeun yang hanya tertunduk lesu.
"Ani.." jawab soeun lirih, namun tanpa memandang kimbum. Tetap dengan tundukan kepalanya.
"Ada masalah ? "
"Aku lapar. Bum-ah bisakah kita makan ?"
Kimbum mendengus mendengar nada kemanjaan soeun yang telah kembali. Megumpat sesal atas tindakan bodohnya. Jika tahu pertanyaannya itu akan memancing tingkah menyebalkan soeun, ia lebih memilih diam hingga mobil mewah yang membawanya itu tiba dikediaman utama.
"Kau masih menggunakan gaun pengantin." ucap kimbum datar sambil mengalihkan pandangannya menatap jalanan yang terlintas.
"Bukankah ini menarik. Mereka semua akan tahu aku baru menikah." jawab soeun. Ia memandang kimbum cerah dan bahagia.
"Tidak! kau bisa makan setelah tiba dirumah." tegas kimbum
"Ck. Dasar pelit " cibir soeun
Bibirnya memucis ketika kimbum dengan cepat melemparkan tatapan kejam padanya. Oh ia tak pernah takut sedikit pun pada kekesalan kimbum. 1 minggu cukup baginya untuk mengenali sifat CEO muda Goldshion itu. Dingin dan pemarah adalah sifat jeleknya.
"Ck, gadis ini benar-benar menyebalkan. Dimana ada seorang istri berani melawan tatapan suaminya?? "Batin kimbum.
Lalu kembali memalingkan wajah menikmati pandangan yang tersaji didepan matanya. Menimpali soeun hanya akan memancing emosinya. Soeun pasti akan semakin memperpanjang kecerewatannya jika saja kimbum menimpali segala tingkah kekanakannya. Dan bagi kimbum, tebaran bangunan lebih sedap dipandang dibanding menatap wajah cantik soeun.
***©©©***
Jhin ae merogoh ponsel dalam tas tangannya. Penerbangan yang tertunda beberapa jam membuatnya muak dan tak bersemangat. Ada banyak hal menanti kepulangannya kejepang. Dan duduk menunggu adalah hal membosankan dan menyebalkan baginya. 
Nada tersambung menyampaikan bunyi dering di ujung sana. Jhin ae menghela nafas ketika pendengarannya menangkap suara renta menjawab panggilan.
"Kenapa kalian melakukan ini padanya ?" tanya jhin ae.
Pembicaraan memang tak sepantasnya dibahas melalu saluran telpon. Tapi ini lebih baik dibanding menunggu hingga bisa tiba dinegara sakura. Belum tentu juga ia bisa menemui para orang tua sibuk itu.
"Kami tak perlu bicara. Kau seharusnya sudah mengerti."
"Berhenti membencinya halmeoni. Dia cucu mu."
"Cucu ku sudah mati ! "
"Halmeoni__"
Jhin ae mengumpat ketika sambungan telponnya diputus secara sepihak. Yeonju begitu keras akan pendiriannnya.
"Tenanglah soeun akan baik2 saja." ucap siwon lembut sambil menarik jhin ae kedalam pelukannya.
Bukan hanya jhin ae yang cemas memikirkan soeun. Ia juga cemas dan gusar. Meski kim so eun hanya adik iparnya, namun siwon begitu menyayangi soeun. Sifat soeun yang manja menghadirkan kebahagiaan tersendiri dihatinya.
"Ini tidak adil won-ah. Ini tidak adil " isak jhin ae
"Tenanglah."
Siwon mengusap lembut rambut jhin ae. Menyalurkan kehangatan, mencoba meredam isakan sang istri. Jika saja ia punya kuasa yang lebih tinggi, siwon akan dengan pasti menolak pernikahan itu. Seandainya !
***©©©***
"Eommonim aku lapar.." rengek soeun saat tiba dikediaman kim sang soo. Kakinya melangkah ringan mendekati kursi meja makan. Dimana sahee dan sang so telah lebih dulu duduk disana.
Sahee terkekeh menatap menantu cantiknya. Soeun selalu saja manja jika bertemu mata dengannya. Tanpa membuang waktu lebih lama, ia segera menyediakan sepiring sandwich dihadapan soeun. Raut wajah lesu soeun sungguh membuatnya kasihan. Gown pengantin yang digunakan soeun itu begitu panjang dan berat. Dan lagi acara pernikahan itu memakan waktu 12 jam. Ditambah putranya dengan sangat tega membiarkan soeun berjalan sendiri menyeret-nyeret gaun pengantunnya. Meski sahee mengerti putranya itu belum menerima pernikan ini, namun setidaknya ia berharap kimbum mau menyayangi soeun sekalipun hanya sebagai seorang adik.
"Bum-ah, kau tak makan ?" tanya soeun.
Kimbum justru beranjak begitu saja menuju lantai atas dimana kamarnya berada. Membuat soeun berdecak kesal. Ingin rasanya soeun melempar 10 hiu kewajah kimbum. Menghancurkan wajah tampan pria dingin itu.
"Apa kau ingin berbulan madu nak ?" tanya sang wo mencoba menghilangkan kekesalan menantu cantiknya itu.
"Aku ingin. Tapi dia tidak akan setuju." ratap soeun sambil mengunyah makanannya. Tingkahnya benar-benar seperti bocah berumur 10 tahun.
"Abeonim akan membujuknya. Eottoke ? "
"Jeongmal ?"
"Tentu."
"Aku mau. Gomawo abeonim.." teriak soeun riang.
Astaga tingkahnya sungguh membuat sahee tak bisa berhenti tertawa. Sahee melangkah mendekati soeun, lalu mengusap lembut kepala soeun. Ada jutaan kebahagiaan yang diterimanya hari ini, yang tak mampu dijabarkannya. Meminta soeun menjadi menantu bukanlah tanpa alasan baginya. Sahee mengetahui segala perjalanan kelam soeun, dan ia ingin gadis mungil nan cantik itu bisa bahagia disisa hidupnya.
***©©©***
Soeun melangkah ragu mendekati pintu ruang kerja kimbum. Sejak ia menyelesaikan makan dan mandinya, kimbum tak juga memasuki kamar untuk menemaninya. Bibir soeun mengerucut ketika membuka pintu dan melihat sang suami sibuk dengan segala berkas-berkas bodohnya. Astaga, apa perusahaan itu akan bangkrut jika sehari saja kimbum berlibur ?
"Kau tak lelah ?" tanya soeun sambik mendekati kursi kimbum.
"Jika kau mengantuk tidurlah lebih dulu." jawab kimbum datar.
"Aku memiliki suami mengapa harus tidur sendiri." ucap soeun sedikit mencibir. Berharap kimbum nengerti dan mau menemaninya tidur. Ini malam pertama ! Haruskah ia tidur seorang diri ? Itu menyebalkan.
"Aku masih banyak pekerjaan. Pernikahan ini menyita banyak waktu ku " jawab kimbum. Bahkan tatapannya tetap terfocus pada barisan kalimat didalam berkasnya.
"Baiklah biar aku yang menemanimu. "
Soeun melangkah lebih mendekat pada kimbum. Membuat kimbum menahan nafasnya ketika ternyata soeun duduk diatas pangkuannya, dengan kedua tangan diulurkan memeluk lehernya erat. Apa yang dipikirkan gadis ini,? Pikir kimbum. Namun bibir soeun yang terbungkam membuat kimbum memilih membiarkan gadis itu meneruskan aksi manjanya. Kimbum meraih beberapa berkas dan mulai membacanya kembali.
Semakin lama waktu bergulir, membuat kimbum semakin nyaman dengan keberadaan soeun diatas pangkuannya. Kecanggungan yang tadi sempat dirasakannya telah menghilang tertelan waktu.
Ia bahkan sempat melupakan waktu yang sudah memasuki dini hari, dan tersadar ketika dengkuran halus soeun menyapa pendengarannya. Kimbum menghentikan kegiatan membacanya. Menata kembali berkas pada mejanya, lalu mengarahkan satu tangannya memeluk soeun dan tangan kirinya mengusap lembut kepala soeun
"Apa yang kau harapkan dari ku? Rasa itu terlalu besar untuk nya. Aku akan berdosa bila mempermainkanmu." lirih kimbum. Satu kecupan didaratkan dikepala soeun. Mungkin bila soeun hadir sebelum gadis itu memiliki hatinya, ia akan dengan pasti melabuhkan hatinya pada hati seorang kim so eun.

To be continue...